Red Moon di Langit Nusantara: Antara Decak Kagum dan Renungan

Red Moon di Langit Nusantara: Antara Decak Kagum dan Renungan

MAKLUMAT – Langit Senin (8/9/2025) dini hari tadi memamerkan wajah berbeda. Bulan yang biasanya terang benderang tiba-tiba meredup, lalu berubah kemerahan. Fenomena gerhana bulan total itu sontak membuat warganet heboh.

Red Moon saat gerhana bulan pagi tadi,” tulis Daryono, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, di akun X pribadinya. Tak berselang lama, lini masa penuh dengan unggahan foto langit yang sama.

Akun @infoAstronomy bahkan mengingatkan, gerhana kali ini adalah satu-satunya yang bisa diamati di Indonesia sepanjang 2025. “Gerhana berikutnya baru terjadi 3 Maret 2026. Semoga kita berumur panjang,” cuitnya.

Bagi sebagian orang, momen itu istimewa. “Nothing special on my birthday, tapi Allah bagi hadiah gerhana bulan,” tulis akun @neveronmoon, disertai emoji haru. Dari Perlis, Malaysia, @IzzraifHarz mengunggah jepretan teleskop. “Awalnya mendung, tapi langit cerah tepat di fase akhir,” katanya lega. Sementara @_GunSo membagikan potret fase gerhana bulan total.

Garis Edar

Namun, gerhana bukan sekadar tontonan langit. Imam Ibnul Mulaqqin dalam kitab At-Taudhih li Syarhil Jami’is Shahih menyebut peristiwa ini sebagai bukti kekuasaan Allah. Bulan dan matahari, sekuat apa pun, tetap tunduk pada garis edar yang telah ditentukan.

Gerhana juga mengingatkan bahwa matahari dan bulan tidak layak disembah. Cahaya mereka bisa hilang, lalu kembali bersinar hanya karena kehendak Allah. Dan seperti hidup manusia, ada masa terang, ada masa gelap. Melansir laman Kemenag, Surat Al-Insyirah menegaskan, “Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.”

Baca Juga  Fokus 100 Hari Kerja, Bupati Yes Tegaskan Quick Win Program Unggulan Bangun Lamongan

Al-Qur’an surat Al-Qiyamah ayat 8–9 bahkan mengaitkan gerhana dengan gambaran kiamat. Bulan kehilangan cahaya, matahari dan bulan dikumpulkan. Sebuah pesan bahwa dunia hanyalah persinggahan singkat.

Karena itu, umat Islam dianjurkan melaksanakan salat gerhana. Ibadah itu bukan sekadar ritual, melainkan momentum untuk menumbuhkan rasa takut kepada Allah dan menghayati kebesaran-Nya.

Gerhana akhirnya menghadirkan dua wajah: pesona sains yang menakjubkan dan pesan spiritual yang dalam. Warganet boleh sibuk mengabadikan Red Moon, tapi di balik itu ada pesan ilahi yang bergetar: langit redup, hati pun ikut bergetar.***

*) Penulis: Edi Aufklarung

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *