Reshuffle Kabinet Prabowo: Antara Simbol, Tantangan, dan Harapan

Reshuffle Kabinet Prabowo: Antara Simbol, Tantangan, dan Harapan

MAKLUMATReshuffle kabinet yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto pada 8 September 2025 menjadi sorotan besar publik. Bukan hanya karena lima kursi menteri berganti, melainkan karena tiga di antaranya punya makna simbolik yang kuat: Budi Gunawan, Sri Mulyani, dan Budi Arie Setiadi.

Penulis: Nurkhan

Banyak pengamat menyebut, ketiga nama itu merepresentasikan “tiga pilar kekuatan” yang selama ini mengitari politik Indonesia: Megawati dan PDIP (Budi Gunawan), IMF/Bank Dunia (Sri Mulyani), serta Jokowi (Budi Arie). Maka ketika mereka diganti sekaligus, publik melihatnya bukan sekadar reshuffle biasa, melainkan sebuah deklarasi: Prabowo ingin menunjukkan dirinya benar-benar berdaulat, berdiri di atas semua kepentingan. Namun langkah berani ini tentu bukan tanpa risiko. Dari sisi politik, PDIP dan Megawati bisa saja merasa dipinggirkan. Dari sisi ekonomi, pasar global dan investor langsung bereaksi dingin. Sri Mulyani adalah simbol kredibilitas fiskal di mata dunia; kepergiannya membuat IHSG melemah dan muncul keraguan apakah Indonesia akan tetap disiplin mengelola anggaran.

Sedangkan dari sisi konsolidasi, Jokowi dan jejaring digital-politiknya tentu tak bisa dianggap remeh, karena Budi Arie adalah figur penting dalam ekosistem relawan dan informasi publik.

Meski begitu, ada manfaat yang tidak bisa diabaikan. Prabowo kini lebih bebas menyusun arah kebijakan tanpa terlalu banyak bayang-bayang kekuatan lama. Penunjukan Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menkeu, dengan optimisme pertumbuhan 8%, mencerminkan semangat agresif untuk mendorong ekonomi lebih cepat.

Baca Juga  Penonaktifan Lima Anggota DPR RI: Manuver Politik atau Langkah Hukum yang Sah?

Keluar dari Pakem Lama

Pesan yang ingin disampaikan jelas: era baru ini adalah era keberanian mengambil langkah sendiri, bahkan bila harus keluar dari “pakem lama” yang dikawal IMF, Bank Dunia, atau elite politik senior.

Pertanyaannya sekarang adalah; apakah reshuffle ini hanya sebatas simbol kekuatan, atau benar-benar bisa diterjemahkan dalam kebijakan yang menyejahterakan rakyat? Publik tentu berharap lebih dari sekadar drama politik.

Keberanian mengganti tiga figur besar akan dinilai sukses bila diikuti langkah nyata—disiplin fiskal yang sehat, keberpihakan pada ekonomi rakyat, serta politik yang stabil tanpa mengorbankan demokrasi.

Dengan reshuffle ini, Prabowo menegaskan posisinya: ia tidak ingin menjadi presiden “titipan”, tidak juga presiden “penjaga status quo”. Ia ingin dikenang sebagai pemimpin yang berani mengendalikan arah bangsa di tengah pusaran kepentingan besar.

Namun keberanian saja tidak cukup. Ke depan, tantangannya adalah menjaga kepercayaan pasar, merawat harmoni politik, sekaligus membuktikan bahwa kedaulatan yang ditunjukkan lewat reshuffle benar-benar menghadirkan keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia.***

 

*) Penulis: Nurkhan
Kepala MI Muhammadiyah 2 Panceng Gresik

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *