Pemerintah Dinilai Lamban Antisipasi Penanganan Karhutla

Pemerintah Dinilai Lamban Antisipasi Penanganan Karhutla

MAKLUMAT — Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman, menilai respon pemerintah masih terlalu lamban dalam menangani kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang kembali terjadi dan melanda sejumlah wilayah di Sumatera. Menurutnya, meski teknologi pemantauan seperti Karhutla Monitoring System (KMS) telah tersedia, langkah antisipatif pemerintah belum tampak jelas di lapangan.

Pernyataan tersebut ia sampaikan menyusul laporan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Pekanbaru, yang mencatat setidaknya 694 titik panas di seluruh provinsi di Pulau Sumatera per Sabtu (19/7/2025). Provinsi Riau tercatat sebagai wilayah dengan titik panas terbanyak, yakni 259 hotspot atau sekitar 40 persen dari total jumlah.

“Kami mendoakan semua petugas di lapangan, termasuk Manggala Agni, TNI, Polri, BPBD, dan relawan lainnya agar selalu diberi kekuatan dalam menjalankan tugas. Mereka berjibaku memadamkan api di kondisi serba terbatas, bahkan hanya dengan tongkat karena tidak adanya sumber air di lokasi,” kata Alex dilansir laman resmi DPR RI, Senin (21/7/2025).

Kondisi Geografis Sulit Diakses

Alex juga menyoroti tidak berfungsinya helikopter water bombing milik BPBD Riau, yang sangat menyulitkan proses pemadaman di tengah kondisi geografis yang sulit diakses dengan peralatan darat.

Berdasarkan data BMKG, titik panas di Provinsi Riau tersebar di berbagai wilayah, dengan konsentrasi tertinggi berada di Kabupaten Rokan Hulu (107 titik) dan Rokan Hilir (95 titik). Selain itu, titik panas juga terdeteksi di Kota Dumai (17), Kabupaten Siak (15), Kampar (10), Pelalawan (7), Bengkalis (5), Kuantan Singingi (2), dan Indragiri Hulu (1).

Baca Juga  Tegaskan Keberpihakan, IMM Akan Kerahkan Massa untuk Aksi Bela Palestina

“Akibat titik panas ini, kabut asap juga mulai terbentuk dan telah terpantau menyebar hingga ke wilayah Malaysia berdasarkan citra satelit pada Minggu (20/7/2025),” jelasnya.

Politisi PDI Perjuangan (PDIP) itu mendesak agar sistem KMS benar-benar dioptimalkan. Ia menilai sistem yang dikembangkan bersama platform Global Forest Watch Fires (GFW-Fires) tersebut seharusnya bisa memberikan data presisi secara real-time untuk deteksi dini dan pencegahan karhutla.

Ia mengungkapkan bahwa KMS mampu menyajikan data visual kejadian kebakaran dengan resolusi hingga 50×50 cm, dan berada di bawah koordinasi Kantor BP REDD+ Jakarta dengan tiga fokus utama: pencegahan, pengawasan, dan penegakan hukum.

“Namun sayangnya, dalam karhutla tahun ini, publik belum melihat peran nyata BP REDD+ dalam mengatasi kebakaran yang terus berulang setiap tahun,” ungkapnya.

Dampak Luas Karhutla

Lebih lanjut, Alex mengingatkan bahwa dampak karhutla tidak hanya terbatas pada kerusakan lingkungan, tetapi juga menimbulkan gangguan kesehatan, aktivitas masyarakat, hingga mencoreng hubungan antarnegara akibat asap lintas batas.

“Ini saatnya BP REDD+ menunjukkan kebermanfaatannya secara konkret, apalagi dalam mendukung Asta Cita Presiden Prabowo untuk menurunkan kemiskinan, meningkatkan kualitas SDM, serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” tambahnya.

Ia juga menekankan pentingnya penegakan hukum secara tegas terhadap para pelaku pembakaran, terlebih dengan kondisi suhu di sejumlah wilayah Sumatera yang kini tercatat lebih tinggi dibandingkan rata-rata suhu satu dekade terakhir.

Baca Juga  Zainuddin Maliki Berharap Muktamar HW Hasilkan Rumusan untuk Bahan Revisi UU Kepramukaan
*) Penulis: Ubay NA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *