Paparan Gadget Picu Bunuh Diri? Begini Penjelasan Dosen Psikologi UMM

Paparan Gadget Picu Bunuh Diri? Begini Penjelasan Dosen Psikologi UMM

MAKLUMAT – Paparan gadget yang berlebihan bisa memicu risiko yang tidak kecil. Bahkan bisa berujung pada aksi bunuh diri. Namun persoalan ini tidak sepenuhnya benar tetapi perlu menjadi perhatian serius.

Inilah yang menjadi perhatian dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Ibnu Sutoko, S.Psi., M.Psi,. Menurutnya, hubungan kedua masalah ini tidak bersifat secara langsung, tetapi melalui proses yang kompleks dan berlapis.

“Kalau berbicara keterkaitannya, itu memang tidak bisa langsung. Pasti ada hal yang membuat kedua hal tersebut memiliki irisan,” ujar Ibnu.

Gadget bisa menjadi stimulan yang memicu reaksi emosional individu, melalui konten yang dikonsumsi. Misalnya menampilkan kehidupan ideal, seperti keluarga harmonis atau pencapaian tertentu. Situasi ini bisa memperparah konflik internal seseorang yang sedang mengalami masalah berat.

Kontradiksi Teknologi Pengaruhi Emosi

“Misalnya orang dengan masalah berat. Kemudian melihat keluarga cemara, keluarga yang harmonis di dalam gadget. Kondisi ini tidak ia dapatkan, maka itu memunculkan konflik secara internal,” terangnya.

Ibnu menambahkan, individu yang memiliki kecenderungan bunuh diri umumnya sedang mencari pembenaran rasional. Akibatnya, algoritma media sosial justru akan terus menampilkan konten yang relevan. Ini bisa memperparah kondisi psikologis pengguna.

Sebelumnya, Ibnu telah membaca sebuah penelitian terkait paparan screen time memberi pengaruh pada perilaku ide bunuh diri. Ia menilai, paparan media sosial lebih dari delapan jam sehari sangat berisiko.

Baca Lainnya  Gerakkan Komunitas Influencer Muhammadiyah, LHKP PWM Jatim Gelar Pelatihan Content Creator

Secara klinis, kecanduan gadget belum masuk kategori gangguan psikologis. Namun sudah masuk ke dalam kondisi yang memerlukan perhatian serius. “Ide bunuh diri sangat bervariasi, dan itu tergantung usia,” tegasnya.

Relevansi Aksi Tak Pandang Usia

Remaja, misalnya, rentan karena sedang mencari jati diri. Dewasa awal menghadapi tekanan membangun relasi. Di usia dewasa pertengahan terbebani pekerjaan dan hubungan asmara. Sedangkan pada lansia bergulat dengan kesepian dan menurunnya produktivitas.

“Apabila individu tidak mampu memenuhi kebutuhan pada setiap fase, rentan stress yang nantinya memunculkan ide bunuh diri,” ia menambahkan. Menurut Ibnu, faktor yang mendorong munculnya ide bunuh diri adalah tumpukan emosi, yang lambat laun meledak.

Ibnu menilai fenomena ini sudah terjadi sejak dulu. Namun, perkembangan teknologi dan keterbukaan media membuat kasus tersebut kini lebih terlihat. Distorsi teknologi memudahkan seseorang bebas mengakses apapun.

“Bahkan ada yang kalah judi online hingga miliaran, dan memilih mengakhiri hidup karena tidak punya pekerjaan untuk mengganti utang,” katanya.

Berani Terbuka dan Bicara

Persoalan lain yang bisa mendorong ide bunuh diri banyaknya pemberitaan serupa. Informasi ini menstimulasi individu yang mengalami krisis mendorong meniru peristiwa di pemberitaan. Sebagai langkah pencegahan, Ibnu menekankan pentingnya kesadaran diri dan keterbukaan mencari pertolongan profesional.

Poin penting lainnya adalah peran orang di sekitar. Perubahan perilaku, seperti menarik diri atau tiba-tiba menghilang dari lingkungan sosial, harus menjadi perhatian.

Baca Lainnya  Warga Kedungmlati Wakafkan 1,5 Hektare Sawah dan Mushola untuk Muhammadiyah Jombang

“Jangan keras kepala. Ciptakan coping adaptif, pengalihan stres yang sehat, sebagai langkah awal pencegahan,” tutupnya.

 

Kontak Bantuan

Bunuh diri bukan jawaban apalagi solusi dari semua permasalahan hidup yang seringkali menghimpit. Bila Anda, teman, saudara, atau keluarga yang Anda kenal sedang mengalami masa sulit, dilanda depresi dan merasakan dorongan untuk bunuh diri, sangat disarankan menghubungi dokter kesehatan jiwa di fasilitas kesehatan (Puskesmas atau Rumah Sakit) terdekat.

Bisa juga mengunduh aplikasi Sahabatku: https://play.google.com/store/apps/details?id=com.tldigital.sahabatku

Atau hubungi Call Center 24 jam Halo Kemenkes 1500-567 yang melayani berbagai pengaduan, permintaan, dan saran masyarakat.

Anda juga bisa mengirim pesan singkat ke 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat surat elektronik (surel) [email protected].

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *