24.8 C
Malang
Minggu, Maret 9, 2025
OpiniParadoks Politik: Antara Janji dan Realita yang Tak Pernah Bertemu

Paradoks Politik: Antara Janji dan Realita yang Tak Pernah Bertemu

Politik.
Politik.

MAKLUMAT — Hari-hari belakangan, seolah penuh paradoks dalam dunia politik. Di satu sisi, para pemimpin sibuk berkoar tentang janji-janji manis: reformasi, keadilan, dan kesejahteraan rakyat. Di sisi lain, realita yang terjadi justru jauh dari kata ideal. Korupsi masih merajalela, kebijakan publik seringkali tidak pro-rakyat, dan ketimpangan sosial semakin melebar. Seolah-olah, dunia politik adalah panggung sandiwara di mana janji dan realita tak pernah benar-benar bertemu.

Allah SWT telah mengingatkan kita tentang bahaya orang-orang yang hanya pandai berjanji tapi tidak menepati:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ. كَبُرَ مَقْتًا عِندَ اللَّهِ أَن تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Ash-Shaff: 2-3) 

Ayat ini menjadi tamparan keras bagi para pemimpin yang hanya pandai beretorika tapi lupa bertindak nyata.

Rasulullah SAW juga pernah bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini mengajarkan kita bahwa setiap perkataan harus diikuti dengan tindakan nyata. Jika tidak, lebih baik diam.

Paradoks Politik: Janji vs Realita

Di tanggal 2 Maret 2025, dunia politik Indonesia kembali dihadapkan pada paradoks yang memilukan. Di satu sisi, pemerintah mengklaim telah berhasil menekan angka kemiskinan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Namun, di sisi lain, rakyat kecil masih kesulitan memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, pendidikan, dan kesehatan.

Contoh nyata adalah kebijakan subsidi BBM yang justru membuat harga kebutuhan pokok melambung tinggi. Rakyat miskin semakin terpuruk, sementara para konglomerat semakin kaya. Ini adalah bentuk paradoks yang nyata: kebijakan yang seharusnya pro-rakyat justru menjadi bumerang bagi rakyat sendiri.

Korupsi: Masalah Klasik yang Tak Kunjung Usai

Korupsi masih menjadi momok menakutkan di negeri ini. Meski sudah banyak pejabat yang ditangkap oleh KPK, praktik korupsi masih merajalela. Bahkan, ada indikasi bahwa korupsi kini dilakukan dengan cara yang lebih canggih dan sulit terdeteksi.

Allah SWT berfirman:

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan janganlah kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain dengan cara dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 188)

Ayat ini jelas melarang segala bentuk korupsi, termasuk suap-menyuap dan penggelapan harta.

Ketimpangan Sosial: Dampak dari Politik yang Tidak Adil

Ketimpangan sosial semakin melebar di Indonesia. Data terbaru menunjukkan bahwa 1% orang terkaya di Indonesia menguasai lebih dari 50% kekayaan nasional. Ini adalah bentuk ketidakadilan yang sangat nyata.

Rasulullah SAW pernah bersabda:

مَنْ لَمْ يَهْتَمَّ بِأَمْرِ الْمُسْلِمِينَ فَلَيْسَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang tidak peduli dengan urusan umat Islam, maka ia bukan bagian dari mereka.” (HR. Thabrani)

Hadis ini mengingatkan kita bahwa seorang pemimpin harus peduli dengan nasib rakyatnya. Jika tidak, maka ia tidak pantas disebut sebagai pemimpin.

Solusi: Kembali ke Jalan yang Benar

Di tengah paradoks politik yang memilukan, kita harus kembali ke jalan yang benar. Jalan yang diajarkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Beberapa langkah yang bisa dilakukan antara lain:

1. Meningkatkan Integritas Pemimpin

Pemimpin harus memiliki integritas yang tinggi. Mereka harus jujur, amanah, dan bertanggung jawab.

2. Mengawasi Kebijakan Publik

Masyarakat harus aktif mengawasi kebijakan publik. Jika ada kebijakan yang tidak pro-rakyat, kita harus berani menyuarakan kritik.

3. Memilih Pemimpin yang Berkualitas

Saat Pemilu tiba, pilihlah pemimpin yang benar-benar berkualitas dan memiliki track record yang baik.

4. Berdoa untuk Perubahan

Di bulan Ramadhan ini, mari kita berdoa agar negeri ini dipimpin oleh orang-orang yang amanah dan bertakwa.

Tanggal 2 Maret 2025 menjadi pengingat bagi kita semua bahwa dunia politik penuh dengan paradoks. Janji dan realita seringkali tak pernah bertemu. Namun, sebagai umat Islam, kita punya pedoman yang jelas: Al-Qur’an dan Hadis. Mari kita jadikan pedoman ini sebagai landasan untuk menciptakan perubahan yang nyata.

Seperti kata pepatah, “Perubahan dimulai dari diri sendiri.” Yuk, bersama-sama wujudkan Indonesia yang lebih baik!

_____

Penulis: Nashrul Mu’minin, adalah Content Writer Yogyakarta

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

BACA JUGA ARTIKEL TERKAIT

ARTIKEL LAINNYA

Populer