28.7 C
Malang
Jumat, Januari 3, 2025
RagamSeperempat Abad Sekolah Alam Insan Mulia: Selebrasi, Inovasi, dan Harapan Baru

Seperempat Abad Sekolah Alam Insan Mulia: Selebrasi, Inovasi, dan Harapan Baru

Sekolah Alam Insan Mulia
Pembina Yayasan Sekolah Alam Insan Mulia (SAIM) Dr. Moh. Sulthon Amien, M.M. menuturkan awal berdirinya SAIM. Foto:IST

MAKLUMAT — Puncak perayaan HUT ke-25 Sekolah Alam Insan Mulia (SAIM) Surabaya adalah sebuah malam yang tidak sekadar meriah, tetapi juga sarat dengan kenangan, harapan, dan semangat baru.

Di lantai empat Kampus 2 SAIM, di Jl. Keputih Tegal 54, Minggu malam (29/12), suasana tak ubahnya seperti reuni akbar keluarga besar yang tumbuh bersama selama seperempat abad terakhir.

Di antara gemerlap lampu dan senyum yang tak pernah lepas, sederet nama besar ikut memberi warna. Ucapan selamat mengalir dari tokoh-tokoh nasional seperti Mendikbud Abdul Mu’ti, Ustaz Wijayanto, Wakil Rektor Unesa Dr. Martadi, M.Sn., budayawan D. Zawawi Imron, hingga komedian yang juga orang tua murid SAIM, Cak Lontong.

Kehadiran mereka bukan sekadar formalitas, melainkan ungkapan tulus atas sebuah perjalanan panjang yang layak dirayakan. Acara malam itu jauh dari kesan seremonial kaku.

Teknologi informasi hadir sebagai mitra dalam menciptakan pengalaman yang modern dan segar. Layar besar di panggung menampilkan visualisasi multimedia, sementara jalannya acara dipandu oleh sistem komputerisasi.

Ketika orkestra SAIM mengalunkan lagu “Rumah Kita” karya Ahmad Albar dari God Bless, suasana menghangat. Lagu itu bukan hanya musik, tetapi narasi tentang kemandirian dan kebanggaan yang tertanam di jiwa setiap individu yang pernah menyentuh SAIM.

Sejarah panjang SAIM diceritakan dengan cara yang hidup. Video dokumenter dan storytelling menggambarkan setiap langkah sejak pendirian sekolah ini. Dr. Moh. Sulthon Amien, M.M., pendiri SAIM, berbicara dengan mata yang berbinar.

Tiga guru SAIM mendapatkan hadiah umrah, sebuah apresiasi atas dedikasi mereka yang luar biasa.Foto:IST

Ia mengenang hari-hari awal bersama istrinya, Enny Soetji Indriastuti (alm.), saat visi besar itu lahir. “Kami ingin menciptakan rumah kedua bagi anak-anak. Sebuah tempat belajar yang menyenangkan, tidak membebani, dan sejalan dengan dunia bermain mereka,” ujarnya.

Dengan filosofi itu, SAIM tumbuh dari PAUD dan TK menjadi sebuah institusi pendidikan yang kini memiliki jenjang SMP dan SMA. Pendekatan alami menjadi fondasi konsep pembelajaran SAIM. Anak-anak dikenalkan pada alam melalui petualangan ke sungai, pantai, hingga gunung. “Belajar harus menyenangkan,” kata Dr. Sulthon.

Prinsip itu tidak hanya menjadi jargon, tetapi telah lama menjadi metode yang diadopsi, bahkan sebelum istilah “joyful learning” populer di dunia pendidikan Indonesia.

Mizan Tamimy Sulthon, Ketua Yayasan SAIM, mengambil alih panggung untuk menggambarkan periode kedua perkembangan SAIM. Era ini ditandai dengan jaringan internasional yang mulai dibangun. Kemitraan dengan Como College di Australia dan Uedanishu High School di Jepang menjadi bukti bahwa SAIM tidak hanya tumbuh, tetapi juga melompat jauh ke depan.

Kurikulum Pearson Edexcel

Memasuki dekade ketiga, transformasi digital menjadi kata kunci. Aziz Badiansyah, M.M.Pd., Direktur Pendidikan SAIM, menjelaskan bagaimana layanan pembelajaran, administrasi, dan umum telah didigitalisasi. “Kami tidak hanya mengacu pada kurikulum nasional, tetapi juga telah mengadopsi kurikulum Pearson Edexcel dari Inggris sejak awal 2024,” jelasnya.

Namun, malam itu bukan hanya soal pencapaian. Ia juga penuh dengan emosi. Ibu Anita, seorang dosen di Universitas Surabaya, berbagi cerita yang menggetarkan hati. Dengan mata berkaca-kaca, ia mengisahkan perjalanan ketiga anaknya di SAIM. Anak sulungnya, yang kini bekerja di Jakarta, pernah memberi kejutan berupa hadiah umrah. “SAIM benar-benar mengajarkan nilai-nilai luar biasa. Hasilnya tidak instan, tetapi kini saya merasakannya,” katanya dengan senyum penuh syukur.

Kesaksian serupa datang dari wali murid lain, seorang ayah dari tujuh anak yang semuanya menempuh pendidikan di SAIM. “Anak-anak saya tidak hanya berprestasi secara akademis, tetapi juga memiliki nilai TOEFL yang tinggi tanpa harus mengikuti les tambahan,” ungkapnya. Baginya, SAIM adalah bukti bahwa pendidikan berbasis nilai dapat berjalan seiring dengan prestasi.

Gala dinner ini juga menjadi momentum peluncuran gedung baru SMP-SMA SAIM. Dengan fasilitas lapangan basket berstandar internasional FIBA, gedung itu adalah simbol keberlanjutan. Penghargaan kepada guru dan karyawan yang telah mengabdi lebih dari dua dekade menambah kehangatan acara. Sebagai kejutan, tiga guru mendapatkan hadiah umrah, sebuah apresiasi atas dedikasi mereka yang luar biasa.

Malam itu ditutup dengan semangat baru. SAIM telah berjalan selama 25 tahun, tetapi seperti yang diungkapkan Dr. Sulthon, “Perjalanan ini baru permulaan.” Dalam setiap langkah, SAIM terus membuktikan bahwa pendidikan adalah tentang membangun manusia, bukan sekadar mengejar angka dan nilai.

spot_img

Ads Banner

Ads Banner

Ads Banner

Lihat Juga Tag :

Populer