MAKLUMAT – Pembahasan banjir di Aceh, Sumatra Utara dan Barat terus menggelinding. Kali ini jagad maya kembali disibukkan dengan ajakan untuk membeli hutan yang dipelopori Pandawara Group.
Sosiolog Universitas Muhammadiyah Surabaya (Umsura) M. Febriyanto Firman Wijaya, menilai ajakan ini bentuk dari defisit kepercayaan publik terhadap negara. Sejauh ini negara gagal menjalankan kewajiban dasar, menjaga dan melindungi sumber daya alam.
Bencana banjir dan longsor yang terus berulang membuat masyarakat, terutama anak muda, merasa bahwa kerusakan ekologis telah mencapai titik kritis. “Ketika mekanisme negara lambat dan sering condong pada kepentingan tertentu, masyarakat memilih mencari jalan sendiri,” ujar Riyan, sapaannya, menguitp laman resmi Umsura.
Ia menilai gerakan pengumpulan dana untuk membeli atau mengamankan lahan hutan merupakan aksi kolektif warga. Aksi ini menyampaikan pesan keras bahwa publik sudah tidak bisa menunggu lebih lama.
Ketika negara tak mampu bertindak sebagai pengawas, maka masyarakat sendiri yang harus mengambil peran. “Konservasi alam yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara kini dipikul oleh masyarakat sipil melalui urunan dan solidaritas digital,” ujarnya.
Riyan menilai kondisi ini sebagai sebuah tamparan sosiologis bagi pemerintah. Ia menekankan bahwa respons negara tidak boleh berhenti pada kampanye penanaman pohon atau program singkat. Negara harus membenahi kebijakan secara mendasar.
Di Balik Alasan Pertumbuhan Ekonomi
“Selama ini, negara terlalu fokus pada penanggulangan bencana setelah kejadian, bukan pada pencegahan melalui penguatan ekosistem hutan. Kepentingan ekonomi jangka pendek, seperti ekspansi perkebunan besar dan pertambangan, kerap mengorbankan fungsi ekologis hutan,” ia menjelaskan.
Selain itu, masyarakat juga melihat adanya gejala regulatory capture. Di mana kebijakan dan perizinan terlalu berpihak pada kepentingan korporasi dibanding kepentingan ekologis.
“Ketika warga patungan membeli kembali tanah yang seharusnya mendapat perlindungan negara, itu bukti tata kelola lahan berada dalam situasi darurat,” tegasnya.
Menurut Riyan, pemerintah perlu menunjukkan keseriusan melalui langkah-langkah nyata. Izin-izin konsesi yang berada di kawasan rawan bencana perlu adanya peninjauan ulang secara terbuka.
Cegah Korban Ekologi
Penegakan hukum lingkungan harus dilakukan tanpa pandang bulu, sehingga memberi efek jera bagi perusak ekologi. Pelibatan masyarakat juga menjadi kunci penting; gerakan seperti “Beli Hutan” harus dipandang sebagai mitra dalam pengawasan dan bukan sebagai pihak yang menyaingi negara.
Terakhir Riyan menegaskan bahwa masalah lingkungan adalah masalah sosial. Gerakan “Beli Hutan” menunjukkan bahwa publik ingin menyelamatkan lingkungan. “Di satu sisi warga juga menuntut negara untuk menegakkan kepercayaan melalui kebijakan yang adil, transparan, dan berpihak pada kelestarian jangka panjang,” pungkasnya.