Muktamar NU 2026 Digelar Usai Idul Adha: Momentum Mengembalikan Marwah Organisasi

Muktamar NU 2026 Digelar Usai Idul Adha: Momentum Mengembalikan Marwah Organisasi

MAKLUMAT Katib Syuriyah PBNU KH Ikhsan Abdullah menegaskan PBNU sudah menetapkan Muktamar 2026 akan digelar setelah Idul Adha. Muktamar tersebut menjadi ruang konsolidasi besar-besaran sekaligus momentum menata kembali organisasi.

‘’ Keputusan ini diambil dalam Rapat Pleno PBNU pada 8–9 Desember lalu di Jakarta, sekaligus menegaskan penunjukan KH Zulfa Mustofa sebagai Pejabat Ketua Umum PBNU menggantikan KH Yahya Cholil Staquf,’’ jelas Ikhsan, Sabtu (13/12/2025).

Kiai Ikhsan menjelaskan penunjukan tersebut bertujuan memulihkan siklus kepemimpinan PBNU, agar kembali ke pola lima tahunan. Rais Aam KH Miftachul Achyar sejak awal menginginkan periodesasi berjalan normal, setelah Muktamar Lampung tertunda akibat pandemi.

Menurut dia, rapat pleno yang dihadiri lebih dari 37 PWNU serta 65 persen lebih jajaran PBNU dan badan otonom merekomendasikan beberapa agenda prioritas. Di antaranya peringatan Satu Abad Masehi NU pada 31 Januari 2026, Konferensi Besar, dan Musyawarah Nasional Alim Ulama.

Kiai Ikhsan menekankan Muktamar nanti akan membahas isu strategis, memilih kepemimpinan baru, mempertegas garis organisasi, mengembalikan posisi NU sebagai ormas keagamaan yang kritis dan memberi masukan konstruktif bagi pemerintah.

“Ini kesempatan bagi PBNU memperbarui diri, memperkuat struktur, dan meningkatkan kinerja organisasi,” tegasnya.

Kiai Ikhsan juga menyoroti pentingnya Muktamar 2026 untuk mempertegas model kepemimpinan NU, agar tidak muncul lagi tafsir keliru yang memicu kegaduhan internal. Rais Aam memegang otoritas tertinggi dalam Jam’iyyah NU, mengendalikan kebijakan strategis, dan berwenang memberi sanksi jika Ketua Umum Tanfidziyah dinilai melanggar norma organisasi.

Baca Juga  Riak di PBNU dan Jalan Teduh Merawat NU: Catatan Seorang Jurnalis Pos Liputan di PWNU Jawa Timur  (1998–2009)

“Rais Aam menetapkan dan mengarahkan kebijakan. Jika ada masalah yang tak bisa diselesaikan Ketua Umum, Rais Aam berhak mengambil alih kendali,” jelas dia.

Sementara Ketua Umum Tanfidziyah, lanjut Kiai Ikhsan bertugas menjalankan keputusan organisasi, mengelola administrasi, dan mengimplementasikan program bersama Rais Aam. Struktur kepemimpinan ini, dirancang agar NU berjalan efektif, tegas, dan tetap menjaga nilai dasar keagamaan.***

*) Penulis: R Giordano

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *