MAKLUMAT – Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, Muhammad Sholihin Fanani menyampaikan dukungan agar pemerintah kembali mengadakan ujian nasional (UN) bagi siswa sekolah.Menurutnya, UN masih menjadi sarana penting dalam mengevaluasi pembelajaran siswa sebelum menuju ke jenjang pendidikan selanjutnya, sekaligus alat untuk mengevaluasi kinerja guru, sekolah, hingga pihak-pihak pengambil kebijakan.
“Saya melihat bahwa berbicara masalah UN itu harus dari berbagai sudut pandang, salah satunya dari sisi manfaatnya maupun madarat,” ujar Abah Shol, panggilan akrabnya, kepada Maklumat.ID, Senin (18/11/2024).
“Saya melihat UN itu masih lebih banyak manfaatnya daripada madarat-nya,” sambungnya.
Tidak adanya UN beberapa tahun belakangan, menurut Abah Shol, membuat beberapa dampak negatif bagi para pelajar.
“Misalnya, dengan tidak adanya UN saat ini membuat banyak anak-anak sekarang jadinya ogah-ogahan untuk belajar,”
Di sisi lain, pihak sekolah menurut Abah Shol juga tidak memiliki target yang jelas. Sebab, kelulusan para siswa telah menjadi urusan sekolah sepenuhnya.
Hal itu, kata Abah Shol, mengakibatkan sekolah kurang inovasi dalam kegiatan pembelajaran atau semacamnya untuk bisa mendukung perkembangan pendidikan siswanya.
“Dampak lain, mohon maaf, kita agak sulit juga untuk mendisiplinkan anak-anak. Akhir-akhir ini juga kita semakin banyak mendengar dan melihat kan kasus-kasus,” ungkapnya.
Menurut Abah Shol, kasus-kasus tersebut kemungkinan karena siswa tidak memiliki aktivitas lain sepulang sekolah, lantaran tidak ada target yang harus dikejar.
“Akhirnya malah terlibat pada aktivitas-aktivitas yang merugikan dirinya sendiri, merugikan sekolah, merugikan orang tua. Banyak hal, mengorbankan moral, agama, karena anak-anak tidak ada sesuatu tertentu yang harus dicapai dalam pembelajaran,” jelasnya.
Penyempurnaan Pelaksanaan UN
Kendati mendukung UN kembali diadakan, mantan Kepala SD Muhammadiyah 4 (Mudipat) Pucang, Kota Surabaya itu juga menyorot perbaikan dalam mekanisme dan pelaksanaannya.
“Memang perlu disempurnakan atau diperbaiki lagi mekanismenya, pelaksanaannya, dan targetnya bagaimana,” ujarnya.
Dia berharap agar UN kembali diadakan, tetapi tidak menjadi satu-satunya tolak ukur kelulusan siswa.
“Saya berharap UN ada lagi, tapi mungkin tidak menjadi satu-satunya tolak ukur kelulusan. Tapi tetap menjadi bagian penting untuk kelulusan dan menjadi bagian penting juga untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya,” harapnya.
“Sehingga UN itu tetap ada sebagai ukuran, tapi bukan satu-satunya tolak ukur, dan sehingga tidak menjadi momok juga bagi anak-anak,” imbuh Abah Shol.
Sarana Evaluasi Berbagai Hal
Lebih lanjut, Abah Shol menilai adanya UN juga bermanfaat sebagai sarana untuk mengevaluasi berbagai sektor, selain menjadi tolak ukur penilaian siswa.
Ujian nasional, kata Abah Shol, bisa menjadi sarana untuk mengukur kinerja guru, kepala sekolah, bahkan kebijakan dinas hingga kementerian terkait.
“Jadi kalau anak tidak mencapai pada nilai tertentu, itu yang harus dievaluasi juga adalah gurunya, bukan anaknya, kenapa si anak ini tidak bisa mencapai nilai tertentu yang harus dicapai itu,” tandasnya.
“UN juga bisa dipakai untuk mengevaluasi kinerja sekolah itu seperti apa. Guru itu kan produk sekolah, kalau gurunya nggak bagus berarti sekolahnya gimana itu dalam merekrut gurunya, dalam memfasilitasi kompetensi gurunya, dalam menjaga kualitas gurunya, termasuk itu juga mengevaluasi kinerja kepala sekolahnya bagaimana,” sambung Abah Shol.
Menurut Abah Shol, kinerja Dinas Pendidikan, Dirjen Kemendikdasmen, hingga kepada Menteri Dikdasmen akan lebih terukur dengan adanya UN.
“Bisa juga untuk menilai tingkat atau parameter dan mengevaluasi kinerja Dinas, Dirjen, bahkan sampai mengevaluasi kinerja Menterinya,” kata dia.
“Misalnya kalau hasil UN itu, secara nasional itu, kok nilainya tidak bagus, berarti kan ada yang salah atau mungkin kurang tepat. Jadi bisa untuk mengevaluasi Dirjen GTK misalnya, atau Dirjen Dikdas misalnya, hingga Menterinya. Kemudian juga, misalnya bisa dipakai untuk mengevaluasi sertifikasi guru-guru juga itu,” imbuh Abah Shol.
Harus Jujur, Hindari Kecurangan
Meski begitu, Abah Shol berpendapat dalam pelaksanaan UN sebelum-sebelumnya memang masih banyak celah-celah kecurangan.
Dia berharap jika UN nantinya benar-benar kembali diadakan, agar ada solusi atau langkah nyata untuk bisa menekan bahkan menghilangkan praktik-praktik kecurangan tersebut.
Dia juga berpesan bahwa dalam melaksanakan apapun, termasuk untuk pelaksanaan UN, kejujuran adalah hal yang paling penting dan harus senantiasa dikedepankan.
Adanya UN, menurut Abah Shol, bakal membentuk karakter dan kepribadian siswa untuk bersikap jujur, gigih dalam berjuang dan tekun dalam belajar.
“Pelaksanaan UN, jika diadakan Kembali, harus benar-benar dilaksanakan secara jujur, tidak boleh ada praktik-praktik yang tidak baik, kecurangan-kecurangan,” tegas Alumnus IAIN Sunan Ampel, Surabaya itu.
Pembobotan dan Perbedaan Mata Ujian
Sementara itu, Abah Shol juga mengusulkan adanya formulasi baru dalam pelaksanaan ujian nasional. Utamanya untuk daerah-daerah tertentu yang memiliki tingkat pendidikan rendah.
Dia mengusulkan agar mata ujian dalam UN bisa disesuaikan dengan keunggulan di daerah terkait, alias memungkinkan adanya perbedaan mata ujian antara daerah satu dengan lainnya.
“Jadi misalnya UN itu mata pelajarannya berbeda-beda, tidak harus IPA, matematika atau bahasa. Misalnya di beberapa daerah tertentu karena tingkat pendidikannya karena belum merata atau daerah-daerah yang unggul dalam suatu bidang tertentu, maka mata pelajarannya bisa lebih dikhususkan, jangan disamakan dengan daerah-daerah yang pendidikannya sudah maju,” sebutnya.
Selain itu, Abah Shol juga mengusulkan adanya pembobotan nilai yang berbeda untuk daerah-daerah tertentu.
“Atau mungkin bobot penilaiannya yang berbeda, itu kan juga bisa, banyak alternatif,” tegasnya.
“Intinya, menurut saya ya UN itu memang masih baik dan sangat penting, sangat perlu untuk dilaksanakan atau diadakan kembali,” pungkas Abah Shol.