MAKLUMAT — Muktamar X PPP di Ancol Jakarta, Sabtu (27/9) berujung ricuh. Sejumlah kader adu mulut, saling dorong, bahkan melempar kursi saat prosesi pembukaan.
Kericuhan bermula ketika Plt Ketua Umum PPP Muhamad Mardiono naik ke panggung untuk membuka muktamar. Kader langsung terbelah dalam dua kubu. Pendukung calon ketua umum (ketum) Mardiono meneriakkan “lanjutkan”. Sementara kubu calon ketum Agus Suparmanto atau penuntut perubahan membalas dengan teriakan “perubahan”.
Situasi semakin panas. Pembawa acara berulang kali meminta peserta menenangkan diri dengan melantunkan shalawat. Namun teriakan tak berhenti, bahkan berubah jadi adu mulut keras dan ricuh.
“Lanjutkan, lanjutkan!” teriak sebagian kader kubu Mardiono.
“Perubahan, perubahan!” balas kubu penuntut perubahan.
Kericuhan makin tak terkendali setelah pembukaan selesai. Saat Mardiono keluar dari lokasi acara, sejumlah kader pendukung perubahan meneriakinya. Pendukung Mardiono tak terima, hingga baku cekcok kembali pecah.
Teriakan berubah jadi dorongan, dan akhirnya kursi melayang ke arah massa. Beberapa kader mencoba melerai, namun suasana tetap tegang.
“Woi, ganggu woi! Lagi konpers itu, berhentiin!” teriak kader pendukung Mardiono membalas serangan verbal kubu lawan.
Pertarungan Kursi Ketum
Muktamar X PPP kali ini diikuti lebih dari 1.300 peserta dengan 676 suara sah untuk pemilihan ketua umum. Mardiono maju untuk mempertahankan kursinya. Sedangkan kubu perubahan mendorong figur lain, yakni mantan Mendag Agus Suparmanto.
Ketegangan di arena muktamar disebut sebagai refleksi pecahnya dukungan. Sejumlah DPW PPP di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Kalimantan condong ke Agus Suparmanto. Sedangkan DPW PPP Sulawesi Selatan, Papua, Aceh dan sebagian besar DPC di Sumatera solid mendukung Mardiono.
Muktamar ini bukan sekadar memilih ketua umum, melainkan juga pertaruhan eksistensi PPP pasca gagal lolos ke Senayan pada Pemilu 2024. Konflik internal yang tak kunjung padam membuat arah partai semakin kabur.
Jika kubu Mardiono dan kubu perubahan gagal bersatu, PPP berisiko makin terpuruk menjelang Pemilu 2029. Sebaliknya, jika berhasil dikonsolidasikan, muktamar ini bisa jadi momentum kebangkitan partai berlambang Ka’bah itu.