MAKLUMAT — Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Salmah Orbayinah, menyerukan pentingnya refleksi hari Ibu atas kehidupan perempuan di Indonesia. Dalam pernyataannya tepat pada peringatan Hari Ibu 22 Desember, Salmah menyoroti isu kekerasan terhadap perempuan yang masih menjadi tantangan besar di Tanah Air.
“Kekerasan terhadap perempuan, khususnya di ranah personal seperti rumah tangga, lebih tinggi dibandingkan di ranah publik. Banyak kasus yang belum terungkap atau terselesaikan karena faktor budaya, kurangnya akses hukum, dan ketidaksetaraan,” ujar Salmah dikutip dari laman Muhammadiyah, Ahad (22/12).
Ia menegaskan perlunya peningkatan kesadaran masyarakat dan penegakan hukum untuk melindungi hak perempuan. “Perempuan Menyapa, Perempuan Berdaya, Menuju Indonesia Emas 2045. Selamat Hari Ibu 22 Desember 2024,” tutup Salmah.
Sebagai organisasi perempuan di bawah Muhammadiyah, ‘Aisyiyah memiliki sejarah panjang dalam memperjuangkan hak perempuan. Organisasi ini turut berperan aktif dalam Kongres Perempuan Indonesia 1928 dan memprakarsai berdirinya Kongres Wanita Indonesia (KOWANI). Hingga kini, ‘Aisyiyah terus berkontribusi melalui berbagai program inovatif, seperti pendidikan anak usia dini, kongres bayi, hingga penerbitan majalah Suara Aisyiyah.
Perguruan Tinggi dan Kekerasan Seksual
Sebelumnya pada kesempatan terpisah, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, menyoroti tingginya kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus. Berdasarkan survei Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi pada 2020, sebanyak 77 persen dosen menyatakan kekerasan seksual pernah terjadi di kampus, namun 63 persen kasus tidak dilaporkan.
“Perguruan tinggi harus menjadi ruang yang aman dan kondusif bagi mahasiswa serta seluruh civitas akademika,” kata Arifah dalam kegiatan sosialisasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, Selasa (17/12).
Arifah mengapresiasi langkah konkret UIN Syarif Hidayatullah melalui pembentukan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) serta pendirian “Rumah Ramah Rahmat” sebagai wadah pendampingan korban kekerasan seksual.
“UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual hadir sebagai wujud komitmen negara dalam melindungi korban. Undang-undang ini memastikan perlindungan, penanganan, dan pemulihan bagi korban,” jelas Arifah dikutip dari keterangan resmi.
Menteri PPPA juga menyampaikan tiga program prioritas Kementerian PPPA untuk 2025-2029, yaitu pengembangan Ruang Bersama Indonesia, perluasan layanan Call Center SAPA 129 untuk konseling kesehatan mental, serta penguatan Satu Data Perempuan dan Anak berbasis desa.
Pentingnya Peran Kampus dalam Mencegah Kekerasan
Komisioner Komnas Perempuan, Alimatul Qibtiyah, menekankan pentingnya kesadaran civitas akademika terhadap isu ketidakadilan gender dan kekerasan seksual. Berdasarkan laporan Catatan Tahunan Komnas Perempuan, lebih dari 2,5 juta kasus kekerasan berbasis gender terjadi dalam dua dekade terakhir.
“Kekerasan seksual sering tidak dilaporkan karena adanya budaya menyalahkan korban dan stigma sosial. Kampus harus menjadi ruang yang aman, mempromosikan kesetaraan gender, dan menghormati keberagaman,” ujar Alimatul.
Data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) menunjukkan, sepanjang Januari-Oktober 2024, terdapat 1.626 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dewasa. Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2024 juga mencatat, satu dari empat perempuan mengalami kekerasan fisik atau seksual sepanjang hidupnya.
Upaya perlindungan perempuan dan anak, lanjut Alimatul, merupakan tanggung jawab bersama. “Sinergi berbagai pihak sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang inklusif dan mendukung pemberdayaan perempuan,” tegasnya.***