Petambak Garam Sulit Pasarkan Produk, DPRD Jatim Fokus Kawal Raperda Perlindungan

Petambak Garam Sulit Pasarkan Produk, DPRD Jatim Fokus Kawal Raperda Perlindungan

MAKLUMAT – Petambak garam di Jawa Timur, khususnya dari wilayah Madura, mengeluh kesulitan memasarkan hasil produksinya. Harga yang tak stabil dan sulitnya memenuhi standar industri menjadi keluhan utama yang diungkapkan para petambak.

Menanggapi kondisi tersebut, DPRD Jawa Timur kini fokus mengawal penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perlindungan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam.

Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim, Chusni Mubarok, menegaskan bahwa pihaknya telah turun langsung ke lapangan untuk menyerap aspirasi dari para petambak.

“Kami telah melakukan kunjungan ke berbagai daerah, salah satunya ke petambak garam di Madura. Mayoritas mereka mengeluhkan sulitnya pemasaran dan harga jual garam yang belum menguntungkan,” ujarnya, Rabu (16/7/2025).

Politikus dari Fraksi Gerindra ini mengatakan bahwa tantangan utama adalah bagaimana produk garam rakyat bisa memenuhi standar pasar industri.

“Petambak garam harus didorong untuk naik kelas, baik dari sisi kualitas produksi maupun penerimaan pasar,” jelasnya.

Menurut Chusni, pemerintah daerah memiliki peran penting dalam pendampingan teknis, pelatihan, hingga bantuan alat dan modal usaha agar kualitas garam rakyat meningkat.

“Syarat untuk masuk pasar industri harus dipenuhi melalui pendampingan yang konsisten,” imbuhnya.

Ketua Paguyuban Pelopor Petambak dan Pedagang Garam Madura (P4GM), Aufa Marom, menyambut baik pengawalan Raperda oleh DPRD. Ia berharap materi dalam Raperda benar-benar menyesuaikan dengan kebutuhan riil petambak di lapangan.

Baca Juga  Memaknai Kartini, Inspirasi Quran dalam Perjuangan Perempuan Indonesia

“Fokus utama Raperda harus pada pengendalian garam impor yang tidak terkendali. Apalagi Jatim menyuplai sekitar 80 persen kebutuhan prosesor garam nasional,” kata Aufa. Ia juga mengingatkan bahwa tantangan terbesar saat ini bukan semata impor, melainkan keberadaan PT Garam yang justru menjadi pesaing garam rakyat, bukan penyerap hasil produksi.

Aufa juga menyoroti lemahnya dukungan permodalan dan sarana produksi. Sejak 2013, kata dia, belum ada bantuan langsung berupa perlengkapan produksi seperti geomembran, kincir, atau pelatihan yang dibutuhkan.

“Bagaimana kami bisa menghasilkan garam berkualitas, jika alat dan pengetahuan tidak pernah diperkuat?” keluhnya.

Kondisi cuaca tahun ini yang tidak bersahabat juga memperburuk keadaan. Ia memperkirakan impor garam bisa tembus lebih dari 500 ribu ton.

“Kalau Raperda ini bisa segera disahkan dan berjalan efektif, setidaknya bisa menjadi payung hukum untuk menekan garam impor agar tidak membanjiri pasar tradisional garam rakyat,” pungkas Aufa.

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *