Ribuan Siswa Keracunan MBG, Program Makanan Bergizi atau Bahaya Sistemik?

Ribuan Siswa Keracunan MBG, Program Makanan Bergizi atau Bahaya Sistemik?

MAKLUMAT — Founder Ethics of Care, Farid Wajdi, menyoroti insiden keracunan massal dalam program makan bergizi gratis (MBG) yang menimpa ribuan siswa. Kasus tersebut memicu sorotan tajam terhadap pelaksanaan program pemerintah yang sejatinya dirancang untuk menyehatkan siswa dan menekan angka stunting.

Farid menilai bahwa kasus tersebut bukanlah sekadar insiden kecil, melainkan tanda darurat nasional. Terlebih bahwa kasus itu terjadi dalam program prioritas yang dicanangkan pemerintah.

“Program yang seharusnya membawa manfaat justru berbalik menjadi bencana. Ini menunjukkan adanya kegagalan sistemik mulai dari pengadaan, distribusi, hingga lemahnya pengawasan,” ujarnya, dilansir dari Jaringan Media Afiliasi Tajdid.id, Ahad (7/9/2025).

Menurutnya, MBG lahir dari gagasan mulia negara yang ingin hadir langsung dalam kehidupan anak-anak sekolah dengan memastikan kebutuhan gizi mereka terpenuhi. Namun, fakta yang di lapangan dalam pelaksanaannya terdapat jurang besar terbentang antara idealisme dan praktiknya.

“Setiap porsi makanan seharusnya melalui uji mutu dan pengawasan ketat. Fakta ribuan anak jatuh sakit berarti negara lalai menjalankan kewajiban paling dasar: menjamin keselamatan warganya,” tandasnya.

Ketidakjelasan Sasaran MBG

Tak hanya itu, Farid juga menyoroti soal sasaran program MBG, yang menurutnya masih tidak jelas. Ia mempertanyakan apakah MBG ditujukan untuk semua siswa atau hanya untuk kelompok rentan gizi di daerah-daerah miskin?

Tanpa definisi sasaran yang jelas, ia khawatir bahwa program MBG berpotensi menjadi program politik yang hanya menghabiskan biaya atau anggaran yang besar, tetapi rentan tidak tepat sasaran.

Baca Juga  Tim Hukum Khofifah-Emil Tantang Risma-Gus Hans Buktikan Tuduhan Manipulasi Suara di Pilgub Jatim

Segera Evaluasi Menyeluruh

Meski begitu, Farid berpendapat bahwa solusi terkait berbagai permasalahan dalam implementasi program MBG sejauh ini bukanlah dengan menutup total program tersebut, tetapi harus dilakukan audit dan evaluasi yang menyeluruh.

“Pemerintah harus berani melakukan audit independen dengan melibatkan BPOM, akademisi gizi, lembaga kesehatan, hingga masyarakat sipil. Transparansi mutlak diperlukan, termasuk membuka data kontrak, penyebab keracunan, dan hasil pemeriksaan kualitas makanan,” tegasnya.

Farid menyarankan agar MBG diarahkan ulang pada daerah dengan prevalensi stunting tinggi, melibatkan koperasi lokal yang bisa menjaga standar kebersihan, memastikan pengawasan laboratorium rutin, serta membangun sistem pelaporan real time.

“Negara tidak boleh lagi bertanya berapa porsi yang bisa dibagikan, tapi seberapa aman dan efektif porsi itu untuk anak-anak kita. Kalau jawabannya masih ragu, evaluasi total harus segera dilakukan. Anak-anak tidak bisa menunggu,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *