MAKLUMAT — Wakil Sekretaris Pimpinan Wilayah Aisyiyah (PWA) Jawa Timur, Asmawatie Rosyidah As’ad, menegaskan pentingnya penguatan ideologi dalam kaderisasi organisasi perempuan seperti Nasyiatul Aisyiyah (NA).
Hal itu ia sampaikan ketika menjadi narasumber dalam kegiatan kaderisasi Darul Arqam Nasyiatul Aisyiyah (DANA) III Jawa Timur yang digelar di SD Muhammadiyah 4 (Mudipat) Pucang, Surabaya, yang dilaksanakan pada Jumat hingga Ahad (26-28/12/2025).
Menurut Asmawatie, tantangan zaman saat ini semakin kompleks, mulai dari krisis nilai, ketimpangan sosial, hingga menguatnya cara pandang keagamaan yang sempit. Sebab itu, ia menegaskan bahwa kaderisasi ideologis menjadi kebutuhan mendesak bagi organisasi perempuan Islam. Dalam kesempatan itu, para peserta diajak untuk menelaah kembali fondasi gerakan Aisyiyah dan Muhammadiyah melalui Risalah Islam Berkemajuan (RIB) dan Risalah Perempuan Berkemajuan (RPB).
Sebagai keputusan Muktamar, kedua risalah tersebut ditegaskan bukan sekadar dokumen normatif. RIB dan RPB diposisikan sebagai peta jalan gerakan yang menuntun kader dalam bersikap, berpikir, dan bertindak di tengah dinamika sosial-keagamaan yang terus berubah.
Dalam paparannya, Asmawatie menegaskan bahwa Islam Berkemajuan harus dipahami sebagai cara pandang hidup yang menempatkan Islam bukan hanya sebagai identitas keagamaan, melainkan sebagai agama peradaban yang aktif menjawab persoalan kemanusiaan.
“Islam Berkemajuan adalah Islam yang membebaskan, memberdayakan, dan memajukan. Ia tidak berhenti pada kesalehan personal, tetapi bergerak menuju transformasi sosial,” tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa Risalah Islam Berkemajuan bukanlah mazhab baru, melainkan sifat inheren Islam yang dihidupkan kembali melalui dakwah dan tajdid Muhammadiyah. Islam Berkemajuan bersumber pada Al-Quran dan sunnah, menghidupkan ijtihad, mengedepankan wasathiyah (moderasi), serta berpijak pada realitas kekinian dan proyeksi masa depan.
Lebih lanjut, Asmawatie menekankan bahwa implementasi Islam Berkemajuan tidak boleh berhenti pada tataran wacana. Nilai-nilainya harus menjelma dalam gerakan nyata, seperti dakwah yang mencerahkan, tajdid yang progresif, pengembangan ilmu yang mencerdaskan, serta amal usaha yang membumi dan solutif bagi persoalan umat dan bangsa.
Sejalan dengan itu, pembahasan Risalah Perempuan Berkemajuan menghadirkan perspektif ideologis yang meneguhkan posisi perempuan sebagai subjek penuh dalam gerakan Islam. RPB dipahami sebagai dokumen ideologis ‘Aisyiyah yang menegaskan kesetaraan harkat dan peran perempuan Muslim dengan laki-laki dalam seluruh aspek kehidupan, tanpa diskriminasi.
Menurut Asmawatie, Perempuan Berkemajuan bukan sekadar perempuan yang aktif secara organisasi, melainkan perempuan yang beriman dan bertakwa, taat beribadah, berakhlak karimah, berpikir tajdid, bersikap wasathiyah, serta inklusif dalam menyikapi perbedaan. Karakter tersebut menjadi fondasi moral dan ideologis bagi perempuan ‘Aisyiyah untuk hadir sebagai agen perubahan.
Sebagai bentuk konkret aktualisasi nilai-nilai tersebut, Asmawatie menandaskan bahwa Risalah Perempuan Berkemajuan telah merumuskan 10 komitmen strategis yang menjadi panduan sikap dan gerakan perempuan Aisyiyah, yang meliputi penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, pelestarian lingkungan hidup, penguatan keluarga sakinah, pemberdayaan masyarakat, pengembangan filantropi berkemajuan, peran sebagai aktor perdamaian, peningkatan partisipasi publik, kemandirian ekonomi, penguatan peran kebangsaan, serta komitmen pada kemanusiaan universal.
Sepuluh komitmen tersebut menegaskan bahwa Perempuan Berkemajuan tidak hanya dituntut saleh secara personal, tetapi juga bertanggung jawab secara sosial dan peradaban. Melalui penguasaan IPTEK, kepedulian lingkungan, penguatan ekonomi, hingga keterlibatan dalam ruang publik dan kebangsaan, perempuan Aisyiyah diarahkan menjadi subjek aktif yang menghadirkan kemaslahatan, keadilan, dan keberlanjutan.
Melalui penguatan ideologis tersebut, DANA III Jawa Timur diharapkan tidak hanya membekali kader dengan pemahaman konseptual, tetapi juga menumbuhkan kesadaran kritis atas peran dirinya sebagai perempuan muda Muhammadiyah. Kader Nasyiatul Aisyiyah didorong untuk menerjemahkan Risalah Islam dan Perempuan Berkemajuan ke dalam praktik kehidupan sehari-hari, baik di ranah keluarga, organisasi, maupun ruang publik.
Kaderisasi sejati bukan sekadar regenerasi struktural, melainkan pembentukan kesadaran ideologis yang kokoh. Dari proses tersebutlah diharapkan lahir kader-kader perempuan berkemajuan yang istikamah, progresif, dan berdaya, serta konsisten membawa misi Islam sebagai agama kemajuan dan pencerahan bagi semesta.