MAKLUMAT — Turos atau karya keilmuan klasik para ulama terdahulu merupakan warisan peradaban Islam yang sangat luhur. Karena itu, turos harus menjadi landasan penting bagi sistem pendidikan nasional di Indonesia.
Pernyataan ini disampaikan oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof. Dr. Abdul Mu’ti, saat memberikan amanat dalam acara Wisuda dan Kelulusan Santri Angkatan ke-10 Pondok Pesantren Luhur Al-Tsaqafah asuhan Prof. Dr. KH. Said Aqil Siraj, di Jagakarsa, Jakarta Selatan, Sabtu (17/5/2025).
Mu’ti menyampaikan kekagumannya terhadap para santri Al-Tsaqafah yang mampu berbicara dalam bahasa Arab dan Inggris. Dalam sambutan berbahasa Inggris, ia menyatakan optimisme bahwa para wisudawan akan menjadi pemimpin masa depan bangsa, sejalan dengan tema wisuda: “Santri Today, Leaders Tomorrow, Pillar of Indonesia’s Golden Future.”
“I witness and I’m very optimist Muslim could become a leader, Muslim could become the champion not only in relation to our daily life, our worldly life, but also for our spiritual life,” ucap Mu’ti.
Mu’ti juga mengungkapkan rasa hormat dan kebahagiaannya bisa hadir bersama KH. Said Aqil Siraj. Ia bahkan menyempatkan diri untuk datang meski baru tiba dari Korea Selatan pada pukul 23.00 malam hari sebelumnya, usai menghadiri pertemuan Menteri Pendidikan se-Asia Pasifik.
“Karena saya sudah komit dan saya senantiasa patuh samina wa atha’na kepada Syeikh kita al-mukarram Kiai Said Aqil Siraj, maka saya datang ke sini dengan penuh sukacita,” ujarnya.
Lima Fondasi Pendidikan Menurut Mu’ti
Dalam ceramahnya, Abdul Mu’ti menekankan bahwa pendidikan harus dibangun di atas lima fondasi utama:
- Turos
Turos merupakan bagian dari identitas dan konstruksi keislaman umat. Ilmu-ilmu agama dan ilmu alat menjadi basis penting untuk menggali khazanah keilmuan Islam yang tak terbatas.
“Turos ini bagian dari warisan sejarah Islam yang membentuk karakter keislaman kita. Karena itu, penguasaan ilmu-ilmu alat turos al-islamiyah menjadi landasan dari pendidikan Islam.”
- Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Teknologi tidak boleh tercerabut dari nilai-nilai Al-Qur’an. Menurut Mu’ti, dasar-dasar IPTEK dapat ditemukan dalam perintah Al-Qur’an untuk memperhatikan dan mengamati alam.
Ia mencontohkan Wright bersaudara, penemu pesawat, yang terinspirasi dari burung—sebuah bentuk refleksi ilmiah atas ciptaan Allah.
“Tidak boleh ada pemisahan antara ilmu-ilmu agama dan sains modern. Justru keduanya harus seiring.”
- Akhlak
Pengetahuan tanpa akhlak dapat menjadi bencana. Mu’ti menyinggung bahaya penyalahgunaan kecerdasan buatan (AI) dan pentingnya “kesalehan digital.”
“Menguasai teknologi itu penting, tetapi harus dilandasi dengan akhlakul karimah. Ini harus ditanamkan dalam semua jenjang pendidikan.”
- Entrepreneurship
Pendidikan juga harus melahirkan insan yang mandiri dan mampu menciptakan lapangan kerja. Ia menyebut pesantren sebagai institusi yang memiliki tradisi kewirausahaan.
“Pendidikan menurut saya perlu menekankan kekuatan entrepreneurship.”
- Wataniah (Kebangsaan)
Nasionalisme santri dinilai sangat tinggi. Mu’ti berharap para santri menjadi ulama yang juga memiliki tanggung jawab kebangsaan.
“Jadilah kalian ulama yang menguasai ilmu agama dan ilmu modern, berakhlak mulia, berjiwa kewiraan, dan memajukan bangsa.”
Said Aqil: Larangan Study Tour dan Wisuda Tidak Tepat
Dalam kesempatan yang sama, KH. Said Aqil Siraj menyampaikan penghargaan kepada Prof. Dr. Abdul Mu’ti yang telah hadir meski dengan jadwal padat. Ia juga menyampaikan ketidaksetujuannya terhadap larangan study tour dan wisuda.
Merujuk Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 112, Said menekankan pentingnya siyahah (mengembara) dalam proses menuntut ilmu. Ia mencontohkan para ulama seperti Ibnu Arabi, Ibnu Khaldun, dan Imam Ghazali yang menempuh perjalanan panjang demi ilmu.
“Para kiai semua, para aulia siahah dalam Al-Qur’an, al-‘ābidūna as-sā’iḥūn. Oleh karena itu, saya tidak setuju kalau study tour itu dilarang.”
Soal wisuda, Said Aqil menyebutnya sebagai bentuk syukur atas nikmat ilmu, sesuai QS. Ibrahim: 7.
“Apalagi wisuda, tinggal bagaimana jangan sampai boros. Yang dilarang itu borosnya, bukan wisudanya.”