MAKLUMAT — Pemerintah Indonesia tengah menghadapi tantangan besar dalam menyeimbangkan potensi pendapatan dengan kebutuhan belanja negara yang semakin meningkat.
Kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) No.1/2025 tentang efisiensi anggaran APBN 2025 menjadi langkah strategis di tengah kesulitan fiskal yang dihadapi negara.
Target efisiensi anggaran sebesar Rp306 triliun yang ditetapkan pemerintah bukanlah hal yang mudah. Prof. Dr. Wahyudi Kumorotomo, Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) bidang Manajemen Kebijakan Publik, menilai bahwa meskipun efisiensi anggaran bisa dilakukan, implementasinya akan menghadapi banyak kendala.
“Pola budaya birokrasi yang boros, seperti pengeluaran untuk keperluan rutin, seperti alat tulis kantor (ATK) dan rapat teknis, sulit diubah,” ujar Wahyudi dikutip dari laman UGM, Sabtu (1/2/2025).
Baca Juga; Sri Mulyani Potong Anggaran
Peningkatan jumlah kementerian dan lembaga yang signifikan, dari 34 menjadi 48, juga turut menambah beban anggaran negara. Hal ini membutuhkan dana yang lebih besar, terutama untuk penguatan sumber daya manusia dan konsolidasi organisasi yang masih berlangsung di banyak lembaga baru.
Selain itu, kebijakan pemerintah terkait kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% yang akhirnya dibatalkan juga menjadi tantangan tersendiri. Pemerintah harus mencari sumber-sumber pendapatan alternatif yang tidak mudah ditemukan. “Jika alternatif pendapatan baru tidak ditemukan, APBN 2025 akan tertekan,” ungkap Wahyudi.
Dalam kondisi tersebut, Wahyudi mengusulkan agar pemerintah mempertimbangkan opsi meningkatkan pajak progresif bagi pengusaha super-kaya atau menambah pajak atas eksplorasi sumber daya alam seperti batubara, yang sedang dalam periode wind-fall. Namun, langkah ini, menurutnya, memerlukan keberanian dan komitmen politik yang kuat dari pemerintah.
MBG Bisa Meningkatkan Kualitas SDM
Meski tantangan berat, Wahyudi tetap optimis. Jika efisiensi anggaran dapat tercapai, misalnya dengan penghematan hingga Rp316 triliun, program-program prioritas pemerintah, seperti program Makan Bergizi Gratis (MBG), dapat berjalan dengan baik.
Program ini dianggap sangat strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia, terutama dalam menurunkan angka stunting dan memperbaiki status gizi anak sekolah.
Namun, Wahyudi mengingatkan bahwa pelaksanaan program tersebut akan menghadapi tantangan jangka panjang dalam menjaga keberlanjutannya. “Penting untuk memastikan bahwa program-program ini tidak hanya dimulai dengan baik, tetapi juga dapat berjalan secara berkelanjutan di masa depan,” tutupnya.