MAKLUMAT – Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penyelenggaraan Pelindungan Perempuan dan Anak sudah rampung. Komisi E DPRD Jatim menyatakan kebutuhan regulasi baru ini menjadi mendesak menyusul tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“Hari ini kita menghadapi dinamika kekerasan yang semakin kompleks. Kasus fisik, psikis, seksual, hingga kekerasan berbasis digital menunjukkan angka yang masih fluktuatif tetapi tetap tinggi,” ujar juru bicara Komisi E Hikmah Bafaqih, Jumat (27/11/2025).
Menurutnya, kondisi tersebut diperparah oleh budaya patriarki, keterbatasan akses layanan, serta meningkatnya ancaman kekerasan di ruang digital.
Hikmah menjelaskan, selama lebih dari satu dekade, perlindungan perempuan dan anak di Jawa Timur berlandaskan Perda Nomor 16 Tahun 2012 dan Perda Nomor 2 Tahun 2014. Namun perkembangan hukum nasional, terutama UU Perlindungan Anak dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, serta beragamnya kasus di lapangan membuat dua regulasi tersebut tidak lagi memadai.
“Banyak norma yang sudah tidak sesuai perkembangan zaman. Mekanisme layanan belum terintegrasi, dan belum ada pendekatan holistik yang memadukan pencegahan, penanganan, dan pemulihan korban,” tegasnya.
Dalam proses pembahasan, Komisi E bersama Pemprov Jatim melibatkan berbagai unsur mulai dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan Tinggi Agama, akademisi, Dinas Sosial, DP3AK, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Disnakertrans, hingga lembaga bantuan hukum dan organisasi masyarakat.
“Raperda ini dirancang berdasarkan masukan banyak pihak. Kami ingin hasilnya komprehensif dan benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat,” kata politisi PKB ini.
Raperda ini mencakup empat aspek utama, yaitu: pemenuhan hak perempuan dan anak, pencegahan pelanggaran hak, penanganan korban, serta pemulihan korban.
Selain itu, pemerintah provinsi akan memikul sembilan tugas pelaksanaan perlindungan, seperti merumuskan kebijakan, memperkuat lembaga layanan, menyediakan rujukan bagi korban, membangun koordinasi lintas daerah, hingga memastikan alokasi anggaran khusus.
Layanan Pengaduan dan Pemulihan Diperkuat
Terkait layanan pengaduan, Raperda mengatur mekanisme mulai dari penerimaan laporan, penjangkauan korban, pengelolaan kasus, hingga rujukan terintegrasi. Menurut Hikmah, langkah ini penting untuk memastikan setiap laporan kekerasan ditangani cepat dan sesuai standar.
“Pemulihan korban juga menjadi perhatian besar. Pemulihan harus menyeluruh, mulai dari fisik, mental, spiritual, hingga sosial, dan berlangsung sampai korban dinyatakan pulih sesuai asesmen profesional,” jelasnya.
Dari hasil pembahasan, Raperda Pelindungan Perempuan dan Anak terdiri dari 9 Bab dan 59 Pasal, dengan ruang lingkup yang mencakup tugas pemerintah daerah, perencanaan, pelaksanaan, koordinasi, partisipasi masyarakat, serta pembinaan dan pengawasan.
Hikmah berharap kehadiran Raperda ini dapat memperkuat ekosistem pelindungan perempuan dan anak di Jawa Timur.
“Semoga regulasi ini menghadirkan rasa aman dan memastikan negara hadir dalam melindungi hak-hak perempuan dan anak,” ujarnya.