MAKLUMAT — Indonesia sedang merayakan sebuah pencapaian historis dalam sektor pangan. Stok beras pemerintah per Mei 2025 menembus 3,5 juta ton—angka tertinggi sejak 57 tahun. Capaian ini bahkan mengungguli masa swasembada beras era Presiden Soeeharto tahun 1984, ketika stok nasional mencapai 3 juta ton untuk 160 juta penduduk. Kini, dengan jumlah penduduk yang hampir dua kali lipat (280 juta jiwa), Indonesia justru mencetak rekor baru.
Namun, di balik euforia itu, realitas yang lebih kompleks seperti gunung es: ketahanan pangan tidak sekadar soal produksi dan ketersediaan, melainkan soal akses dan distribusi yang adil. Meski gudang Bulog penuh sesak, data terbaru dari Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) 2024 menunjukkan bahwa 57 wilayah di Indonesia masih tergolong sangat rentan, dan rentan terhadap kerawanan pangan (lihat grafis).
FSVA—hasil kerja sama Badan Pangan Nasional dan Kementerian PPN/Bappenas—memetakan kerawanan pangan berdasarkan tiga dimensi utama: ketersediaan, akses, dan pemanfaatan. Setiap dimensi disusun berdasarkan indikator terukur. Misalnya, ketersediaan mencerminkan rasio antara konsumsi normatif per kapita dan jumlah pangan yang tersedia.
Akses melibatkan variabel seperti tingkat kemiskinan, akses listrik, dan persentase pengeluaran rumah tangga untuk pangan. Pemanfaatan menyoroti aspek kesehatan dan sosial, termasuk angka stunting, harapan hidup, hingga pendidikan perempuan.
Warna merah hati dalam peta FSVA menandai wilayah yang sangat rentan. Dan pada 2024, merah hati ini masih tampak mencolok di berbagai pelosok negeri—mulai dari Pulau Taliabu di Sulawesi hingga Yahukimo dan Nduga di Papua. Bahkan, sebagian wilayah ini sudah berkali-kali masuk daftar daerah rentan sejak FSVA pertama kali diluncurkan pada 2015.
Cadangan Beras
Untuk diketahui, pemerintah merilis stok beras pemerintah mencapai 3.502.895 ton per 4 Mei 2025. Angka ini merupakan yang tertinggi sejak Perum Bulog didirikan pada 1969 dan melampaui rekor swasembada beras tahun 1984. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyatakan bahwa pencapaian ini menjadi tonggak sejarah baru di tengah tantangan global.
“Ini adalah rekor tertinggi stok cadangan beras pemerintah dalam sejarah. Dengan penduduk hampir dua kali lipat dari 1984, capaian ini menunjukkan kekuatan sektor pangan kita,” ujar Amran dikutip dari keterangan tertulis, Senin (5/5/2025).
Pada tahun 1984, Indonesia pernah mencapai swasembada beras dengan stok mencapai 3,02 juta ton. Kini, dengan populasi sekitar 280 juta jiwa, jumlah stok beras meningkat signifikan hanya dalam empat bulan, dari 1,7 juta ton pada Januari 2025 menjadi 3,5 juta ton di Mei 2025. Seluruh kenaikan berasal dari hasil produksi dalam negeri.
Pemerintah menargetkan cadangan beras mencapai 4 juta ton dalam 15 hingga 20 hari mendatang. “Kami optimistis target itu tercapai,” kata Amran.
Peningkatan stok beras ini didorong oleh kebijakan strategis Presiden Prabowo Subianto, termasuk peningkatan kuota pupuk bersubsidi 100 persen, reformasi distribusi pupuk, dan penyesuaian harga gabah menjadi Rp6.500 per kilogram.
Sektor Pertanian Tumbuh
Sementara itu, ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 4,87 persen (y-on-y) pada triwulan I-2025. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan pertumbuhan didorong oleh sektor pertanian dan industri makanan dan minuman, terutama saat Ramadan dan Idulfitri. Sektor pertanian mencatatkan pertumbuhan tertinggi sebesar 10,52 persen. Produksi padi naik 51,45 persen dan jagung naik 39,02 persen.
Di sisi sosial, Indeks Ketimpangan Gender (IKG) Indonesia 2024 tercatat di angka 0,421 atau turun 5,82 persen dibanding tahun sebelumnya. Perbaikan tercermin pada peningkatan partisipasi kerja perempuan dan layanan kesehatan ibu melahirkan. Namun, ketimpangan masih tinggi di beberapa provinsi di Maluku, Papua, dan Kalimantan.
Tingkat pengangguran terbuka (TPT) per Februari 2025 tercatat sebesar 4,76 persen, turun dari 4,82 persen tahun lalu. Namun jumlah penganggur secara absolut meningkat 80 ribu orang akibat pertumbuhan angkatan kerja.
Dengan pencapaian ini, Indonesia dinilai berada pada jalur menuju swasembada pangan berkelanjutan. Pemerintah menyatakan akan terus memperkuat produksi dalam negeri guna menjaga stabilitas dan kedaulatan pangan nasional.***