BADAN Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar Rapat Panitia Kerja (Panja) untuk membahas Revisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Dalam rapat yang digelar Rabu (21/8), Panja fokus membahas 16 Daftar Inventaris Masalah (DIM) yang mencakup perubahan redaksional dan substansi pada UU Pilkada. Revisi UU Pilkada ini akan disahkan dalam rapat paripurna DPR yang rencananya digelar pada Kamis (22/8) hari ini.
Salah satu perubahan substansial yang disepakati adalah perubahan nomenklatur dari “Panwaslu” menjadi “Bawaslu” sesuai dengan Putusan MK Nomor 48/PUU-XVII/2019 pada DIM nomor 31.
Selain itu, terdapat perubahan pada DIM nomor 50 yang mengatur nomenklatur “PPL” menjadi Panitia Pengawas Pemilihan Kelurahan/Desa. Namun, untuk Bawaslu Kabupaten/Kota tidak lagi dilakukan pembentukan karena sudah dibentuk saat Pemilu.
Wakil Ketua Baleg DPR RI, Achmad Baidowi, menjelaskan bahwa perubahan tersebut tidak hanya redaksional tetapi juga substansial, terutama dalam pengertian pembentukan Bawaslu kabupaten/kota yang kini harus merujuk pada aturan dari Bawaslu RI.
“Ini ada perubahan substansi karena di DIM 31 ini bertentangan dengan undang-undang pemilu karena Bawaslu kabupaten/kota itu dibentuk oleh Bawaslu RI,” ujar Achmad Baidowi dikutip dari keterangan resmi DPR, Rabu (21/08/2024).
Pada DIM nomor 72, yang berkaitan dengan usia minimal calon kepala daerah, delapan fraksi DPR sepakat melakukan perubahan sesuai keputusan Mahkamah Agung (MA), kecuali Fraksi PDI-Perjuangan. Kini, usia minimal calon gubernur dan wakil gubernur ditetapkan 30 tahun, sementara untuk calon bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota menjadi 25 tahun.
Selain itu, pada DIM nomor 87, Panja juga menyetujui perubahan substansial terkait kewajiban anggota DPR, DPD, dan DPRD untuk mengundurkan diri sejak ditetapkan sebagai calon peserta Pilkada, merujuk pada Putusan MK nomor 33/PUU-XIII/2015.
Pada DIM nomor 88, terjadi perubahan redaksional yang mengganti istilah pegawai negeri sipil menjadi ASN, menyesuaikan dengan UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN.
Panja DPR juga menyepakati perubahan signifikan terkait syarat ambang batas pencalonan kepala daerah, merujuk pada Putusan MK nomor 60/PUU-XXII/2024. Dalam revisi UU Pilkada ini, syarat ambang batas pencalonan hanya berlaku untuk partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD.
Partai atau gabungan partai yang tidak memiliki kursi di DPRD provinsi kini dapat mengajukan calon dengan ketentuan memperoleh suara sah 6,5 hingga 10 persen, tergantung jumlah daftar pemilih tetap di provinsi tersebut.
Untuk partai politik yang memiliki kursi di DPRD, aturan lama tetap berlaku, yaitu pencalonan kepala daerah harus didukung oleh minimal 20 persen jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari total suara sah dalam pemilihan anggota DPRD di daerah bersangkutan.
Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, TB Hasanuddin menanggapi soal hasil rapat Baleg DPR terkait Revisi UU Pilkada dan Putusan MK. “Ini bertentangan dengan Keputusan MK nah kalau keputusan MK itu adalah untuk semua kan ya di sini hanya ditulis untuk yang tidak memiliki kursi,” kata TB Hasanuddin.
Dia memastikan, PDI Perjuangan tidak akan kendur dan terus mendorong agar demokrasi di Indonesia tetap berjalan sesuai dengan aturan yang telah disepakati. TB menekankan, PDI Perjuangan akan sepakat dengan asas keputusan MK terkait ambang batas Pilkada 2024.
“Kita mendorong agar demokrasi di Indonesia tetap berjalan sesuai dengan aturan yang kesepakatan yang sudah kita sepakati kita akan taat azas kepada keputusan MK,” jelas TB Hasanuddin dikutip dari akun X @PDI_Perjuangan.
Repdem, sayap PDI Perjuangan dengan tegas akan mengawal keputusan Mahkamah Konstitusi. Menurut pasal 24c ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dan menurut asas erga omnes keputusan MK adalah keputusan yang final dan mengikat.
“Seluruh kader Repdem seluruh Indonesia untuk menyerukan perlawanan dalam bentuk apapun dan tetap patuh pada hukum yang berlaku,” kata Ketua Umum Repdem Wanto Sugito