26.4 C
Malang
Kamis, Januari 30, 2025
OpiniPanas Dingin Hubungan Indonesia-Malaysia

Panas Dingin Hubungan Indonesia-Malaysia

Indonesia-Malaysia
Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto, menerima penghargaan Darjah Kerabat Johor Yang Amat Dihormati Pangkat Pertama (D.K I Johor) dalam kunjungan kenegaraan ke Malaysia, Senin, 27 Januari 2025. Foto: BPMI Setpres/Laily Rachev

MAKLUMAT — Di tengah hari libur panjang, Kita dikejutkan oleh insiden penembakan terhadap lima warga negara Indonesia, oleh aparat Malaysia. Satu orang WNI meninggal dunia, empat lainnya dalam keadaan luka tembak.

Insiden terjadi pada hari Jumat, 24 Januari 2025 lalu, di Ranjung Rhu, Selangor Malaysia.

Penulis: Makroen Sanjaya. (Foto:tvMu)
Penulis: Makroen Sanjaya*.

Pelaku penembakan adalah agensi penguat kuasa maritim Malaysia, APMM. Aparat Malaysia berkilah, penembakan itu dilakukan untuk membela-diri.

Namun Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Kemen P2MI selain menyesalkan kejadian ini, tetapi juga mengecam tindakan aparat Malaysia, yang dinilai menggunakan kekuatan yang berlebihan.

Pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia, KBRI, Kuala Lumpur telah mengirim nota diplomatik, dan melakukan upaya diplomasi dengan otoritas negeri tetangga terdekat itu.

Insiden penembakan yang melenyapkan nyawa salah seorang WNI itu, terjadi hanya berselang tiga hari sebelum Presiden Prabowo Subianto, melakukan kunjungan kenegaraan menemui yang dipertuan agung Malaysia, Sultan Ibrahim dan Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim. Presiden Prabowo, tiba di Malaysia, Senin, 27 Januari 2025 sepulangnya dari India.

Insiden pencabutan nyawa WNI oleh aparat Malaysia kali ini, bukanlah yang pertama, dan kemungkinan, bukanlah yang terakhir. Tiga tahun lalu, muncul laporan belasan WNI meninggal dunia di tahanan imigrasi Malaysia, selama tahun 2021 hingga 2022, secara akumulatif.

Selain diduga disiksa selama dalam tahanan detensi keimigrasian Malaysia, banyak WNI yang menjalani tahanan secara tidak layak. Selain itu, Migrant Care mencatat, 19 juni 2012, tiga WNI juga tewas akibat peluru Polis Diraja Malaysia, karena dituduh mencuri.

Dua tahun kemudian, tepatnya 11 Januari 2014, tiga lagi WNI juga meninggal dunia, karena dituduh sebagai perampok. Tindakan keras otoritas Malaysia terhadap WNI, ibarat menjadi pemantik sentimen negatif antarbangsa serumpun ini.

Sejarah mencatat, politik “Ganyang Malaysia” telah berkobar di era Presiden Soekarno di tahun 1960-an.  Di era Presiden Soeharto, hubungan dua bangsa ini terus membaik, hingga terbentuknya perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara ASEAN.

Tetapi, di era Presiden Kelima Megawati Soekarnoputri, hubungan kedua negara, sedikit memanas, akibat kalahnya Indonesia dalam sengketa dua pulau di Semenanjung Kalimantan, dekat Malaysia Timur.

Pulau Sipadan Ligitan, oleh Mahkamah Internasional, diserahkan ke Malaysia, karena dianggap lebih berhak atas pulau itu, setelah Malaysia lebih banyak mengokupasinya. Tahun 2005, di era Presiden Keenam Susilo Bambang Yudhoyono, Malaysia melakukan semacam provokasi di perairan ambalat, yang terletak di laut Sulawesi, dekat Kalimantan Timur.

Di perairan Karang Unarang, Ambalat, kapal perang Malaysia, KD Rencong, bersenggolan dengan KRI Tedung Naga. Insiden itu memicu tensi tinggi hubungan kedua negara. Sengketa atas pulau ambalat terjadi sejak tahun 1969, ketika Malaysia secara sepihak memasukkan wilayah Indonesia itu ke dalam petanya.

Pemicu ketegangan antara Indonesia-Malaysia lainnya adalah permainan di lapangan hijau, sepak bola. Sebagai negara di satu kawasan yang sama, pertandingan sepak bola antarkedua negara, bisa dipastikan memicu sentimen negatif. Tidak sebagaimana apabila Indonesia, bertanding dengan negara tetangga lain, semisal Singapura, Filipina atau Thailand, sekalipun.

Di Malaysia, diksi “Indon”, yang berkonotasi negatif, menjadi olok-olok warga lokal terhadap warga pendatang dari Indonesia. Sebaliknya di Indonesia, muncul diksi peyoratif, “Malingsia” yang dilekatkan pada kasus sengketa Ambalat dan Sipadan Ligitan.

Terlepas dari berbagai insiden yang dianggap lebih sering merugikan pihak Indonesia sebagai bangsa serumpun dan saudara sekandung dalam organisasi ASEAN, tidak sepatutnya kedua bangsa, terus memelihara sentimen negatif itu.

Malaysia, sejak lama, mengambil manfaat dengan banyaknya proyek dan rumah tangga domestiknya, karena keberadaan TKI di sana, yang merupakan jumlah terbesarnya, dibanding tenaga kerja asing lainnya.

Indonesia juga, rakyatnya banyak mendapat manfaat, terutama aliran Ringgit yang dikirim dari Malaysia, hasil para pekerja migran. Artinya, kedua bangsa, saling diuntungkan oleh relasi ekonomi, dan sosialnya masing-masing.

Selain direkatnya oleh spirit dan solidaritas ASEAN semata, Indonesia-Malaysia diikat oleh keserumpunan sebagai bangsa. Di Negeri Jiran itu, tidak sedikit kakek moyangnya ada di Sumatera, Jawa. Kalimantan, Sulawesi dan wilayah lain Indonesia.

Karena itu, insiden penembakan lima WNI yang terjadi di Selangor, 24 Januari 2025 lalu, jangan dijadikan minyak yang dipercikkan ke dalam api. Kedua pihak, harus introspeksi diri.

Selesaikan kasus itu, secara hukum, dalam koridor hubungan diplomatik yang saling menghargai, dan menjunjung tinggi martabat masing-masing bangsa. Islam mengajarkan, menjalin relasi yang baik dengan tetangga, termasuk tetangga negara sekalipun, adalah kewajiban.

* Penulis adalah Direktur Televisi Muhammadiyah.

* Artikel ini sudah naik di website tvmu.tv dengan judul yang sama.

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

Ads Banner

Lihat Juga Tag :

Populer