
MAKLUMAT – Indonesia menghadapi tantangan ketenagakerjaan yang serius sepanjang tahun 2024. Sebanyak 80.000 pekerja dilaporkan telah kehilangan pekerjaan, sementara ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masih menghantui ribuan karyawan dari 60 perusahaan yang berpotensi melakukan perumahan karyawan dalam waktu dekat.
“(Selama 2024, sekitar) 80.000-an, (pekerja kena PHK),” ungkap Wakil Menteri Tenaga Kerja (Wamenaker), Emmanuel Ebenezer dalam keterangannya kepada wartawan, dikutip Rabu (25/12/2024).
Kebijakan Impor Jadi Sorotan
Menurut Noel, panggilan akrabnya, salah satu penyebab utama gelombang PHK adalah implementasi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8/2024 yang dinilai terlalu mempermudah masuknya impor barang jadi.
Kebijakan tersebut dianggap memberikan tekanan berat pada industri lokal, khususnya sektor tekstil, yang kesulitan bersaing dengan produk impor murah yang membanjiri pasar domestik.
“Permendag Nomor 8 terlalu meringankan impor bahan jadi. Ini kritik yang saya terima dari pengusaha maupun serikat pekerja,” kata Noel.
Kebijakan tersebut juga menghapus syarat pertimbangan teknis untuk impor beberapa komoditas seperti obat tradisional, kosmetik, alas kaki, dan pakaian jadi.
Meski bertujuan memperlancar perdagangan, langkah tersebut justru dianggap semakin mengancam keberlangsungan industri lokal hingga memaksa beberapa pabrik menghentikan operasinya.
Respon Dunia Usaha dan Pemerintah
Sementara itu, Direktur Kelembagaan dan Pencegahan Perselisihan Hubungan Industrial Kemenaker, Heru Widianto, menjelaskan bahwa sebagian pekerja yang terkena PHK telah terserap kembali ke sektor lain.
Kendati demikian, Heru mengakui bahwa tren PHK sampai saat ini masih menjadi masalah serius yang mengancam para pekerja.
“Yang dari sektor A ke sektor B, sebenarnya mereka ter-PHK, tapi kembali bekerja di tempat yang baru,” ujarnya.
Heru menyebut, para pelaku dunia usaha sepertinya lebih menyukai aturan dalam Permendag Nomor 36/2023 dibandingkan dengan Permendag Nomor 8/2024.
Dalam menghadapi situasi tersebut, para pemangku kebijakan diharapkan dapat mengevaluasi dampak kebijakan perdagangan terhadap industri lokal.
Kolaborasi antara pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja menjadi kunci untuk menjaga stabilitas dunia kerja sekaligus melindungi pekerja dari ancaman kehilangan pekerjaan lebih lanjut.