26.7 C
Malang
Selasa, April 1, 2025
OpiniRefleksi Idulfitri 1446 H: Wujudkan Takwa dalam Kehidupan Nyata

Refleksi Idulfitri 1446 H: Wujudkan Takwa dalam Kehidupan Nyata

Idulfitri
Ketua PP Muhammadiyah Prof. Haedar Nashir mengucapkan selamat Idulfitri 1446 hijriah. Foto:Medkom PP Muhammadiyah

MAKLUMAT — Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, wassalatu wassalamu ‘ala asyrafil anbiya’i wa khairil mursalin, wa ‘ala alihi wa ashabihi ajma’in. Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, walillahilhamd.

Segenap kaum Muslimin rahimakumullah, sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, saya menyampaikan selamat Idulfitri 1446 Hijriah. Taqabbalallahu minna wa minkum. Kepada seluruh keluarga besar bangsa, kami juga mengucapkan selamat merayakan Idulfitri sebagai bagian dari suasana simbol dan kegiatan keagamaan yang telah menjadi milik bersama.

Bagi kaum Muslimin, Idulfitri tidak terlepas dari rangkaian ibadah puasa Ramadan, yakni sebagai hari berbuka puasa setelah satu bulan penuh menahan makan, minum, serta segala yang dilarang oleh syariat sejak terbit fajar hingga terbenam matahari.

Ibadah puasa adalah proses spiritual yang sangat istimewa sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran:

“Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)

Ketika hari ini kita merayakan Idulfitri, selain berbuka setelah sebulan berpuasa, yang lebih penting adalah menemukan makna dan mewujudkan tujuan puasa itu sendiri, yakni menjadi insan yang bertakwa.

Idulfitri bukan sekadar perayaan lahiriah, melainkan momentum bagi setiap Muslim untuk menjadi pribadi yang baru—yakni pribadi yakni semakin bertakwa. Ada dua dimensi utama dalam takwa:

1. Hablum Minallah (Hubungan dengan Allah)

Orang yang telah menunaikan puasa seharusnya menjadi insan yang semakin dekat kepada Allah. Keimanan mereka semakin kuat, mereka selalu ingat kepada-Nya dalam setiap aspek kehidupan, dan senantiasa menjalankan perintah-Nya serta menjauhi segala larangan-Nya.

Ketakwaan menjadikan seseorang lebih waspada dan berhati-hati dalam bertindak. Jika iman seseorang semakin kokoh, maka kehidupannya pun akan semakin baik karena Allah selalu bersamanya.

2. Hablum Minannas (Hubungan dengan Sesama Manusia)

Orang yang bertakwa selalu berbuat baik dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam Al-Quran disebutkan beberapa ciri orang bertakwa, anntara lain:

  • “Mereka yang menafkahkan sebagian hartanya untuk orang lain baik di saat lapang maupun sempit.”

  • “Orang yang menahan amarah.” Marah adalah hawa nafsu yang selalu menjadi bencana yang merusak hubungan pribadi, keluarga, masyarakat, bahkan bangsa dan negara.

  •  “Orang yang memberi maaf.” Memaafkan adalah keluhuran budi yang menunjukkan kebesaran jiwa manusia.

Jika orang-orang beriman buah dari puasanya, maka dapat memperkuat hubungannya dengan Allah dan sesama manusia, maka kehidupan akan menjadi lebih baik, penuh berkah, dan maju.

Membangun Jiwa yang Bersih dan Hanif

Merayakan Idulfitri seharusnya menjadi ajang untuk membersihkan jiwa. Allah berfirman: “Demi jiwa serta penyempurnaannya, maka Dia mengilhamkan kepadanya jalan kefasikan dan ketakwaan. Sungguh beruntung orang yang menyucikannya, dan sungguh merugi orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syams: 7-10)

Setelah satu bulan berpuasa, Idulfitri menjadi titik awal bagi setiap Muslim untuk lahir sebagai pribadi yang lebih baik. Dengan jiwa yang bersih dan beragama dengan hanif, seseorang akan beragama dengan tulus dan autentik.

Kesalehan yang tumbuh dari ibadah kepada Allah akan terpancar dalam perilaku sehari-hari, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun kehidupan berbangsa dan bernegara.

Lewat Idulfitri, mari kita bersihkan jiwa dan menghindari hal-hal yang kotor dari diri kita. Setelah berpuasa selama satu bulan dan merayakan Idulfitri pada 1 Syawal, inilah saatnya insan bertakwa lahir sebagai manusia baru. Dengan jiwa yang baru, hasil dari puasa yang berbuah takwa, setiap Muslim akan menjalani kehidupan beragama dengan hanif dan autentik.

