MAKLUMAT — Apa tandanya seseorang itu muslim sejati? Apakah cukup karena tertulis lewat pengakuan, kefasihan melafalkan ayat Al-Quran, Atau dari pakaian yang dikenakan, peci, sorban, dan jilbab? Ataukah dari seberapa sering ia berada di masjid?
Alquran menjawab dengan indah. Dalam Surat Ibrahim ayat 24–25, Allah mengumpamakan iman dan amal sholeh seorang Muslim seperti pohon yang baik: akarnya teguh, batangnya menjulang kokoh, rantingnya rindang, dan buahnya berbuah setiap saat dengan izin Allah.
Akar itu adalah iman, tekad, dan akhlak yang kuat. Batang adalah sistem pengetahuan dan keterampilan yang menopang hidup. Dahan dan ranting adalah perilaku sehari-hari yang positif. Dan buah adalah amal nyata, karya bermanfaat yang dirasakan orang lain.
Seperti halnya pohon yang dinilai dari buahnya, demikian pula seorang Muslim. Kesejatian imannya tampak dari buah kebaikan yang lahir dari amal perbuatannya.
Tiga Pilar Karakter Muslim
Al-Quran Surat Al-Qashash ayat 77 menegaskan: “Carilah kebahagiaan akhirat dengan apa yang Allah anugerahkan kepadamu, jangan lupakan bagianmu di dunia, berbuat baiklah sebagaimana Allah berbuat baik kepadamu, dan jangan membuat kerusakan di bumi…”
Ayat ini meneguhkan tiga pilar karakter Muslim sejati:
- Spiritual (hubungan dengan Allah): Ikhlas, ridha, sabar, syukur, mujahadah, dan menjaga niat amal agar selalu lillah.
- Sosial (hubungan dengan sesama manusia): Silaturahim, kasih sayang, keadilan, dan membawa rahmat, bukan mudarat. Rasulullah Saw bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.” (HR. Ahmad)
- Ekologis (hubungan dengan alam): Seorang Muslim sejati sadar menjaga lingkungan adalah ibadah. Merusak alam berarti merusak kehidupan. Nabi Saw bahkan mengajarkan, menanam pohon atau tidak boros air ketika berwudhu pun bernilai sedekah.
Akhlak sebagai Penentu
Dalam Islam, seluruh sifat baik disebut akhlakul karimah, sementara sifat buruk disebut akhlak sayyiah.
Nabi pernah ditanya tentang seorang wanita yang rajin shalat malam dan puasa sunnah, tetapi lidahnya menyakiti tetangga. Rasulullah menjawab: “Dia di neraka.” Sebaliknya, seorang wanita dengan ibadah sunnah sedikit tetapi santun, penyayang, dan tidak mengganggu orang lain dinyatakan Rasulullah sebagai penghuni surga (HR. Ahmad).
Pesan ini jelas: akhlak dan manfaat sosial lebih utama daripada ritual yang hampa dari kasih sayang.
Kontekstualisasi dalam Kehidupan Sehari-hari
Nilai-nilai muslim sejati ini sejatinya mudah kita temui dalam keseharian bangsa kita.
Seorang petani yang sabar menanam, tidak merusak tanah dengan bahan kimia berlebihan, dan bersyukur atas hasil panennya—ia sedang menunaikan karakter ekologis seorang Muslim.
Seorang pedagang di pasar yang jujur menimbang, tidak menipu pembeli, dan ramah melayani—ia sedang berbuah sebagai pohon iman yang menyejukkan lingkungannya.
Seorang guru di desa yang mengajar dengan ikhlas meski gaji kecil, tetap mendidik anak-anak dengan penuh kasih—ia sedang menegakkan karakter sosial seorang Muslim sejati.
Seorang pejabat amanah yang tidak tergoda korupsi dan berusaha memudahkan pelayanan rakyat—ia sedang menunaikan tanggung jawab iman yang kokoh.
Mereka mungkin tidak dikenal luas, tetapi buah amal mereka nyata: menebar manfaat, menumbuhkan rasa percaya, dan menjaga keseimbangan kehidupan.
Menjadi Pohon Kehidupan
Mari kita muhasabah. Apakah pohon iman kita sudah berakar kokoh? Apakah batang ilmu kita kuat menopang? Apakah ranting perilaku kita rindang dan meneduhkan? Dan apakah buah amal kita sudah bermanfaat bagi orang lain?
Seorang Muslim sejati adalah pohon kehidupan: memberi keteduhan, menghadirkan manfaat, menjaga keseimbangan, dan menebarkan rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin). Itulah tanda kesejatian iman yang akan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat.
Jakarta, 4 September 2025