MAKLUMAT — Ketua DPR RI Puan Maharani menegaskan bahwa demokrasi harus memberi ruang seluas-luasnya bagi rakyat untuk bersuara, termasuk misalnya melalui kritik kreatif di media sosial, seperti “bendera One Piece” hingga “Negara Konoha”.
Ia menegaskan, demokrasi tidak berhenti hanya di bilik suara ketika pemilihan umum (Pemilu), tetapi ruang-ruang dialog harus tumbuh.
“Marilah kita bangun demokrasi yang menghidupkan harapan rakyat,” ujar Puan dalam Sidang Bersama DPR dan DPD RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (15/8/2025).
“Demokrasi yang tidak berhenti di bilik suara, tetapi terus tumbuh di ruang-ruang dialog, di dapur rakyat, di balai desa, hingga di gedung parlemen agar setiap keputusan lahir dari kesadaran bersama, bukan hanya kesepakatan segelintir elite,” sambungnya.
Ia menekankan, rakyat harus diberikan ruang luas untuk berserikat, berkumpul, menyatakan pendapat, dan menyampaikan kritik. Menurutnya, kritik kini hadir dalam berbagai bentuk kreatif yang memanfaatkan kemajuan teknologi, khususnya media sosial, sebagai corong suara publik.
Merespon Ekspresi Publik dengan Bijaksana
Puan mencontohkan ekspresi publik yang viral di dunia digital, mulai dari kalimat singkat hingga simbol pop culture. “Ungkapan tersebut dapat berupa kalimat singkat seperti ‘kabur aja dulu’, sindiran tajam ‘Indonesia Gelap’, lelucon politik ‘negara Konoha’, hingga simbol-simbol baru seperti ‘bendera One Piece’, dan banyak lagi yang menyebar luas di ruang digital,” sebutnya.
Fenomena ini, lanjutnya, menunjukkan bahwa aspirasi rakyat kini disampaikan dengan bahasa zaman mereka sendiri. Ia mengingatkan kritik rakyat tidak boleh dipandang sebelah mata, melainkan perlu direspons bijak.
“Bagi para pemegang kekuasaan, semua suara rakyat yang kita dengar bukanlah sekadar kata atau gambar. Di balik setiap kata ada pesan. Di balik setiap pesan ada keresahan. Dan dibalik keresahan itu ada harapan,” katanya.
“Karena itu, yang dituntut dari kita semua adalah kebijaksanaan. Kebijaksanaan untuk tidak hanya mendengar, tetapi juga memahami. Kebijaksanaan untuk tidak hanya menanggapi, tetapi merespons dengan hati yang jernih dan pikiran yang terbuka,” imbuh perempuan yang juga Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) itu.
Tak hanya itu, Puan juga menegaskan bahwa kritik yang keras bukan semata-semata lantas diartikan untuk memecah belah, sebaliknya bisa menjadi alat untuk perbaikan demi kemajuan bangsa.
“Gunakanlah ruang kritik sebagai sarana untuk menyadarkan penguasa, memperbaiki kebijakan, menuntut tanggung jawab, dan mendorong kemajuan bagi seluruh anak bangsa,” tandas perempuan yang merupakan putri Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri itu.