Penjualan PC di Amerika Serikat Tumbuh, Strategi Hindari Tarif Baru

Penjualan PC di Amerika Serikat Tumbuh, Strategi Hindari Tarif Baru

MAKLUMATPenjualan PC di Amerika Serikat mengalami lonjakan signifikan pada kuartal pertama 2025. Berdasarkan data dari Canalys, yang kini beroperasi di bawah Omdia, mencatat pengiriman desktop dan laptop naik 15 persen dari periode yang sama tahun lalu. Canalys mencatat penjualan itu mencapai 16,9 juta unit. Namun, lonjakan ini bukan tanpa konsekuensi.

Lonjakan penjualan PC di Amerika Serikat didorong strategi para produsen yang buru-buru mengirimkan stok sebelum kebijakan tarif baru berlaku. Akibatnya, terjadi penumpukan stok besar-besaran di tingkat distributor dan ritel. Stok ini kini menjadi pekerjaan rumah bagi pasar untuk dihabiskan dalam waktu dekat.

Canalys memperkirakan pasar PC akan melambat pada sisa 2025. Meski penjualan PC di AS mencatat awal yang kuat, pertumbuhan sepanjang tahun ini bakal hanya naik 2 persen secara tahunan. Salah satu faktor yang membatasi pertumbuhan adalah turunnya daya beli konsumen di tengah tekanan inflasi dan ketidakpastian ekonomi.

Sementara itu, pasar bisnis justru memberikan harapan. Penjualan PC untuk kebutuhan perusahaan diprediksi tetap sehat sepanjang 2025, dengan pertumbuhan sekitar 8 persen. Angka ini kontras dengan proyeksi penurunan 4 persen pada segmen konsumen.

Tak Terpengaruh Upgrade Sistem

Banyak perusahaan, khususnya usaha kecil dan menengah (UKM), mulai mempercepat pembaruan perangkat menuju Windows 11 menjelang berakhirnya dukungan Windows 10 pada Oktober 2025.

Direktur Riset Canalys, Ishan Dutt, menilai peralihan bisnis ke Windows 11 menjadi kabar baik bagi industri. “Permintaan dari sektor bisnis akan menguat di paruh kedua 2025 seiring Microsoft semakin gencar mengampanyekan pentingnya pembaruan perangkat,” ujarnya, mengutip laman resmi.

Baca Juga  DK3P Jatim Sebut Pengelolaan Sampah yang Buruk Bisa Jadi Dosa Jariyah

Namun, kondisi di pasar konsumen tidak sejalan. Menurut Research Manager Canalys, Kieren Jessop,  mengungkapkan bahwa minat konsumen membeli PC baru masih rendah meski batas akhir Windows 10 semakin dekat.

“Konsumen biasanya baru tergoda membeli PC jika perangkatnya mulai lambat, baterainya cepat habis, atau mengalami kerusakan. Mereka cenderung tak peduli isu sistem operasi sampai benar-benar terasa mengganggu,” kata Jessop.

Selain itu, kompleksitas spesifikasi dan pesan pemasaran yang kurang jelas justru memperumit proses pembelian PC. Jessop menilai produsen dan mitra distribusi harus menyederhanakan pengalaman belanja PC. Mereka perlu menawarkan pilihan produk yang lebih terfokus dan membimbing konsumen dalam memilih perangkat yang sesuai kebutuhan.

Inflasi Ancam Amerika Serikat

Di sisi lain, risiko inflasi juga membayangi. Meskipun PC belum masuk dalam daftar barang yang terkena tarif baru, lonjakan harga pada kategori produk lain mulai terasa. Hal ini mendorong Federal Reserve (Bank Sentral AS) menunda rencana pemangkasan suku bunga, memicu kekhawatiran harga akan terus naik.

Dengan stok PC di toko yang masih melimpah, kemungkinan besar pengiriman pada paruh kedua 2025 akan tertahan.

Data dari Canalys menyebutkan kuartal pertama tahun ini menjadi milik HP, dengan penjualan 4 juta unit. Perusahaan yang didirikan Bill Hewlett dan David Packard ini mengusai 24,3 persen. Sedangkan Dell, Lenovo, Apple, dan Acer, secara berurutan mengisi posisi kedua hingga kelima.

Baca Juga  Tegaskan Komitmen Jaga Persatuan Jelang Pemilu 2024, Kokam Gelar Apel Akbar di Solo

Penjualan PC di Amerika Serikat cukup kuat di awal tahun. Namun prediksi hingga akhir tahun tampaknya tidak akan mulus. Tarik-menarik antara permintaan bisnis yang sehat dan konsumen yang menahan belanja akan menentukan arah pasar ke depan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *