22.9 C
Malang
Selasa, Januari 14, 2025
KilasProf. Haedar Nashir: Muhammadiyah Telah Miliki Etos Ekonomi yang Canggih Sejak Awal...

Prof. Haedar Nashir: Muhammadiyah Telah Miliki Etos Ekonomi yang Canggih Sejak Awal Berdiri

Muhammadiyah
Ketua PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir dalam acara “Talkshow dan Launching Buku Bangkitnya Kewirausahaan Sosial: Kisah Muhammadiyah” yang digelar Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia di Museum Muhammadiyah, Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, Senin (13/1). Foto:Medkom PP

MAKLUMAT – Muhammadiyah sejak awal berdirinya, telah menegaskan keterkaitan erat antara gerakan dakwah dan wirausaha di Indonesia. Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, mengisahkan sejarah panjang organisasi ini sebagai pelopor socio-enterprise di tanah air.

Pemaparan tersebut disampaikan Haedar dalam acara “Talkshow dan Launching Buku Bangkitnya Kewirausahaan Sosial: Kisah Muhammadiyah” yang digelar Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia bekerja sama dengan Muhammadiyah di Museum Muhammadiyah, Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, Senin (13/1).

“Pertumbuhan Muhammadiyah pada era KH Ahmad Dahlan tahun 1922 berkembang pesat dengan hadirnya ranting dan cabang di berbagai daerah. Kawasan-kawasan seperti Kotagede, Klaten, Solo, Surabaya, Banyuwangi, Semarang, Pekalongan, Garut, Tasikmalaya, Bandung, Jakarta, Padang Panjang, hingga Makassar menjadi pusat-pusat wirausaha,” ujar Haedar.

Menurutnya, perkembangan Muhammadiyah yang begitu cepat saat itu juga dipengaruhi oleh ulama yang memiliki jiwa kewirausahaan. Haedar mencontohkan bahwa bahkan pada tahun 1926, Muhammadiyah telah mencapai Merauke meskipun perjalanan sangat sulit.

Haedar menekankan bahwa amal usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan, kesehatan, sosial, dan ekonomi dibangun dengan semangat kemandirian dan efisiensi. “Hampir semua amal usaha kita, mulai dari 167 perguruan tinggi, 126 rumah sakit, hingga 363 klinik, berdiri atas dasar kemandirian,” katanya.

Muhammadiyah juga terbuka bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah. “Kerja sama dengan pemerintah di beberapa lokasi merupakan wujud pandangan bahwa Muhammadiyah adalah mitra strategis bagi bangsa,” lanjut Haedar.

Haedar mengungkapkan dua pilar utama etos kerja Muhammadiyah. “Pertama, ujrah, yakni kompensasi yang layak bagi para profesional di sekolah, rumah sakit, atau perguruan tinggi. Ini adalah pahala dunia. Kedua, ajra, atau pahala akhirat, yang menjadi ruh dalam membesarkan Muhammadiyah,” jelasnya.

Menuju Organisasi Modern dan Profesional

Haedar Nashir juga berbagi tentang upaya Muhammadiyah menjadi organisasi modern, maju, dan profesional yang relevan dengan tantangan zaman. Sejak memimpin Muhammadiyah pada Muktamar 2015 di Makassar, ia bersama jajarannya berkomitmen memperkuat organisasi di tingkat nasional dan internasional.

Modal besar Muhammadiyah, menurut Haedar, adalah sumber daya manusia yang unggul, amal usaha yang kokoh, dan infrastruktur organisasi yang luas. Langkah-langkah konkret dilakukan, termasuk mendirikan Muhammadiyah Australia College di Melbourne secara mandiri dan membeli lahan 15 hektare. Muhammadiyah juga membuka kampus di Malaysia dan mulai memasuki sektor pertambangan.

“Melalui konsolidasi, visi Muhammadiyah sebagai organisasi modern dapat diwujudkan ke dalam berbagai institusi usaha,” kata Haedar.

Dalam wirausaha, keseimbangan antara duniawi dan akhirat menjadi kunci. “Agama mengajarkan untuk meraih kebahagiaan di dunia tanpa melupakan akhirat. Lakukan kebaikan seperti Tuhan berbuat baik kepadamu, dan jangan merusak,” ujar Haedar, menegaskan prinsip yang menjadi pedoman Muhammadiyah dalam mengelola usaha untuk kesejahteraan masyarakat dan pelestarian lingkungan.

Haedar juga menekankan pentingnya peran generasi muda dalam memperkuat kewirausahaan. Ia mengajak semua pihak mendidik anak muda agar memiliki jiwa wirausaha yang kuat dan berlandaskan nilai-nilai Islam.

Ads Banner

Ads Banner

Ads Banner

Lihat Juga Tag :

Populer