Puasa adalah salah satu rukun Islam, yang berdampingan dengan syahadat, salat, zakat, dan haji. Selain itu, ada pula rukun iman serta seluruh ajaran Islam yang mencakup akidah, ibadah, akhlak, dan muamalah duniawiyah.

Dengan pemahaman ini, setiap Muslim akan memancarkan kehanifannya dalam beragama. Keberagamaan yang hanif menjadikan seseorang tidak hanya saleh secara pribadi—buah dari ibadah kepada Allah—tetapi juga menampakkan kesalehannya dalam keluarga, masyarakat, kehidupan bangsa, bahkan dalam relasi kemanusiaan global.

Dari kesalehan inilah tercipta kehidupan yang damai, harmonis, dan toleran terhadap perbedaan, yang pada akhirnya melahirkan peradaban yang tinggi. Manusia baru yang berjiwa hanif dan beragama secara hanif juga akan menumbuhkan kesadaran sebagai khalifatullah fil ard, yaitu khalifah di muka bumi.

Mereka akan senantiasa memakmurkan bumi, mensejahterakan sesama, serta menciptakan kehidupan yang baik—baik dengan sesama manusia maupun dengan makhluk Tuhan lainnya serta lingkungan semesta.

Setiap Muslim, baik sebagai warga, umat, maupun tokoh bangsa, memiliki tanggung jawab untuk berkiprah dalam kehidupan kenegaraan. Para pemimpin umat dan bangsa yang memiliki jiwa kekhalifahan akan selalu berbuat yang benar, baik, dan pantas, serta menjauhi segala hal yang salah dan buruk.

Kesalehan dan jiwa kekhalifahan menjadikan pemimpin bangsa dan umat sebagai sosok yang menebarkan segala hal yang positif. Mereka bertanggung jawab untuk mensejahterakan, memajukan, dan mencerdaskan rakyat dengan penuh amanah.

Khalifah di Muka Bumi

Dalam posisi sebagai khalifah di muka bumi, mereka harus mewakili Tuhan dalam memakmurkan kehidupan. Oleh karena itu, setiap Muslim, di mana pun berada dan dalam tanggung jawab apa pun, harus selalu membawa kemaslahatan serta menghindari kemudaratan, seperti korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, perusakan sumber daya alam, dan konflik. Semua itu bermula dari hawa nafsu yang tidak dikendalikan oleh agama yang hanif dan kesadaran sebagai Abdullah (hamba Allah) serta khalifatullah fil ard.

Ketika warga dan para pemimpin bangsa memiliki jiwa sebagai Abdullah dan khalifatullah fil ard, maka tatanan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara akan berjalan dengan baik. Kemajuan, kesejahteraan, kemakmuran, dan keadilan akan senantiasa terwujud.

Dasar negara dan konstitusi pun akan ditegakkan dengan baik karena dilandasi kesadaran spiritual dan moral yang tinggi. Sebaliknya, jika jiwa kehambaan kepada Allah dan kesadaran sebagai khalifah di bumi luntur, maka baik warga maupun pemimpin akan mudah menimbulkan masalah, fitnah, dan musibah.

Saatnya Idulfitri kita jadikan sebagai tonggak dan jalan baru untuk menampilkan serta memerankan diri sebagai insan bertakwa. Jiwa kita harus senantiasa dekat dengan Allah sebagai hamba-Nya (Abdullah) dan menjalankan peran sebagai khalifatullah fil ard yang menebarkan kebaikan, keadilan, kemakmuran, kesejahteraan, dan kedamaian bagi seluruh umat manusia.

Terakhir, jadikan Idulfitri sebagai wahana introspeksi. Jangan sampai kita, sebagai warga bangsa, umat, atau tokoh bangsa, kehilangan jiwa Abdullah dan khalifatullah fil ard, sehingga lalai dalam menjalankan tugas dan peran kita sebagai Muslim yang menebarkan rahmatan lil alamin.

Semoga di bulan Syawal dan bulan-bulan berikutnya, jiwa takwa, jiwa Abdullah, dan jiwa khalifatullah fil ard senantiasa membersamai hidup kita dalam pikiran, sikap, dan tindakan. Dengan demikian, kita dapat terus menebarkan ketakwaan dan menjadi rahmat bagi semesta alam.

Semoga Idulfitri dan puasa kita diterima serta diberkahi oleh Allah. Selamat Idulfitri. Taqobbalallahu minna wa minkum. Nasrum minallah wa fathun qarib. Wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.***

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

BACA JUGA ARTIKEL TERKAIT

ARTIKEL LAINNYA

Populer