MAKLUMAT — Israel dan Hamas telah melakukan perjanjian gencatan senjata yang mulai berlaku pada 10 Oktober 2025 (Kompas TV, 2025). Isi perjanjian gencatan senjata, pertama, penarikan pasukan Israel dari Khan Younis, Rafah, kota Gaza serta Gaza bagian Utara. Kedua, pertukaran tahanan dan sandera antara Israel dan Hamas. Ketiga, pembukaan akses 5 jalur penyeberangan untuk distribusi bantuan.

Walau sudah membuat perjanjian gencatan senjata, Israel tetap terus menyerang Gaza. Berdasarkan data Otoritas Kesehatan Gaza, sebanyak 68.234 orang yang tewas di jalur Gaza di masa gencatan senjata(Kompas TV, 2025). Lebih dari 170.000 korban terluka sebagai akibat aksi Genosida yang telah dilakukan oleh Israel. Israel sudah menyerahkan jenazah warga Palestina sebanyak 195 orang kepada Komite Palang Merah Internasional. Al Jazeera menyatakan, banyak kalangan berpendapat bahwa Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu menggunakan perang sebagai alat pengalihan perhatian internasional. Tujuannya adalah untuk mengalihkan perhatian dari ancaman posisi Netanyahu yang sedang terkena kasus hukum mengenai kejahatan kemanusiaan di Gaza (Tempo, 2025).
Sebagaimana diketahui, Mahkamah Pidana Internasional telah mengeluarkan surat perintah di bulan November 2024. Surat perintah tersebut berisi perintah penangkapan Netanyahu serta mantan Menteri Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan kemanusiaan di wilayah Gaza.
Posisi Netanyahu sudah terpojok di dunia hukum internasional. Walau didukung oleh Amerika Serikat, namun kedekatan Netanyahu dengan Amerika tidak membuat posisinya aman di dunia hukum internasional.
Banyak pihak dari berbagai element masyarakat internasional mengecam dan memprotes tindakan Israel dan Netanyahu. Keduanya diduga telah melakukan tindakan genosida terhadap Palestina. Israel sudah menjadi musuh sebagian besar masyarakat internasional.
Dukungan Sosial
Dukungan untuk Palestina tidak hanya datang dari kalangan aktivis organisasi-organisasi kemasyarakatan maupun kemanusiaan saja. Kalangan artis juga terlibat dalam memberikan dukungan terhadap Palestina. Beberapa di antaranya adalah Arie Untung, Hanung Bramantyo, Zaskia Adya Mecca, Syifa Hadju, Dinda Haw, dan lain-lain.
Kalangan pendukung LGBT juga terlibat dalam dukungan terhadap kemerdekaan Palestina (Tempo, 2024). Para pendukung LGBT dari berbagai negara seperti Amerika, Spanyol, Italia, dan Meksiko menuntut pemberhentian aksi genosida yang oleh Israel kepada Palestina. Pembelaan terhadap Palestina juga dilakukan oleh kalangan lintas umat.
Lembaga lintas iman yang berasal dari Islam, Protestan, dan Katolik mendistribusikan bantuan seberat 1.200 ton dari Siprus menuju wilayah Gaza. Mereka berpendapat bahwa rasa kemanusiaan lebih utama daripada agama (Kompas.com, 2025).
Di Bandung, pemerintah kota menyelenggarakan acara doa bersama dengan tokoh-tokoh lintas agama untuk mendukung rakyat Palestina yang sedang diserang oleh Israel (Antaranews, 2023). Acara doa bersama tersebut dihadiri oleh tokoh agama Islam, Katolik, Kristen Protestan, Budha, Konghucu, serta Hindu sebagai wujud solidaritas terhadap Palestina tanpa melihat perbedaan agama.
Hegemoni Israel
Dukungan solidaritas dari berbagai kalangan untuk Palestina merupakan bentuk kekuatan sosial untuk meng-counter hegemoni Israel di wilayah Palestina. Perlawanan terhadap hegemoni Israel untuk mendukung Palestina dilakukan melalui berbagai aksi. Mulai demonstrasi, tuntutan sosial, penggalangan dana bantuan internasional, dan lain-lain.
Jika dilakukan hanya beberapa kalangan, dampak tidak signifikan. Namun ketika dilakukan oleh berbagai kalangan dari mayoritas maupun minoritas maka dampak menjadi terasa signifikan. Terbukti bantuan kemanusiaan datang mengalir tiada henti.
Mahkamah Pidana Internasional bahkan berani mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Netanyahu dan mantan Menteri Yoav Gallant. Israel yang semula ditakuti lantaran sekutu Amerika, perlahan-lahan posisinya melemah di masyarakat internasional.
Negara-negara besar seperti Kanada, Inggris, Portugal, dan Australia sudah mengakui kemerdekaan Palestina. Negara-negara tersebut bahkan menginginkan konsep “solusi dua negara”sebagai solusi perdamaian Timur Tengah (CNN Indonesia, 2025).
Kebijakan luar negeri para negara-negara besar tersebut menambah jumlah negara yang sudah mendukung kemerdekaan Palestina. Menurut CNN Indonesia (2025), sudah ada 140 negara yang mendukung kemerdekaan Palestina.
Jumlah tersebut sudah membuktikan bahwa dukungan lintas negara merupakan kekuatan sosial yang bisa meng-counter hegemoni Israel.
Fakta tersebut membuktikan kebenaran cara pandang Robert Cox mengenai pengaruh kekuatan sosial. Menurut Robert Cox, aktor-aktor sosial seperti masyarakat sipil, organisasi-organisasi serta negara mempunyai pengaruh dalam tatanan dunia internasional.
Robert Cox juga menyatakan bahwa perkembangan dinamika internasional dipengaruhi oleh aktor negara sekaligus aktor non negara dan gerakan sosial. Aktor non negara dan gerakan mempunyai pengaruh terhadap negara-negara dalam bersikap di pergaulan internasional.
Aktor non-negara, berupa gerakan-gerakan sosial lintas umat, telah menunjukkan efektivitas. Gerakan tersebut mampu menekan Israel, yang dikenal sebagai aktor hegemoni di wilayah Palestina.
Tekanan yang dilakukan oleh gerakan-gerakan sosial lintas umat merupakan wujud keberanian untuk melakukan kontra hegemoni Israel.
Di dalam Al-Qur’an surat As Saff, ayat 4, Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh”.
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah mencintai orang-orang yang bersatu dalam barisan untuk memperjuangkan kebaikan. Maka dari itu, gerakan sosial lintas umat merupakan wujud barisan persatuan dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina.
Gerakan ini sekaligus melakukan perlawanan terhadap Israel yang sudah melakukan banyak kejahatan kemanusiaan terhadap Palestina.***