MAKLUMAT — Acara Panggung Rakyat bertajuk “100 Hari Kepemimpinan Bupati Sugiri Sancoko dan Wakil Bupati Lisdiyarita” yang dihadiri sejumlah tokoh aktivis mahasiswa akhir pekan lalu di Ponorogo berujung intimidasi dan dibubarkan paksa oleh sekelompok organisasi.
Aksi pembubaran ini dinilai sebagai bentuk premanisme yang mencederai demokrasi dan mengekang ruang kebebasan berekspresi. Padahal acara tersebut berlangsung damai.
Wakil Ketua Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah (PDPM) Ponorogo, Yazid Fanani, menyesalkan tindakan tersebut dan menyebutnya sebagai ancaman serius terhadap ruang publik dan kebebasan berpendapat.
“Tentu saja, pembubaran acara seperti ini enggak cuma menghambat kebebasan berpendapat, tapi juga bisa menghalangi partisipasi publik untuk secara aktif berkontribusi dalam proses demokrasi. Harusnya panggung rakyat itu menjadi ruang bagi masyarakat bisa menyampaikan aspirasi, kritik,” ujarnya dalam keterangan yang diterima Maklumat.ID, Rabu (4/5/2025).
Membatasi Ruang Ekspresi dan Aspirasi Publik
Menurut Yazid, kejadian ini bukan hanya insiden biasa, tapi bagian dari pola yang menunjukkan makin menyempitnya ruang-ruang ekspresi publik di Indonesia. Ia menilai faktor seperti meningkatnya intoleransi serta polarisasi politik dan sosial menjadi penyebab utama pembubaran acara-acara seperti ini.
Tak hanya itu, Yazid juga menyoroti lemahnya tindakan aparat keamanan. Ia menduga ada unsur pembiaran dari pihak kepolisian yang seharusnya bisa mencegah terjadinya intimidasi.
“Pembubaran Panggung Rakyat melalui aksi premanisme tersebut merupakan alarm nyaring yang menandai bahwa kebebasan sipil semakin menyempit di tengah demokrasi yang semakin surut,” tegasnya.
Ia menambahkan, bila aparat tidak bertindak tegas, maka hal serupa sangat mungkin terjadi kembali di masa depan dan justru menciptakan budaya ketakutan di tengah masyarakat.
“Jika pembubaran Panggung Rakyat dan kegiatan lain dibiarkan begitu saja bisa menciptakan budaya ketakutan di kalangan masyarakat dan menghalangi akses mereka untuk menyampaikan pendapat,” sorotnya.
Aparat Harus Segera Usut Tuntas
Lebih lanjut, Yazid mendesak Polres Ponorogo agar segera mengusut tuntas kasus ini dan memberikan sanksi tegas kepada pelaku.
“Aksi premanisme dan pembubaran paksa acara diskusi dan kegiatan lainnya merupakan preseden buruk terhadap kebebasan berpendapat di Ponorogo,” tegasnya.
Menurut Yazid, kebebasan menyampaikan pendapat sudah dijamin oleh konstitusi dan tidak seharusnya dikekang oleh kelompok-kelompok yang intoleran atau dibiarkan oleh aparat.