21.8 C
Malang
Selasa, Januari 14, 2025
TopikSandal Jepit Pak Haedar: Filosofi Kesederhanaan di Tengah Aset Rp 13 Triliun

Sandal Jepit Pak Haedar: Filosofi Kesederhanaan di Tengah Aset Rp 13 Triliun

Sandal Jepit Pak Haedar
Pak Haedar Nashir melayani wawancara wartawan seusai salat zuhur di kompleks Universitas Muhammadiyah Kupang, Kamis (5/12). Foto: Maklumat

MAKLUMAT — Pak Haedar Nashir melangkah pelan di sela-sela terik siang di Kupang, Nusa Tenggara Timur, Kamis (5/12). Di atas tanah pulau berjuluk nusa cendana, Ketua Umum PP Muhammadiyah itu hanya mengenakan sandal jepit berwarna putih dan cokelat.

Sandal sederhana yang bertuliskan merek Alfamart. Tidak ada kesan mewah, tidak ada jejak keangkuhan. Ia berjalan menuju Masjid Kiai Haji Ahmad Dahlan yang jaraknya hanya 50 meter dari aula tempat berlangsungnya sidang pleno Tanwir I Muhammadiyah.

Kemeja marun, celana hitam, dan kopiah hitam yang ia kenakan melengkapi kesan sederhana itu. Namun, justru di tengah kesederhanaannya, terletak kontras mencolok dengan tanggung jawab besar yang dipikulnya.

sandal jepit Pak Haedar
Pak Haedar mengenakan sandal jepit usai salat zuhur. Foto:Maklumat

Di balik sosok bersahaja ini, tersimpan amanah untuk mengelola aset Muhammadiyah yang mencapai angka fantastis — Rp13 triliun, yang dulu tersimpan di Bank Syariah Indonesia dan tanah yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

Ketika waktu salat zuhur tiba, seperti biasa, ia memilih berjalan sendiri tanpa pengawalan mencolok. Langkahnya terlihat ringan, seperti orang biasa yang ingin menunaikan ibadah. Namun, tak ada yang benar-benar biasa dari sosok yang berdiri di barisan depan salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia.

Setelah salat, wartawan sudah menunggunya. Pak Haedar menyambut mereka dengan tenang. Senyumnya mengembang, menyejukkan suasana panas Kupang. Dalam sesi wawancara, ia berbicara panjang lebar tentang visi Muhammadiyah di luar Pulau Jawa.

Ia menyoroti dinamika perkembangan organisasi ini di Kalimantan Timur, Papua Barat, hingga Nusa Tenggara Timur. “Perkembangan Muhammadiyah di wilayah-wilayah ini menunjukkan semangat yang luar biasa. Kita harus terus mendukung,” ujarnya lembut namun penuh keyakinan.

Yang menarik, bukan hanya substansi wawancaranya, tetapi gaya hidup yang ia perlihatkan. Di tengah aset triliunan rupiah yang dikelola Muhammadiyah, Pak Haedar memilih kesederhanaan. Sandal jepit Alfamart itu seolah menjadi simbol — pengingat bahwa jabatan adalah amanah, bukan alat untuk bermewah-mewah.

Filosofi Lumbung Hidup

Kesederhanaan itu tidak hanya terpancar dari pakaian dan sandal, tetapi juga dari pola pikir. Dalam kesempatan berbeda, Pak Haedar berbicara tentang pentingnya “lumbung hidup” — sebuah metafora yang merujuk pada upaya merawat dan menanam tumbuhan bermanfaat. Ia mendorong masyarakat untuk memanfaatkan lahan sekecil apa pun di sekitar rumah.

“Menanam apa yang bermanfaat adalah investasi jangka panjang,” ujar Pak Haedar suatu pagi di Ciheulang, kampung halamannya. Ia terlihat merawat pohon buah yang sudah lama ia tanam. “Kita harus sadar bahwa hidup sehat itu sejatinya murah dan sederhana. Kita mungkin terlalu banyak mengonsumsi junk food, sementara tubuh kita membutuhkan buah-buahan dan sayuran yang segar, ” ujar Pak Haedar dikutip dari akun Instagram-nya.

Pak Haedar mengajak masyarakat untuk menjadikan kegiatan bercocok tanam sebagai gerakan bersama. Dengan polybag atau pot sederhana, siapa pun dapat menciptakan lumbung hidup mereka sendiri. Selain bermanfaat untuk konsumsi pribadi, ini juga menjaga lingkungan dan membangun etos kerja yang sehat.

“Bayangkan, kita makan hasil dari keringat sendiri. Ada kebanggaan di situ. Dan yang lebih penting, hati dan pikiran kita tetap bersih karena merawat tanaman juga berarti merawat jiwa.”

Refleksi Kesederhanaan

Di tengah hiruk-pikuk dunia modern Indonesia, sosok seperti Pak Haedar adalah oase yang menenangkan. Ia mengingatkan bahwa jabatan tinggi tidak harus menghapus kesahajaan. Bahwa di balik angka triliunan dan gedung-gedung megah kampus Muhammadiyah, tetap ada ruang sandal jepit untuk melangkah ke Masjid.

Kesederhanaan bukan sekadar penampilan, tetapi filosofi hidup. Dan di tengah teriknya suhu Kota Kupang, filosofi itu berjalan pelan — menyusuri jalan menuju masjid — dalam wujud seorang Haedar Nashir.

 

Ads Banner

Ads Banner

Ads Banner

Lihat Juga Tag :

Populer