MAKLUMAT – Menko Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra, menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang menghapus ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden (presidential threshold).
Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7/2017 tentang Pemilu, partai politik atau gabungan partai politik diwajibkan memenuhi ambang batas minimal 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional untuk dapat mengusung pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Namun, dengan putusan MK, ketentuan ini dinyatakan tidak berlaku lagi.
Namun, dalam pedomannya, MK juga meminta pembentuk undang-undang untuk merancang aturan baru guna menghindari munculnya terlalu banyak pasangan calon akibat penghapusan ambang batas tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Yusril menyatakan bahwa menciptakan norma baru untuk membatasi jumlah pasangan calon sudah tidak memungkinkan.
“Kalau membaca pertimbangan hukum dan diktum putusan, tidak mungkin membuat norma baru untuk membatasi jumlah Capres (Calon Presiden),” ujar Yusril kepada awak media, Sabtu (4/1/2025).
Menurut Yusril, norma baru seperti itu akan bertentangan dengan putusan MK yang telah menghapus presidential threshold. MK dalam putusannya menegaskan bahwa setiap partai politik peserta pemilu memiliki hak untuk mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. “Kalau mereka mau bergabung mencalonkan seseorang, silakan bergabung,” katanya.
Penting Mencegah Dominasi Partai Politik
Meski demikian, Yusril menyoroti pentingnya aturan untuk mencegah dominasi partai politik yang bergabung mencalonkan satu pasangan calon.
“Jangan sampai partai politik peserta pemilu bergabung tanpa batas. Misalnya, dari 20 partai politik yang ikut pemilu, 19 partai bergabung mengusulkan satu pasangan calon, sementara satu partai tersisa hanya bisa mengajukan satu pasangan calon lagi. Akhirnya hanya ada dua pasangan calon saja,” jelasnya.
“Ini yang harus dipikirkan bagaimana membatasi gabungan partai agar tidak mendominasi seperti dikatakan MK,” imbuh mantan Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu.
Yusril juga menekankan bahwa perumusan aturan tersebut perlu dan harus dilakukan dengan cermat agar tidak bertentangan dengan putusan MK.
“Ketentuan ini harus dirumuskan secara hati-hati agar norma yang nanti dibuat tidak bertabrakan dengan putusan MK,” tegas Yusril.