Perempuan Harus Jadi Subjek Perubahan, Bukan Sekadar Penonton

Perempuan Harus Jadi Subjek Perubahan, Bukan Sekadar Penonton

MAKLUMAT — Anggota DPRD Jawa Timur dari Fraksi PKS, Lilik Hendarwati, hadir dalam Madrasah Mubadalah wa Siyasah IMM UINSA di SMA Muhammadiyah 2 Surabaya, Jumat (22/8/2025). Dalam forum itu ia menekankan pentingnya peran perempuan untuk mengambil bagian sebagai subjek perubahan, bukan lagi sekadar objek.

Menurut Lilik, di ruang publik masih banyak tantangan yang dihadapi perempuan. Karena itu, dukungan antarperempuan menjadi hal penting agar perjuangan menuju kesetaraan bisa berjalan lebih kuat.

Ia mencontohkan, salah satunya terlihat dari banyaknya perempuan yang bekerja di sektor informal dengan risiko tinggi. Misalnya para pengemudi ojek online yang kerap menanggung beban ganda sebagai pencari nafkah sekaligus orang tua tunggal.

“Banyak ojol yang single mom. Mereka bekerja pada ruang yang begitu luasnya, dengan risiko yang begitu besar,” ujarnya.

Fakta tersebut, lanjutnya, menunjukkan bahwa perempuan masih menghadapi beban berat dalam kehidupan sehari-hari. Kondisi ini tidak bisa dilepaskan begitu saja, melainkan harus disikapi dengan langkah pemberdayaan nyata agar perempuan mampu berdiri lebih kuat.

Dalam konteks itu, Lilik mengaitkannya dengan peran mahasiswa, termasuk kader-kader IMM. Ia melihat mahasiswa perempuan memiliki modal pendidikan yang seharusnya dipakai untuk menebar kebaikan di lingkungannya.

“Adik-adik ini kan IMM, kalian yang perempuan ini adalah mahasiswa, tentu terdidik. Maka jadilah yang terbaik di lingkungan masing-masing. Ini penting untuk kemudian menebar kebaikan setelahnya,” katanya.

Baca Juga  Komisi E DPRD Jatim Soroti Proyek Rehabilitasi SMK Senilai Rp171 Miliar, Diduga Bodong

Lebih jauh, Lilik menekankan bahwa prestasi perempuan tidak cukup hanya untuk kepentingan pribadi. Perempuan harus memberi dampak sosial dengan memperjuangkan sesama agar akses terhadap keadilan semakin luas.

Dalam kesempatan itu, ia juga menyinggung fenomena tingginya angka perceraian di Jawa Timur. Situasi tersebut kerap menempatkan perempuan dan anak-anak sebagai pihak yang paling dirugikan. Menurut Lilik, kepekaan perempuan terhadap realitas ini menjadi alasan penting mengapa suara perempuan dibutuhkan dalam setiap ruang perubahan.

Namun, kenyataannya keterwakilan perempuan di legislatif Jawa Timur masih kurang memadai. Lilik menilai persoalan ini berakar pada partai politik yang belum sepenuhnya mampu menyiapkan calon perempuan. Kondisi ini membuat jumlah perempuan di DPRD Jawa Timur belum mencapai 30 persen.

Selain itu, masalah keterwakilan perempuan tidak hanya terjadi di ranah politik formal, tetapi juga di berbagai sektor kehidupan lain. Masih banyak ruang yang belum terisi oleh perempuan, mulai dari kepemimpinan organisasi, ruang akademik, hingga peran strategis di masyarakat.

Karena itu, ia mendorong generasi muda, khususnya kader IMM, agar tidak ragu mengambil peran di multi sektor. “Adik-adik ini saya harapkan dilatih untuk menjadi subjek perubahan, bukan penonton. Tidak harus lewat politik, banyak jalan,” tandas perempuan yang juga Ketua Fraksi PKS DPRD Jatim itu.​

*) Penulis: M Habib Muzaki / Ubay NA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *