
MAKLUMAT — Dosen Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Dr Raharjo MSi, menyambut rencana kebijakan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) untuk mengembalikan penjurusan IPA/IPS/Bahasa di jenjang SMA pada tahun ajaran 2025/2026. Meski begitu, ia juga menyampaikan sejumlah catatan dan saran untuk diperhatikan.
Menurutnya, kebijakan untuk mengembalikan penjurusan di SMA itu memiliki sejumlah kelebihan yang potensial bagi perkembangan peserta didik alias para siswa, antara lain:
1. Fokus dan Pendalaman Materi
Raharjo menilai, adanya penjurusan dapat membuat siswa lebih fokus pada bidang studi yang sesuai dengan minat dan bakat mereka.
“Ini memungkinkan pendalaman materi yang lebih signifikan dalam mata pelajaran inti jurusan,” ujarya dalam keterangan tertulis kepada Maklumat.ID, Selasa (22/4/2025).
Di sisi lain, menurut dia para guru juga dapat lebih fokus dalam mempersiapkan materi dan metode pengajaran yang relevan dengan kebutuhan siswa di setiap jurusan.
2. Persiapan yang Lebih Baik untuk Pendidikan Tinggi
Penjurusan di SMA dapat membantu siswa untuk lebih awal mengidentifikasi minat dan potensi karir mereka. Hal ini dapat mempermudah mereka dalam memilih program studi di perguruan tinggi yang relevan.
Kurikulum yang lebih terstruktur berdasarkan jurusan, kata Raharjo, dapat memberikan landasan pengetahuan yang lebih kuat bagi siswa untuk mengikuti perkuliahan di bidang yang mereka pilih.
3. Pengembangan Bakat dan Minat yang Lebih Terarah
Raharjo berpendapat, para siswa yang memiliki minat dan bakat yang jelas di bidang tertentu, misalnya sains, sosial, atau bahasa, akan memiliki kesempatan yang lebih baik untuk mengembangkan potensi mereka melalui mata pelajaran dan kegiatan yang relevan dalam jurusan mereka.
4. Potensi Peningkatan Kualitas Lulusan
Dengan fokus dan pendalaman materi, diharapkan lulusan SMA akan memiliki kompetensi yang lebih mendalam di bidang tertentu, sehingga lebih siap untuk melanjutkan pendidikan tinggi atau memasuki dunia kerja yang spesifik.
Catatan Penting dan Potensi Tantangan

Meski demikian, Raharjo juga memberikan sejumlah catatan yang berpotensi menjadi tantangan, jika kebijakan penjurusan IPA/IPS/Bahasa di SMA tersebut benar-benar kembali diterapkan, antara lain:
1. Potensi Pembatasan Pilihan di Usia Dini
Menurut Raharjo, keputusan penjurusan di usia SMA bisa jadi terlalu dini bagi sebagian siswa, yang mungkin belum sepenuhnya yakin dengan minat dan bakat mereka. “Hal ini berpotensi membatasi eksplorasi minat mereka di bidang lain,” katanya.
Selain itu, lanjutnya, siswa yang salah memilih jurusan mungkin akan merasa tidak termotivasi dan kesulitan mengikuti pelajaran, yang dapat berdampak negatif pada prestasi akademik dan kesehatan mental mereka.
2. Kurangnya Fleksibilitas dan Mobilitas Antar Jurusan
Jika sistem penjurusan terlalu kaku, Raharjo berpendapat bahwa para siswa yang di kemudian hari menyadari minat mereka berubah, akan kesulitan untuk berpindah jurusan atau mengambil mata pelajaran di luar jurusannya.
“Hal ini dapat menghambat perkembangan potensi mereka secara utuh,” sebutnya.
3. Potensi Ketidakmerataan Kualitas Pendidikan Antar Jurusan dan Sekolah
Permasalahan selanjutnya, kualitas guru, fasilitas, dan sumber daya pendidikan mungkin tidak merata antar jurusan dan antar sekolah.
Raharjo menilai, hal tersebut berpotensi menciptakan kesenjangan kualitas lulusan antar jurusan dan antar sekolah.
Selain itu, pada jurusan tertentu, misalnya misalnya Bahasa, mungkin dianggap kurang bergengsi dibandingkan jurusan lainnya seperti IPA, yang juga dapat memengaruhi motivasi siswa dan alokasi sumber daya.
4. Kesulitan dalam Implementasi dan Sosialisasi
Raharjo memberikan catatan, bahwa rencana kebijakan pemberlakuan kembali penjurusan di SMA tersebut memerlukan persiapan yang matang dalam hal kurikulum, pelatihan guru, penyediaan fasilitas, hingga sistem bimbingan konseling yang efektif.
“Sosialisasi kebijakan ini kepada siswa, orang tua, dan pihak sekolah juga sangat penting untuk memastikan pemahaman dan dukungan yang baik,” tandasnya.
5. Potensi Stigma dan Diskriminasi Antar Jurusan
Tak hanya itu, Raharjo juga mengingatkan akan potensi adanya stigma yang memandang remeh atau rendah jurusan tertentu.
“Meskipun tidak diharapkan, ada potensi munculnya stigma atau pandangan yang merendahkan terhadap jurusan tertentu. Hal ini dapat mempengaruhi kepercayaan diri dan motivasi siswa di jurusan tersebut,” tegasnya.
Persiapan Matang dan Sejumlah Hal yang Harus Diperhatikan
Lebih lanjut, pria yang juga menjabat Ketua Divisi Akademik Majelis Pendidikan Dasar, Menengah, dan Pendidikan Non-Formal (Dikdasmen PNF) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur itu menilai, pemberlakuan kembali penjurusan di SMA memiliki potensi manfaat dalam meningkatkan fokus dan pendalaman materi, serta mempersiapkan siswa untuk pendidikan tinggi.
Namun, penting untuk mempertimbangkan dengan cermat potensi kekurangannya, terutama terkait dengan pembatasan pilihan di usia dini, kurangnya fleksibilitas, potensi ketidakmerataan, dan tantangan implementasi.
Agar kebijakan tersebut dapat berjalan efektif dan memberikan manfaat yang optimal, ia menyarankan sejumlah hal yang harus diperhatikan, antara lain:
- Penyediaan Bimbingan Konseling yang Komprehensif: Sistem bimbingan konseling yang kuat dan berkelanjutan sangat penting untuk membantu siswa mengenali minat dan bakat mereka, serta memberikan informasi yang akurat tentang pilihan jurusan dan konsekuensinya.
- Fleksibilitas dalam Kurikulum: Perlu ada ruang bagi siswa untuk mengambil mata pelajaran lintas jurusan atau melakukan perubahan jurusan jika memang diperlukan, dengan mekanisme yang jelas dan tidak memberatkan.
- Pemerataan Kualitas Pendidikan: Pemerintah perlu memastikan pemerataan kualitas guru, fasilitas, dan sumber daya pendidikan di semua jurusan dan semua sekolah.
- Sosialisasi yang Efektif: Informasi yang jelas dan komprehensif mengenai tujuan, mekanisme, dan implikasi kebijakan ini perlu disampaikan kepada semua pihak terkait.
- Evaluasi Berkala: Implementasi kebijakan ini perlu dievaluasi secara berkala untuk mengidentifikasi potensi masalah dan melakukan perbaikan yang diperlukan.
Keputusan untuk memberlakukan kembali penjurusan di SMA adalah langkah besar yang akan berdampak signifikan pada sistem pendidikan Indonesia.
Oleh karena itu, implementasinya perlu dilakukan dengan hati-hati, mempertimbangkan berbagai aspek, dan melibatkan partisipasi aktif dari semua pemangku kepentingan di dunia pendidikan.