
MAKLUMAT – Wakil Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah, Ma’mun Murod menyorot soal rendahnya tingkat partisipasi pemilih dalam Pilkada serentak 2024 yang baru saja berlangsung, 27 November lalu.
Ma’mun menilai, partisipasi pemilih yang bahkan berada di bawah 70 persen menurut perkiraan KPU RI, justru menunjukkan publik yang semakin cerdas.
Dia mengaitkannya dengan praktik money politics (politik uang) yang menurutnya telah gagal membuat masyarakat berbondong-bondong memilih kontestan yang memberinya imbalan.
“Sedikitnya partisipasi masyarakat dalam Pilkada menandakan semakin cerdasnya masyarakat. Meski disuguhi money politics, masyarakat ternyata tidak terlalu tertarik,” ujar Ma’mun kepada Maklumat.ID, Ahad (1/12/2024).
Pria yang juga Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) itu menduga, rendahnya tingkat partisipasi pemilih dalam Pilkada serentak 2024 berasal dari kalangan kelas menengah ke atas.
Menurutnya, masyarakat di kelas tersebut merasa muak dengan desain politik yang ada, yang hanya menjadi alat dari kepentingan para elit untuk semakin mencengkeram kekuasaannya.
“Saya melihat bahwa partisipasi rendah rasanya berasal dari kelas menengah ke atas. Mereka inilah yang mulai muak dari perilaku elit yang dengan kuasanya mencoba menawarkan model politik yang memang sengaja didesain agar masyarakat malas datang ke TPS, yang salah satunya ditandai dengan kebijakan elit yang lebih menginginkan sedikit calon dalam Pilkada,” kata Ma’mun.
“Bahkan kalau perlu ya hanya dengan calon tunggal yang dalam pilkada kali ini jumlahnya sangat banyak,” sambungnya.
Masih menurut Ma’mun, hal itu juga mencerminkan kehendak rakyat, utamanya mereka di kalangan menengah ke atas yang menginginkan praktik demokrasi substantif di Indonesia, yang menghadirkan keadilan ekonomi, hukum, dan berbagai sektor lain.
“Menengah ke atas maunya demokrasi substantif itu hadir, yang mewujudkan elit politik yang berkualitas, partai politik yang menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik, keadilan ekonomi, hukum tidak dijadikan sebagai instrumen politik utk menjerat lawan-lawan politik,” tandas Ma’mun.
Tingkat Partisipasi Pemilih Rendah
Berdasarkan data yang diolah dari berbagai sumber, tingkat partisipasi pemilih dalam Pilkada serentak 2024 rata-rata berada di bawah 70 persen.
Penurunan cukup drastis terjadi jika angka tersebut dibandingkan dengan Pilpres dan Pileg 2024 pada 14 Februari lalu, yang mencapai 81,78 persen.
Di Jakarta, tingkat partisipasi pemilih dalam Pilkada hanya sekitar 57,9 persen, berbanding 78,78 persen ketika Pilpres dan Pileg lalu.
Di Jawa Timur, partisipasi pemilih dalam Pilkada hanya di angka 69,8 persen, turun drastis dari Pilpres lalu yang mencapai 84,06 persen.
Hal demikian juga terjadi di daerah-daerah lain, seperti di Jawa Barat yang partisipasi pemilih dalam Pilkada hanya 66,3 persen, di Banten hanya 61,59 persen, di Sumatera Utara hanya 55,6 persen, dan lain sebagainya.
Komisioner KPU RI August Mellaz mengungkapkan, tingkat partisipasi pemilih dalam Pilkada serentak 2024 emang cenderung turun jika dibandingkan dengan Pilpres dan Pileg 2024.
Secara umum, Mellaz menyebut tingkat partisipasi pemilih dalam Pilkada serentak kali ini berada di bawah angka 70 persen.
Meski begitu, Mellaz menegaskan angka tersebut belum resmi, sebab KPU masih menunggu data lengkap dari rekapitulasi di daerah-daerah yang menggelar Pilkada.
“Secara umum, ya kurang lebih di bawah 70 persen, secara nasional rata-rata. Meskipun rata-rata nasional biasanya kalau dalam konteks Pilkada dibandingkan Pilpres, Pileg atau pemilu nasional itu biasanya di bawah,” ujar Mellaz, Jumat (29/11/2024) lalu.
Sebab itu, Mellaz menegaskan, pihaknya bakal segera melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Pilkada serentak 2024, selepas seluruh tahapan rekapitulasi perolehan suara usai nanti.