Soal Nampan MBG: Bagaimana Kata Sains?

Soal Nampan MBG: Bagaimana Kata Sains?

MAKLUMAT — Beberapa waktu lalu, pemberitaan media nasional dan lokal cukup ramai menyorot penggunaan nampan dalam Program Makanan Bergizi Gratis (MBG). Program ini digagas untuk meningkatkan gizi anak-anak Indonesia, namun investigasi awal menunjukkan ada risiko tersembunyi yang serius.

Sebagian besar nampan yang digunakan diimpor dari China tipe 201, tidak memenuhi standar food-grade, dan ada indikasi residu minyak babi menempel pada permukaannya. Sekilas nampan tampak aman, tetapi kontaminan dari bahan pembuatnya bisa berpindah ke makanan anak-anak, menimbulkan risiko kesehatan sekaligus pertanyaan soal kehalalan.

Risiko Kesehatan dan Kehalalan

Vritta Amroini Wahyudi
Vritta Amroini Wahyudi

Stainless steel tipe 201 memiliki kandungan kromium dan nikel lebih rendah dibanding tipe 304 atau 316. Material ini mudah terkorosi ketika bersentuhan makanan asam seperti saus tomat atau jus jeruk, melepaskan ion logam seperti besi (Fe²⁺) dan mangan (Mn²⁺) ke dalam makanan. Ion logam tersebut dapat memicu reaksi dalam tubuh yang meningkatkan peradangan dan stres oksidatif, berisiko merusak organ penting seperti otak, hati, ginjal, dan paru-paru. Anak-anak sangat rentan karena organ mereka masih dalam tahap perkembangan.

Permukaan korosi yang kasar juga memudahkan bakteri menempel dan membentuk biofilm, yang melindungi patogen seperti Salmonella atau E. Coli. Praktik laboratorium menunjukkan bahwa permukaan dengan biofilm lebih sulit dibersihkan sehingga pencucian rutin tidak selalu cukup menghilangkan mikroba.

Baca Juga  Hari Lahir Pancasila: Kembali ke Akar, Berani Berbenah

Selain itu, indikasi residu minyak babi sebagai pelumas produksi menimbulkan kekhawatiran halal. Meskipun nampan terlihat bersih, jejak lard cukup untuk membuat makanan tidak sesuai syariah. Anak-anak berisiko mengonsumsi makanan yang seharusnya halal, sementara kita, sebagai orang tua dan pendidik, tidak menyadarinya.

Regulasi sebagai Benteng Perlindungan

Sejumlah regulasi nasional dan internasional dirancang untuk melindungi anak-anak dari risiko tersebut. UU No. 7/2014 tentang Perdagangan mewajibkan produsen dan importir menjamin produk aman, sementara UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen menegaskan hak masyarakat untuk mendapatkan produk aman dan bermutu. Standar Nasional Indonesia (SNI) mengatur bahwa peralatan makan harus food-grade, tidak berkarat, dan tidak melepaskan kontaminan berbahaya. Jika gagal memenuhi standar ini, produsen atau importir wajib menarik produk dari distribusi dan memperbaiki produksinya.

Dari sisi halal, BPJPH di bawah Kementerian Agama (Kemenag) memastikan alat makan bebas dari bahan haram seperti lard. Indikasi pelanggaran harus ditindaklanjuti dengan penarikan produk dan perbaikan produksi. Internasionalnya, Codex Alimentarius dan EU Food Contact Materials menegaskan bahwa alat makan harus aman, inert, dan tidak melepaskan bahan berbahaya. Regulasi yang ditegakkan dengan tegas adalah benteng pertama melindungi kesehatan dan prinsip halal anak-anak.

Laboratorium: Bukti Ilmiah yang Tak Terbantahkan

Untuk memastikan keamanan dan kehalalan nampan MBG, laboratorium dapat menggunakan berbagai metode:

  • Deteksi logam berat: ICP-MS (Inductively Coupled Plasma Mass Spectrometry) atau AAS (Atomic Absorption Spectroscopy) mengukur ion logam yang larut ke makanan, seperti besi, mangan, atau timbal.
  • Deteksi residu non-halal: GC-MS (Gas Chromatography-Mass Spectrometry) mengenali jejak lipid dari lard, memastikan alat makan benar-benar halal.
  • Pengujian mikrobiologis: Mengetahui pertumbuhan patogen seperti Salmonella atau E. coli pada permukaan logam yang kasar.
Baca Juga  Pembentukan Perundang-Undangan di Indonesia Sebagai Negara Hukum yang Demokratis

Kombinasi uji ini memberi bukti ilmiah yang kuat sebelum alat makan digunakan di sekolah. Data laboratorium bukan sekadar angka, tapi alarm nyata tentang risiko yang tersembunyi di balik nampan MBG.

Solusi dan Seruan Aksi: Menjaga Kesehatan dan Kehalalan Anak

Kasus nampan MBG mengingatkan kita bahwa keamanan dan kehalalan makanan anak-anak bukan hal sepele. Setiap kontak antara makanan dan permukaan yang tidak aman berpotensi menimbulkan risiko kesehatan dan pertanyaan soal kehalalan.

Pihak sekolah, pemerintah, dan produsen memiliki peran penting dalam memastikan alat makan yang digunakan benar-benar aman dan halal. Pemerintah dapat mendukung dengan pengawasan regulasi yang ketat, sementara produsen dan importir dapat memastikan produk yang diedarkan memenuhi standar food-grade dan halal. Sekolah juga dapat melakukan pengecekan rutin terhadap alat makan sebelum digunakan anak-anak.

Di sisi masyarakat, orang tua dan guru dapat mengambil langkah-langkah sederhana namun efektif. Memeriksa kondisi nampan secara visual, meminimalkan kontak makanan asam dengan permukaan logam, menggunakan alas sementara, serta menjaga kebersihan tangan dan lingkungan makan anak adalah tindakan kecil yang berdampak besar. Berbagi informasi melalui komunitas sekolah atau media sosial juga dapat meningkatkan kesadaran kolektif dan membantu menjaga kesehatan serta prinsip halal anak-anak.

Dengan kesadaran dan tindakan bersama, setiap suapan anak-anak kita dapat tetap aman, sehat, dan halal. Nampan MBG yang tampak sepele sebetulnya menjadi simbol tanggung jawab kita bersama—sekolah, pemerintah, produsen, dan masyarakat—untuk memastikan program bergizi ini benar-benar memberi manfaat bagi generasi penerus.

Baca Juga  Hari Jadi ke-731 Kota Surabaya, Menuju Kampung Madani dan Kampung Pancasila
*) Penulis: Vritta Amroini Wahyudi
Dosen Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang; Pengurus LPH-KHT Halal PWM Jatim; PhD Candidate in Biotechnology Chulalongkorn University, Thailand

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *