MAKLUMAT — Peneliti Utama The Republic Institute, Dr Sufiyanto, menilai Partai Solidaritas Indonesia (PSI) masih menghadapi tantangan besar dalam menjangkau pemilih di wilayah pedesaan, terutama di Jawa Timur. Menurutnya, meski sudah dua kali mengikuti pemilu, PSI masih terkonsentrasi di kawasan perkotaan.
“Kalau yang kita dapatkan data hasil, PSI ini kan bukan partai baru sebenarnya, tapi partai muda ya. Karena PSI kan sudah dua kali ikut proses pemilihan umum, 2019 dan 2024. Jadi sudah dua kali punya pengalaman, termasuk ikut pemilu di tingkat lokal,” ujarnya, dalam program Jatim Gaspol bertajuk ‘Politik Gajah Ala PSI’, dikutip dari kanal YouTube JTV Rek, Kamis (24/7/2025).
Ia menjelaskan bahwa basis kekuatan PSI sejauh ini terlihat di kota-kota seperti Surabaya dan Madiun. Di dua wilayah tersebut, PSI berhasil memperoleh kursi legislatif dan menduduki posisi pimpinan di DPRD. Bahkan dalam Pilkada lalu, PSI punya dua kadernya di posisi wakil wali kota, yaitu Ali Muthohirin di Kota Malang dan Bagus Panuntun di Kota Madiun.
“Kalau lihat datanya, PSI memang bukan partai baru tapi partai muda. Karena masih besar suaranya ada di perkotaan. Basis anak-anak muda di Jawa Timur itu masih di kalangan perkotaan,” katanya.
Di sisi lain, ia menggarisbawahi bahwa suara PSI di tingkat kabupaten masih belum signifikan. Keterbatasan daya jangkau ke desa-desa menjadi pekerjaan rumah bagi partai ini jika ingin tumbuh lebih luas di masa depan. Dalam konteks itu, menurutnya, perubahan logo yang dilakukan PSI bisa dibaca sebagai upaya memperluas jangkauan sosial dan politik.
“Persoalan kemudian tafsirnya, filosofinya, tentu yang bisa menjelaskan teman-teman PSI. Tapi kelihatan dari perspektif sosiologi politiknya, PSI ingin melihat dengan perubahan logo ini tidak hanya menyasar basis perkotaan, tapi juga melihat ke basis pedesaan,” terang pria yang juga dosen Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) itu.
Sufiyanto menyebut bahwa penggunaan simbol hewan dalam politik bukan hal baru. Ia mencontohkan beberapa negara seperti Indonesia yang memakai Garuda, Malaysia dengan Harimau Malaya, dan Thailand dengan Gajah Perang.
Dalam konteks lokal, penggunaan gajah sebagai simbol PSI bisa menjadi sarana komunikasi politik yang lebih merakyat. Ia menilai bahwa pemilihan simbol gajah cukup tepat karena merupakan hewan yang dikenal luas oleh masyarakat.
“Ini betul-betul sebagai identitas politik yang akan digunakan oleh PSI untuk bagaimana bekerja merebut elektoral untuk Pemilu 2029 misalnya. Bagaimana PSI ingin betul-betul memenangkan hati masyarakat, kira-kira dengan logo itu dijadikan untuk menarik hati masyarakat, kemudian bisa bersimpati yang pada akhirnya berharap PSI akan dipilih,” tandasnya.