Sambut Aturan Penggunaan Sound System, Ketua LHKP Tekankan Sosialisasi untuk Hindari Kesalahan Persepsi

Sambut Aturan Penggunaan Sound System, Ketua LHKP Tekankan Sosialisasi untuk Hindari Kesalahan Persepsi

MAKLUMAT — Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, Muhammad Mirdasy, mengapresiasi Surat Edaran Bersama (SEB) tentang Penggunaan Sound System/Pengeras Suara di Wilayah Jawa Timur, yang telah diteken oleh Gubernur Jatim, Kapolda, dan Pangdam V/Brawijaya.

Ia menyambut positif aturan tersebut, yang dimaksudkan untuk menciptakan kenyamanan dan ketertiban bersama.

“Kita sambut positif upaya Pemprov dalam mengatur sound system ini, termasuk yang kita kenal menyangkut sound horeg,” ujarnya kepada Maklumat.id, Ahad (10/8/2025).

Meski begitu, ia mengingatkan bahwa regulasi tersebut tidak cukup hanya dengan penerbitan SEB, melainkan bagaimana sosialisasi kepada masyarakat, serta implementasinya di lapangan.

Menurutnya, hal tersebut sangat penting diperhatikan dan disiapkan strategi sosialisasinya, supaya tidak menimbulkan salah tafsir atau kesalahan persepsi, yang justru memicu kegaduhan.

“Bagaimana menegakkan aturan tersebut, yang mesti disosialisasikan kepada masyarakat, agar tidak terjadi kesalahan persepsi atas aturan yang telah ditetapkan,” tandas Mirdasy.

SEB Atur Penggunaan Sound System

Sebelumnya, Gubernur Jatim bersama Kapolda dan Pangdam V/Brawijaya, telah menerbitkan Surat Edaran Bersama (SEB) tentang Penggunaan Sound System/Pengeras Suara di Wilayah Jawa Timur.

Surat Edaran Bersama Nomor 300.1/6902/209.5/2025, Nomor SE/1/VIII/2025, dan Nomor SE/10/VIII/2025. Ditandatangani oleh Gubernur Khofifah, Kapolda Jatim Irjen Pol Nanang Avianto, dan Pangdam V/Brawijaya Mayjen TNI Rudy Saladin, tersebut mengatur soal penggunaan pengeras suara di provinsi paling timur Pulau Jawa itu.

Baca Juga  Siap Diperiksa Soal Kasus Chromebook, Nadiem: Saya Tidak Pernah Menoleransi Korupsi

Aturan tersebut menegaskan bahwa penggunaan sound system harus mengacu pada ketentuan perundang-undangan, antara lain dalam Permenkes RI No. 70/2016 tentang Standar dan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri; Permenkes RI No. 2/2023 sebagai pelaksanaan PP No. 66/2014 tentang Kesehatan Lingkungan; serta Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. KEP-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan.

Regulasi dalam SEB itu mengatur dua kategori penggunaan sound system, yakni:

  • Statis: Kegiatan kenegaraan, pertunjukan musik, seni, dan budaya, baik di ruang terbuka maupun tertutup, maksimal 120 dBA.
  • Nonstatis/Berpindah: Karnaval, unjuk rasa, dan kegiatan berpindah tempat, maksimal 85 dBA.

Selain itu, kendaraan pengangkutnya juga diwajibkan telah lulus uji kelayakan (KIR).

Penggunaan sound system juga harus sesuai dengan izin yang dikeluarkan. Terdapat larangan untuk menyalakan sound system saat melintasi:

  • Tempat ibadah pada waktu kegiatan peribadatan.
  • Kegiatan budaya masyarakat, pengajian, prosesi pemakaman.
  • Rumah sakit dan ambulans yang membawa pasien.
  • Sekolah atau tempat pendidikan saat kegiatan belajar mengajar.
  • Sound system juga tidak boleh dinyalakan selama perjalanan dari tempat penyewaan menuju lokasi acara sebelum izin berlaku.

Tak hanya itu, penggunaan sound system juga dilarang untuk kegiatan-kegiatan yang mengandung pelanggaran norma agama, kesusilaan, dan hukum. Juga dilarang dalam kegiatan-kegiatan yang di dalamnya mengandung unsur minuman keras, narkotika, pornoaksi, pornografi, senjata tajam, ataupun barang terlarang lainnya.

Baca Juga  Perang Sarung Makin Meresahkan, Warek UM Surabaya Sorot Kurangnya Ruang Kreatif untuk Anak Muda

Penyelenggara juga diwajibkan untuk menjaga ketertiban, kerukunan, mencegah konflik sosial, serta tidak merusak lingkungan atau fasilitas umum. EO dan penyedia jasa sound system juga wajib memberi batasan kepada penyewa agar mematuhi aturan.

Konsekuensi dan Hukuman Jika Melanggar

Jika ditemukan unsur-unsur terlarang, aksi anarkis, tawuran, ujaran kebencian, SARA, ataupun gangguan ketertiban, maka kegiatan dapat dihentikan oleh Kepolisian, TNI, dan Satpol PP.

Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut juga dapat berujung pada pencabutan izin usaha sesuai peraturan.

Selain itu, penyelenggara kegiatan yang melanggar ketentuan-ketentuan tersebut juga akan dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

*) Penulis: Ubay NA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *