Kontroversi Serial Bidaah di Malaysia, Muhammadiyah Beri Penjelasan Tegas

Kontroversi Serial Bidaah di Malaysia, Muhammadiyah Beri Penjelasan Tegas
Muhammadiyah memberi penjelasan tentang bid’ah usai viralnya drama web dari Malaysia, Bidaah. (Foto:ecentral.my)

MAKLUMAT — Belakangan ini, drama web berjudul Bidaah asal Malaysia tengah ramai diperbincangkan di kalangan warganet Indonesia. Mengangkat isu-isu keagamaan yang sensitif, sinetron ini memantik kembali diskusi klasik seputar istilah “bid’ah” dalam Islam. Istilah ini sering kali menjadi bahan perdebatan, bahkan pemicu kontroversi.

Seperti dilansir dari laman Muhammadiyah, Sabtu (19/4/2025), kata bid’ah berasal dari akar kata Arab al-bida’, yang berarti menciptakan sesuatu yang baru tanpa contoh sebelumnya. Namun dalam konteks syariat, maknanya menjadi jauh lebih kompleks.

Imam As-Syatiby dalam karya monumentalnya Al-I’tisham mendefinisikan bid’ah sebagai cara atau praktik dalam agama yang dibuat-buat, menyerupai ajaran syariat, dengan maksud berlebihan dalam beribadah kepada Allah SWT. Artinya, tidak semua inovasi bisa langsung disebut bid’ah dalam arti syar’i, kecuali jika menyimpang dari ajaran pokok agama.

Hadis Rasulullah SAW yang sering dikutip dalam hal ini berbunyi:

كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَكُلُّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ
“Setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di neraka.”

Meski terdengar tegas, para ulama menjelaskan bahwa makna hadis tersebut tidak serta-merta mencakup semua hal baru. Imam Nawawi, misalnya, dalam Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim menekankan bahwa lafaz “kullu” (setiap) dalam hadis tersebut bersifat umum namun bermakna khusus. Artinya, hanya bid’ah yang menyimpang dari syariat yang tergolong sesat.

Senada, Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fath al-Bari menjelaskan bahwa bid’ah yang sesat adalah yang tidak memiliki dasar dari syariat, baik secara umum maupun khusus. Inovasi yang sesuai dengan semangat syariat, justru dapat diterima.

Baca Lainnya  Setyo Wahono Beber Konsep Pembangunan Bojonegoro Bareng Muhammadiyah

Contoh sikap Rasulullah SAW terhadap inovasi juga menunjukkan adanya kelenturan. Ketika Bilal bin Rabah berwudhu setiap kali batal sebagai bentuk ketekunan ibadah, Rasulullah tidak melarangnya. Bahkan, beliau memuji sahabat yang merukyah orang yang digigit ular, meskipun caranya belum pernah dicontohkan sebelumnya.

Pasca wafatnya Rasulullah SAW, para sahabat pun melakukan inovasi yang hari ini menjadi bagian penting dari tradisi Islam. Abu Bakar mengumpulkan Al-Quran demi menjaga keutuhan wahyu. Umar bin Khattab menginisiasi salat tarawih berjamaah. Semua itu diterima karena tidak bertentangan dengan prinsip syariat dan memberi maslahat bagi umat.

Pandangan Muhammadiyah Tentang Bid’ah

Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah memiliki pandangan yang tegas namun moderat dalam menyikapi bid’ah. Menurut fatwa resminya, bid’ah adalah perbuatan atau perkataan yang dianggap sebagai ibadah ritual (umur ta’abbudiy) tanpa dasar perintah atau contoh dari Rasulullah SAW.

Muhammadiyah menegaskan bahwa bid’ah tidak mencakup urusan duniawi seperti teknologi, pendidikan, atau administrasi. Fokus utamanya adalah pada ibadah ritual, yang harus didasarkan pada nash-nash syar’i yang sahih dan jelas. Misalnya, tata cara shalat, puasa, zakat, dan haji yang telah ditentukan oleh Rasulullah dan tidak boleh ditambah-tambahi.

Dalam salah satu hadis, Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barang siapa yang membuat perkara baru dalam agama kami yang bukan darinya, maka perkara itu tertolak.”

Pandangan ini menjadi pengingat agar umat Islam bijak dalam menilai sesuatu yang baru. Tidak semua hal baru otomatis sesat, namun setiap inovasi dalam ibadah harus ditimbang berdasarkan Al-Quran, Sunnah, dan prinsip syariat.

Baca Lainnya  DPP IMM Sebut Gugatan Terhadap Anwar Abbas untuk Kaburkan Proses Hukum Panji Gumilang

Dalam konteks ini, perdebatan tentang bid’ah bukan sekadar soal istilah, melainkan refleksi dinamika pemahaman umat terhadap agama. Inovasi bisa menjadi penyimpangan jika tanpa dasar, namun bisa pula menjadi jalan kebaikan jika sejalan dengan syariat.

Wallahu a’lam.