MAKLUMAT – Bukan pekerjaan semalam. Mengawal 38 bupati dan wali kota di Jawa Timur untuk satu visi bukanlah perkara gampang. Terlebih, visi itu menyangkut isu fundamental yang kalah seksi dibanding infrastruktur: perlindungan anak dan pemberdayaan perempuan.
Namun, orkestrasi sunyi Gubernur Khofifah Indar Parawansa membuktikan hal itu bisa berjalan. Hasilnya, Jatim kini sukses “menolkan” status Pratama untuk Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA). Seluruh 38 daerah kini sudah naik kelas.
Buah manis dari kerja kolektif nan senyap itu akhirnya terkonfirmasi di tingkat nasional. Gubernur Khofifah Indar Parawansa menyabet penghargaan DPD RI Awards 2025 untuk kategori Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Perempuan.
DPD RI menilai, Khofifah memiliki komitmen kuat dan kontribusi nyata dalam mewujudkan tata kelola yang progresif di dua sektor tersebut.
Penghargaan itu diserahkan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Arifatul Choiri Fauzi di Jakarta, Selasa (28/10/2025). Wakil Gubernur Emil Elestianto Dardak hadir mewakili Khofifah dalam seremoni di The Tribrata Hotel & Convention Center.
Gubernur Khofifah dalam keterangan tertulis, menyampaikan syukurnya. Baginya, penghargaan ini bukan sekadar piala, melainkan pengakuan atas kerja keras seluruh elemen di Bumi Majapahit.
“Alhamdulillah, ini adalah hasil sinergi antara pemerintah daerah, masyarakat, dan seluruh pemangku kepentingan,” ujar gubernur perempuan pertama Jatim itu. Ia menegaskan, capaian ini memperkuat posisi Jatim sebagai provinsi yang ramah anak dan perempuan.
Komitmen Jatim memang bukan kaleng-kaleng. Pemprov Jatim sukses mempertahankan predikat Provinsi Layak Anak (Provila) dari Kementerian PPPA sejak 2021.
Data adalah bukti paling sahih. Di Jatim, isu KLA bukan lagi sekadar program. Khofifah berhasil mendorong 38 kabupaten/kota masuk dalam pemeringkatan. Rinciannya, 6 daerah meraih peringkat utama, 14 daerah peringkat nindya, dan 18 daerah peringkat madya. Tidak ada lagi yang berstatus pratama.
“Memang sejak awal isu ini merupakan prioritas utama dalam pembangunan sosial di bumi Majapahit,” katanya.
MPLS RAMAH
Lantas, apa jurus andalannya? Khofifah menyebut, komitmen itu ia terjemahkan dalam program yang menyentuh langsung ke akar rumput. Salah satu yang ia dorong kuat adalah program MPLS RAMAH (Ramah, Edukatif, Inklusif, Partisipatif, dan Adaptif).
Program ini, jelasnya, bukan sekadar seremonial penerimaan siswa baru. “Ini adalah cara kami menekankan lingkungan sekolah aman kekerasan dan mengampanyekan anti-perundangan,” tegas Khofifah.
Di era digital, program ini juga menguatkan literasi digital pelajar. Tujuannya: mencegah risiko kekerasan berbasis siber yang makin marak.
“Saya selalu tegaskan kepada seluruh kepala daerah agar anak-anak memiliki ruang bermain yang aman, pelayanan kesehatan terpadu untuk balita, sekolah yang anti-bullying, dan mekanisme perlindungan anak yang responsif,” bebernya.
Di satu sisi mengawal perlindungan anak, di sisi lain Khofifah juga menggeber pemberdayaan perempuan. Ia fokus memperluas partisipasi perempuan dalam ekonomi produktif. Caranya, melalui wirausaha, pelatihan vokasi, dan penguatan kelompok usaha perempuan.
“Ini bukan hanya tentang kesetaraan. Pemberdayaan perempuan adalah tentang memperkuat ketahanan sosial dan ekonomi keluarga,” pungkasnya.***