MAKLUMAT — Ketua Pimpinan Wilayah Aisyiyah (PWA) Jawa Timur, Dra. Hj. Rukmini Amar, M.Ap, menegaskan bahwa Aisyiyah harus terus bergerak tanpa henti untuk membangun kemandirian masyarakat Jawa Timur. Menurutnya, dakwah yang baik bukan hanya soal memberi materi, namun juga memberdayakan.
Pernyataan ini ia sampaikan dalam acara Milad Aisyiyah ke-108 yang mengusung tema “Memperkokoh Ketahanan Pangan Berbasis Qaryah Thayibah untuk Jawa Timur Mandiri dan Sejahtera”.
Kegiatan tersebut digelar di Aisyiyah Training Center (ATC) Nyai Walidah, Desa Kertosari, Kecamatan Purwosari, Kabupaten Pasuruan, dan disiarkan langsung melalui kanal YouTube pada Selasa (1/7/2025).
Dalam sambutannya, Rukmini menekankan pentingnya sinergi antara masyarakat dan para pemangku kebijakan. Ia menyebut bahwa permasalahan sosial di Jawa Timur tidak bisa diselesaikan sendiri-sendiri, melainkan butuh kerja kolektif dari seluruh elemen bangsa.
“Tanpa kebersamaan, tentunya akan banyak terjadi ketimpangan-ketimpangan. Kita menginginkan Jawa Timur yang begitu besar ini untuk bersatu dalam menangani persoalan masyarakat,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa semangat dakwah Aisyiyah tidak mengenal waktu. Tidak ada kata libur dalam perjuangan untuk membangun umat. Ia mengutip Q.S. Al-Insyirah ayat 8 sebagai pengingat bahwa setiap keberhasilan akan diikuti oleh tanggung jawab baru. “Setelah selesai ini, masih ada tugas-tugas yang lain yang harus kita selesaikan,” tegasnya.
Menurut Rukmini, gerakan Aisyiyah harus hadir dan berdampak hingga ke akar rumput. Bukan sekadar seremonial di tingkat pusat, melainkan menembus hingga ke ranting-ranting. Ia menggambarkan bahwa visi masyarakat Islam yang dicita-citakan sejalan dengan semangat Q.S. Al-A’raf ayat 96, yakni masyarakat yang diberkahi karena iman dan takwanya.
“Ini janji Allah, Allah akan membukakan pintu keberkahan. Jadi akan tumbuh dan berkembang kebaikan-kebaikan di Jawa Timur,” ungkapnya.
Namun, keberkahan itu tidak datang begitu saja. Rukmini menegaskan bahwa dakwah Aisyiyah juga harus strategis, tidak sekadar memberi bantuan, tetapi mendorong masyarakat agar berdaya dan mandiri. Ia menyoroti pentingnya mengubah pola pikir masyarakat yang selama ini terbiasa menerima bantuan tanpa usaha.
Ia mencontohkan sebuah kampung di Jawa Timur yang dikenal sebagai “kampung pengemis”. Warganya cenderung lebih memilih mengemis karena dianggap lebih mudah dan menguntungkan daripada bekerja. “Mengemis lebih banyak dapatnya daripada bekerja. Walaupun dilatih, tapi sistem itu yang harus kita rubah bersama-sama. Bagaimana mereka itu memiliki harga diri,” katanya.
Dalam menghadapi berbagai tantangan tersebut, Rukmini menyebut Aisyiyah telah menjalankan banyak program yang menyentuh sektor-sektor vital seperti ekonomi koperasi, pendidikan, hingga kesehatan. Menurutnya, semua itu perlu diperkuat dengan semangat kebersamaan yang tulus.
“Jangan pernah puas dengan apa yang kita capai. Tapi puaslah dengan apa yang kita miliki bersama. Kebersamaan kita bangun lewat jejaring dengan sesama organisasi perempuan maupun pemerintah setempat,” tutupnya.