Site icon Maklumat untuk Umat

Sidang Uji Materi PSN di MK, Warga Sebut Proyek Hancurkan Kehidupan dan Cederai Hak Rakyat

Salah satu korban PSN Lumbung Padi Nasional di Papua, Liborius Kodai Moiwend yang berasal dari Kampung Wogekel, Distrik Ilwayab, Kabupaten Merauke dihadirkan Pemohon sebagai saksi dalam sidan gpengujian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja) pada Senin (22/9/2025), di ruang sidang pleno MK. (Foto: MKRI)

Salah satu korban PSN Lumbung Padi Nasional di Papua, Liborius Kodai Moiwend yang berasal dari Kampung Wogekel, Distrik Ilwayab, Kabupaten Merauke dihadirkan Pemohon sebagai saksi dalam sidan gpengujian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja) pada Senin (22/9/2025), di ruang sidang pleno MK. (Foto: MKRI)

MAKLUMAT — Sidang ketujuh lanjutan uji materi pasal-pasal Proyek Strategis Nasional (PSN) dalam UU Cipta Kerja kembali digelar di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (22/9/2025). Namun, DPR hanya mengirimkan staf sekretariat serta memberikan keterangan tertulis tanpa membacakan langsung dalam persidangan.

Hakim Ketua Suhartoyo untuk kedua kalinya menanyakan data situasi ekonomi sebelum dan sesudah pelaksanaan PSN kepada pemerintah. Dalam sidang tersebut, MK mendengarkan keterangan DPR, saksi pemohon, serta ahli dan saksi dari pemerintah.

Dari pihak pemerintah, hadir dua ahli, yakni Faisal Santiago dan Danang Parikesit, serta dua saksi warga Rempang, Samsudin dan Muhammad Usman. Sementara itu, para pemohon menghadirkan satu orang saksi, Liborius Moiwend dari Merauke. Sebelumnya pada sidang 11 September lalu, pemohon menghadirkan saksi warga Rempang bernama Sukri serta dua ahli, Herlambang P. Wiratraman dari FH UGM dan Dianto Bachriadi dari ARC Bandung.

Dalam kesaksiannya, Liborius menyebut PSN sebagai penghancur peradaban warga Merauke. Ia mengaku hutan dan rawa yang menjadi sumber kehidupan warga tiba-tiba dihancurkan ratusan alat berat dengan pengawalan aparat TNI.

“Saya korban PSN dari lumbung pangan nasional, pertama kali PSN masuk tidak pernah izin kepada kami, mereka masuk seperti pencuri. Sejak kehadiran PSN, kami tidak bisa lewat kampung kami,” ujar Liborius di hadapan hakim.

“Tiba-tiba mereka suruh bongkar hutan kami. TNI banyak turun ke sana untuk jaga PSN. Mereka membawa senjata dalam mengawal pembongkaran hutan dan kami ketakutan. Kami punya tanah, hutan, bedeng-bedeng dari leluhur sudah dihancurkan,” sambungnya.

Ia menambahkan, setelah hutan dibongkar pemerintah berjanji akan mencetak sawah, namun hal itu tidak pernah terjadi.

“Jadi kami cari makan di mana? Dulu kami bisa minum air di rawa-rawa, mereka kasih garam ke sumber air kami, sampai kami tidak bisa minum lagi. Dulu kami masih bisa cari rusa, babi, tapi sekarang tidak ada lagi. Kemana anak cucu kami harus hidup lagi. Enam menteri pernah turun ke sana, mereka kasih kami beras raskin. Ini penipuan. Kami harus mengadu ke siapa lagi,” kata Liborius. Ia meminta PSN dihentikan dan kerugian segera dibayar.

Sementara itu, Samsudin yang merupakan saksi pemerintah menyebut hanya ada tiga kepala keluarga (KK) yang belum pindah dari Sembulang Tanjung, Rempang. Namun pernyataan itu dibantah Miswadi, pemohon sekaligus warga Rempang.

“Kesaksian dari Saksi Pemerintah yang menyebut bahwa hanya ada tiga KK yang menolak pindah di Kampung Sembulang Tanjung adalah kebohongan besar. Ratusan KK yang menolak pindah. Begitu juga di Sembulang Hulu, masih banyak yang menolak PSN. Karena PSN ini jelas akan mencabut akar kehidupan dan sumber ekonomi warga,” tegas Miswadi.

Saksi lain, Muhammad Usman, justru menilai PSN membawa dampak positif bagi wilayahnya di KEK JIIPE Gresik. Ia menyebut banyak fasilitas desa dan lapangan kerja tercipta. Namun, dalam pemeriksaan, terungkap bahwa proyek tersebut sudah ada sebelum ia tinggal di kawasan itu. Hal ini memunculkan keraguan atas relevansi manfaat PSN bagi warga yang terdampak langsung sejak awal.

Dalam persidangan, keterangan ahli pemerintah dinilai belum mampu menunjukkan bukti konkret kesejahteraan yang dijanjikan PSN. Ahli lebih menekankan pada efek menetes dari atas (trickle down effect) lewat pembangunan infrastruktur, tanpa menyinggung keterjangkauan masyarakat, termasuk tarif jalan tol yang tidak murah.

Ahli pemerintah Ir. Danang Parikesit juga menyebut bahwa status strategis PSN ditentukan oleh dinamika politik pemerintahan. Hal itu dipertanyakan Hakim Enny Nurbaningsih, yang menilai seharusnya PSN mengacu pada RPJP sebagaimana diatur dalam UU No. 59 Tahun 2024.

Hakim Saldi Isra turut mengkritisi urgensi label PSN. Ia mencontohkan galian listrik di belakang Gedung MK yang juga diberi stempel PSN. “Apakah penambahan frasa Proyek Strategis Nasional ini secara hukum bisa diterima kalau diperhadapkan dengan kepentingan umum tadi atau jangan-jangan penambahan level PSN ini cara saja untuk menerabas aturan-aturan yang sangat klasik harus kita pelihara?” tanya Saldi.

Sidang akan dilanjutkan Selasa, 7 Oktober 2025, dengan agenda mendengarkan keterangan Komnas HAM dan Komnas Perempuan. Meskipun permohonan keduanya sebagai pihak terkait sempat ditolak, MK menggunakan kewenangan ex officio untuk tetap menghadirkan mereka karena substansi yang akan disampaikan dinilai penting.

Sementara itu, Gerakan Rakyat Menggugat (GERAM) PSN menegaskan perjuangan warga tidak boleh dilemahkan oleh sikap abai pengambil kebijakan. Mereka juga mengajak publik bergabung dalam solidaritas dengan menandatangani petisi dukungan yang dibuka secara daring melalui tautan https://chng.it/zDbTtmjvcH

Exit mobile version