21.4 C
Malang
Senin, Februari 24, 2025
OpiniPrabowo Subianto dan Jokowi: Menguak Tangan Tak Terlihat di Balik Pilpres 2024

Prabowo Subianto dan Jokowi: Menguak Tangan Tak Terlihat di Balik Pilpres 2024

Jokowi
Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) saat berpidato pada HUT ke-17 Partai Gerindra di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (15/2/2025). Foto:Gerindra TV

MAKLUMAT — Pidato Prabowo Subianto pada HUT ke-17 Partai Gerindra, Sabtu (15/2), membuka tabir yang selama ini tertutup rapat. Prabowo mengakui, tanpa dukungan Presiden ke-7 Joko Widodo, kemenangan pasangan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024 akan sangat sulit tercapai. “Kita berhasil karena kita didukung oleh Presiden Jokowi,” ujar Prabowo, disambut tepuk tangan meriah ribuan kader Partai Gerindra.

TNI dan Polri
Penulis: Edi Purwanto*

Namun, pidato itu bukan hanya soal pengakuan. Ia juga menjawab pertanyaan penting: Siapa yang sebenarnya bermain di balik layar dalam Pilpres 2024?

Dalam arena pertempuran ini, ada tiga pasangan calon yang bersaing: Anies Baswedan-Abdul Muhaimin Iskandar (Nomor 1), Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (Nomor 2), dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD (Nomor 3).

Namun, meski Gibran maju sebagai calon wakil presiden, tak ada yang berani menyebut Jokowi berpihak pada pasangan nomor 2 ini. Jokowi blusukan ke Jawa Tengah —kandang Ganjar-Mahfud—, membagi-bagikan bantuan sosial, namun tak ada yang berani menegurnya. Pada akhirnya, kemenangan Pilpres 2024 sudah terlihat jelas. Prabowo-Gibran melenggang jadi pemenang.

Risiko Presiden Memihak

Melansir Hukum Online, dalam Undang-Undang Pemilu memang disebutkan bahwa presiden memiliki hak untuk berkampanye. Namun, di sisi lain, presiden juga memegang kekuasaan pemerintahan dan jabatan kepala negara. Maka, independensi dan netralitas presiden harus dijaga.

Terutama saat presiden tidak dalam cuti kampanye. Hal ini sesuai dengan sumpah presiden untuk menjalankan tugasnya sebaik-baiknya, adil, dan sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Tindakan yang melampaui wewenang atau dilakukan secara sewenang-wenang bisa dianggap tidak sah jika telah diuji oleh pengadilan. Jika ini terjadi, keputusan atau tindakan yang melanggar akan dibatalkan, dan segala akibat hukumnya dianggap tidak pernah ada.

Sebagai bentuk kontrol, DPR memiliki hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat untuk mengawasi dugaan penyalahgunaan wewenang.

Teori ini mengerucut pada pertanyaan tanpa jawaban. Siapa yang berani menggunakan hak angket terhadap Jokowi? Jawabannya bisa dicari pada dinding-dinding gedung DPR RI di Senayan.

Politik Jokowi

Seperti air yang mengalir mencari celah terkecil, politik selalu menemukan jalannya. Dan di tangan seorang maestro, Pilpres 2024 bukan sekadar pertarungan perebutan kursi kekuasaan, melainkan tarian halus antara strategi dan momentum.

Dalam Pilpres 2024, pasangan Prabowo-Gibran bukan sekadar keberuntungan, tapi hasil dari perhitungan yang matang, di mana tangan tak terlihat Jokowi ikut berperan.

Jokowi, seorang maestro politik, tahu betul kekuatan dirinya. Popularitasnya tetap kuat, jejaring politiknya luas, dan citranya sebagai pemimpin merakyat melekat di hati rakyat. Sementara itu, lawannya terpecah-pecah, saling bersaing tanpa mampu membangun kesatuan.

Jokowi memahami ini dan memilih untuk menggerakkan narasi keberlanjutan. Seperti daun yang mengikuti angin, Jokowi memilih untuk berkompromi, menggandeng Prabowo, yang dulu adalah rival politiknya, dan menempatkan Gibran di garis depan.

Keputusan ini bukan sekadar kompromi. Ia adalah kesadaran akan realitas politik. Politik adalah seni kemungkinan. Jokowi memilih untuk bergerak dalam batas-batas yang ada, mengubah arah tanpa menentang arus. Kemenangan tidak terjadi begitu saja.

Ia adalah hasil dari perencanaan yang matang, dengan koalisi yang kuat, dukungan logistik yang tak terputus, serta jaringan loyalis yang bekerja di lapangan. Setiap langkah sudah direncanakan, semua bagian berada di tempat yang tepat.

Sun Tzu dan Politik Jokowi

Sun Tzu pernah berkata, “Perang adalah soal tipu daya.” Jokowi memahaminya dengan sangat baik. Di awal, ia tampak netral, memberi ruang bagi spekulasi publik. Namun, sedikit demi sedikit, dukungan untuk pasangan Prabowo-Gibran muncul, terselip dalam isyarat yang hanya dipahami oleh mereka yang peka terhadap politik.

Begitu semuanya terang benderang, lawan sudah terlambat untuk mengantisipasi. Saat Prabowo-Gibran akhirnya dinyatakan menang, Jokowi tetap terlihat seperti biasa: santai, tersenyum, seolah semuanya berjalan alami.

Namun bagi yang paham permainan ini, mereka tahu bahwa ini adalah skenario besar yang sudah disusun sejak lama. Politik bukan hanya soal menang atau kalah, tapi bagaimana menang tanpa terlihat terlibat langsung. Jokowi, seperti seorang seniman, mengatur setiap langkahnya dengan penuh perhitungan.

Sun Tzu mengajarkan, “Yang terbaik dalam perang adalah menang tanpa bertempur.” Dan itulah yang dilakukan Jokowi. Ia tidak perlu turun langsung ke medan perang, cukup mengatur arah angin dan membiarkan layar kapal mengembang menuju kemenangan.

Sejarah akan mencatat kemenangan ini bukan hanya sebagai kemenangan Prabowo-Gibran, tetapi juga sebagai kisah bagaimana Jokowi, sang maestro politik, kembali menaklukkan arena dengan cara yang hanya dimengerti oleh mereka yang membaca lebih dalam.

Jokowi telah memainkan kartunya dengan sempurna. Namun, politik adalah arena tanpa garis akhir. Hari ini, ia adalah seorang maestro, tapi besok ia bisa jadi hanya catatan kaki dalam sejarah. Pertarungan ini belum berakhir, dan Jokowi tetaplah bagian dari permainan yang lebih besar.

  • Penulis adalah wartawan senior tinggal di Kota Blitar

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

Lihat Juga Tag :

Populer