RUHAMA Gelar Kajian Ilmu: Soroti Berbagai Praktik Dialog Antaragama

RUHAMA Gelar Kajian Ilmu: Soroti Berbagai Praktik Dialog Antaragama

MAKLUMAT — Rumah Hamka Malaysia (RUHAMA) menggelar Kajian Ilmu Studium Generale Muhammadiyah Malaysia, yang dihadiri anggota Komisi Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan MUI Pusat, Prof Dr Syamsuddin Arif, Selasa (11/11/2025).

Dalam sambutannya, Ketua Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Malaysia, H Fauzi Fatkur, mengapresiasi atas terselenggaranya forum kajian tersebut.

“Dengan terselenggara acara seperti ini memang layak RUHAMA jadi pusat kajian untuk semua pihak. Dan ini acara pertama kali semenjak RUHAMA berdiri,” ujarnya.

“Semoga menjadi wawasan keilmuan warga Muhammadiyah yang basisnya (adalah) PMI (Pekerja Migran Indonesia) atau TKI (Tenaga Kerja Indonesia) di Malaysia ini,” imbuh Fauzi Fatkur.

Dalam forum tersebut, Prof Dr Syamsuddin Arif menyoroti semakin maraknya praktik dialog antaragama yang salah kaprah. Menurutnya, dialog antaragama merupakan siasat dan strategi yang bertujuan untuk menyesatkan dan bahkan memurtadkan kaum muslim.

“Salah satu narasi yang dibawakan dalam program dialog antaragama ini adalah menarasikan bahwa agama Islam dengan agama samawi yang lainnya, seperti Yahudi dan Nasrani, sama-sama benar, dan penganutnya bisa masuk surga semua dengan alasan karena ketiga agama tersebut merupakan agama Nabi Ibrahim karena memiliki asal yang sama dan berbagi sejarah yang sama,” sorotnya.

“⁠Narasi bahwa ketiga agama tersebut merupakan agama Nabi Ibrahim pada hakikatnya adalah narasi untuk menyebarkan pemahaman pluralisme atau pemahaman bahwa ketiga agama tersebut benar semua, sehingga bebas mau memeluk agama manapun dari ketiga agama tersebut,” sambung Syamsuddin.

Baca Juga  Menag Nasaruddin Umar Ucapkan Selamat kepada Paus Leo XIV, Dorong Dialog Antaragama Dunia

Di dalam Al-Quran, kata dia, telah disebutkan dan ditegaskan bahwa Nabi Ibrahim adalah hanifan musliman, yang merupakan seorang muslim, bukan beragama kristiani ataupun yahudi.

“Sehingga dapat disimpulkan bahwa agama Islam adalah satu-satunya agama yangg benar,” tandasnya.

Meski begitu, Syamsuddin menegaskan bahwa dialog antargama dalam konteks lain, menyangkut tentang kemanusiaan, perdamaian, dan kerukunan antarumat beragama, justru sangat penting dan sangat dianjurkan.

“Dialog yang membahas tentang kemanusiaan dan kerukunan antaragama guna membangun peradaban manusia adalah sesuatu yang diperbolehkan, bahkan sangat dianjurkan untuk dilakukan,” tegasnya menjawab salah satu pertanyaan peserta..

Dialog antaragama yang tidak diperkenankan, kata Syamsuddin, adalah dialog-dialog yang membahas isi ajaran agama dan kebenarannya, serta bentuk dialog antaragama yang bertujuan untuk membenarkan semua agama atau pemahaman pluralisme (yang menyiratkan bahwa semua agama sama aja).

Dialog antaragama dengan tujuan tersebut, kata Syamsuddin, bermaksud untuk memunculkan pemahaman yang selama ini kontradiktif dengan pemahaman dalam agama islam, sehingga membuat kacau pemahaman atau keyakinan umat Islam. Agama Islam, kata dia, adalah agama yang paripurna.

Selain itu, para peserta juga menanyakan terkait metode dakwah yang dilakukan para dai, misalnya seperti Dr Zakir Naik, hingga dialog antaragama di berbagai platform digital seperti yang dilakukan Habib Husein Ja’far Al Hadar.

Menurut Syamsuddin, cara dakwah yang dilakukan Dr Zakir Naik sangat efektif untuk menarik orang-orang non-muslim untuk konversi dan menjadi mualaf, namun ia juga menggarisbawahi bahwa cara tersebut juga memiliki tantangan yang berat, termasuk perlawanan dari penganut agama lainnya.

Baca Juga  PCIM Malaysia Teken MoU dengan Universitas Trunojoyo Madura: Fasilitasi Pendidikan Anak PMI

“Walaupun mendapat tentangan dan perlawanan dari otoritas pemerintah penganut agama lain,” katanya.

Terkait seruan dialog antaragama dalam konten-konten di platform digital, Syamsuddin meminta agar umat Islam mampu memilah dan memilih mana saja konten yang sesuai dan logis, serta mana yang menyalahi logika dan kurang sesuai ajaran Islam.

Ia juga mendorong agar para generasi muda muslim meningkatkan literasi keagamaan dan pemahaman logika, sehingga mampu memfilter berbagai informasi dengan tepat.

“Dalam hal ini para gen z perlu menyaring mana yang benar dan mana yang salah, mana yang sesuai dengan logika dan mana yang menyalahi logika,” tegasnya.

“Dan agar para gen z bisa melakukan hal tersebut maka perlu menambah literasi dan pemahaman logika yang benar agar bisa menyaring informasi yang benar dan yang salah. Dan sebagai generasi sebelum gen z, perlu membantu meningkatkan kegiatan yang meningkatkan literasi dan pemahaman logika mereka,” imbuh Syamsuddin.

Tak cuma itu, peserta juga menanyakan soal hukum membangun kompleks antaragama, seperti yang dilakukan di Uni Emirat Arab (UAE). “Membangun kompleks antar agama itu mengandung syubhat-syubhat, yang lebih mengarah kepada sesuatu yang haram. Maka tidak perlu untuk membangun kompleks antaragama karena mudaratnya lebih besar daripada manfaatnya,” timpal Syamsuddin.

*) Penulis: Sholikhan Abd Halim / Ubay NA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *