MAKLUMAT — Hari Jumat, 7 Desember 2025, akan terekam sejarah selamanya sebagai hari yang hitam bagi Indonesia. Terjadi pada Hari Jumat, yang dikenal sebagai yang terbaik umat muslim. Terjadi di Masjid saat sedang berlangsung ibadah Salat Jumat. Terjadi di sekolah yang menjadi ruang aman, yang bahkan terlindung statusnya, bahkan dalam peperangan—apalagi kondisi damai. Konvensi Jenewa melindungi sekolah dari serangan dengan cara menegaskan status khusus mereka, yang berarti mereka tidak boleh diserang dan harus dihormati serta dilindungi setiap saat. Ada apa dengan kita?
Pada hari itu, setelah Salat Jumat, saya mendapat telepon dari Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta yang mengabarkan bahwa ada ledakan di SMA 72 Jakarta yang terletak di kawasan Kodamar Kelapa Gading, Jakarta Utara, dan agar RS Islam Cempaka Putih bersiap, karena lokasinya yang cukup dekat (hanya sekitar 5 km atau 10 menit dengan mobil). Informasi belum lengkap betul mengenai berapa jumlah korban, apa penyebabnya dan detailnya. Saya hanya menjawab “SIAP”—dan mengontak tim agar bersiaga.

Kebetulan RS Islam Jakarta Cempaka Putih tahun 2024 merenovasi dan memperluas Instalasi Gawat Darurat (IGD) menjadi dua kali lipat lebih besar, menjadi 40 tempat tidur IGD. Juga memiliki Unit Luka Bakar yang mampu menangani kasus luka bakar hingga 50%, sehingga layanan unggulan kami adalah salah satunya traumatology dan memiliki fasilitas dan SDM untuk penanganan emergensi massal—seperti dan termasuk penanganan korban massal akibat ledakan.
Manajemen korban ledakan memerlukan pemahaman mengenai jenis luka akibat ledakan, manajemen triase dan evakuasi.
Jenis Luka Akibat Ledakan
Ledakan menghasilkan cedera yang kompleks karena melibatkan gelombang tekanan, energi panas, serpihan benda, hingga potensi reruntuhan lingkungan.
Karakteristik ini membuat trauma ledakan sering melibatkan multi-organ, dengan tingkat keparahan berbeda-beda, sehingga memerlukan penilaian cepat dan penanganan terkoordinasi.
Pengelolaan Trauma di Rumah Sakit: Pentingnya Tim Multidisipliner
Karena trauma ledakan melibatkan banyak sistem organ, penanganan optimal hanya dapat tercapai melalui kerja tim multidisipliner. Tim ini melibatkan dokter kegawatdaruratan, bedah umum, bedah ortopedi, bedah saraf, radiologi, anestesi, perawat trauma, hingga rehabilitasi medik dan layanan psikososial.
Tiga aspek inti dalam keberhasilan penanganan tim adalah:
1. Kompetensi
Semua tenaga medis harus memiliki keterampilan penilaian trauma, stabilisasi hemodinamik, teknik operasi emergensi, serta tata laksana luka kompleks.
2. Komunikasi
Informasi antar tim harus jelas, cepat, dan berbasis protokol untuk mencegah keterlambatan atau kesalahan tindakan.
3. Koordinasi
Setiap disiplin memiliki perannya. Kejelasan alur rujukan internal, jadwal tindakan operasi, hingga perencanaan pemulihan menjadi kunci pemulihan jangka panjang.
Insiden ledakan yang terjadi di SMA 72 Kelapa Gading baru-baru ini menjadi pengingat bahwa peristiwa ledakan tidak hanya terjadi di situasi konflik, tetapi juga dapat muncul dalam konteks lingkungan pendidikan dan sosial. Kasus tersebut menunjukkan betapa pentingnya kesiapan pertolongan pertama, penanganan cepat, serta rujukan medis yang tepat untuk mencegah perburukan kondisi korban dan memastikan pemulihan optimal.
Keselamatan korban ledakan tidak hanya bergantung pada kemampuan klinis, tetapi juga pada kemampuan untuk bergerak cepat, menilai tepat, dan bekerja bersama secara terkoordinasi.
Syukur alhamdulilah, pada waktu kejadian, di RS Islam Jakarta Cempaka Putih juga sedang bersiap di IGD untuk pergantian shift. Shift pagi sedang bersiap mengoper ke shift siang. Maka, pada saat itu ada kekuatan SDM dua shift yang langsung bisa didayagunakan. Para dokter yang berdinas di tempat lain (paviliun, poliklinik dan manajemen) dialihfungsikan ke IGD. Juga Ko-Ass atau dokter muda dari Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) untuk melakukan triage dan penanganan yang optimal.
Kamar operasi kami bekerja mulai jam 14:30 siang dan operasi terakhir baru selesai Tengah malam saat hari berganti ke Hari Sabtu, 8 Desember 2025. Dokter bedah ortopedi, dokter bedah plastik, dokter bedah anak, dokter bedah umum beserta dokter spesialis anastesi bersama tim perawat dan OK mengeluarkan satu demi satu serpihan logam, dan membersihkan luka bakar maupun luka tembus, serta menjahit luka. Mungkin selama sehari ini kita merasakan apa yang dirasakan di rumah sakit di zona perang.
Menjelang Subuh, Hari Sabtu semua operasi selesai dan pasien mulai dipindahkan ke ruang perawatan. Suasana di IGD mulai kembali normal dan pasien-pasien yang datang adalah pasien “normal” seperti serangan jantung atau stroke.
Dua hari setelah kejadian, pada Hari Ahad tanggal 9 November 2025 ini selepas fajar, saya menuliskan catatan kecil bahwa kami bersyukur bisa menjadi bahagian kecil dari proses penyembuhan jasmani para korban ledakan SMA 72 Jakarta, yang insya Allah kita doakan segera bisa pulih dan pulang ke rumah masing-masing serta melanjutkan pendidikan.
Pekerjaan besar kita bersama mulai Hari Ahad ini adalah memikirkan bagaimana agar sebagai bangsa kita bisa mengambil pembelajaran agar aksi serupa tidak terulang kembali. Dan ini menurut kami adalah PR bangsa yang lebih besar yang membutuhkan pemikiran dan tindakan (action). Kalau dalam ilmu manajemen, hal ini disebutkan sebagai CAPA (Corrective Action and Preventive Action). Kalau sepekan ini fokusnya adalah Ilmu kedokteran dan keperawatan. Maka pekan depan PR-nya adalah konseling dan rehabilitasi bagi pada korban langsung, termasuk perbaikan selaput gendang telinga (tympanoplasty), serta pendukungan psikologik dan trauma healing. Ke depan, Upaya preventif mesti meliputi upaya pencegahan yang lebih sistematis dan masif—menyangkut akar penyebab masalah. Dan ini memerlukan keahlian non-kedokteran/keperawatan.
Terima kasih atas kepercayaan Pemerintah DKI Jakarta kepada RS Islam Jakarta Cempaka Putih dan semua unsur pemerintahan, baik di pusat maupun provinsi. Terima kasih saya kepada semua sivitas hospitalia RSIJCP. Kami mohon doanya agar semua bisa kembali sehat.