MAKLUMAT — Anggota Komisi VII DPR RI, Bambang Haryo Soekartono (BHS), menyoroti rendahnya alokasi anggaran bagi sektor ekonomi kreatif. Menurutnya, anggaran tersebut belum sebanding dengan potensi besar yang sebenarnya dimiliki Indonesia.
Hal itu ia ungkapkan ketika menghadiri Forum Diskusi Membedah Editorial TV Parlemen bertajuk ‘Memaksimalkan Potensi dari Ekonomi Kreatif’, yang digelar Koordinator Wartawan Parlemen (KWP) bersama Biro Pemberitaan DPR RI, Selasa (21/10/2025).
Dalam kesempatan itu, Bambang mengungkapkan bahwa serapan tenaga kerja dari sektor ekonomi kreatif cukup tinggi, mencapai sekitar 21-26 juta orang. Namun, alokasi anggaran saat ini menurutnya belum mampu mengakomodir itu semua.
“Serapan tenaga kerja dari ekonomi kreatif itu mencapai sekitar 21 juta, bahkan ada yang mengatakan 26 juta. Bayangkan kalau ini bisa dikembangkan dengan bagus dan dengan anggaran yang cukup, tidak seperti sekarang hanya sekitar Rp270 miliar,” ujarnya, dilansir laman resmi DPR RI.
Selain itu, pria yang juga menjabat Dewan Pakar DPP Partai Gerindra itu menyayangkan realisasi anggaran yang tak kunjung turun. Menurutnya, hal itu turut menghambat optimalisasi pengembangan sektor ekonomi kreatif di Indonesia.
“Kalau anggarannya turun, ekonomi kreatif ini bisa terdorong lebih keras lagi, lebih meningkat lagi. (Sekarang) yang kecil saja terseok-seok, padahal ini bisa sedikit membantu pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia,” sorotnya.
Di sisi lain, wartawan Bisnis Indonesia, John Andhi Oktaveri, menilai pertumbuhan ekonomi kreatif di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir menunjukkan kemajuan signifikan, terutama pada tiga sektor unggulan: kriya, kuliner, dan fashion.
Menurutnya, ketiga sektor tersebut sudah mampu bersaing secara kompetitif di pasar global. Meski begitu, ia menandaskan bahwa ekonomi kreatif tidak dapat berdiri sendiri, tetapi juga perlu didukung oleh regulasi dan peran pemerintah.
“Nah, di sinilah sebenarnya (ekonomi kreatif) tidak hanya harus didukung oleh pengusaha-pengusaha yang andal dan pengrajin-pengrajin yang ulet, tetapi perlu didukung oleh regulasi yang kuat dan peran pemerintah dalam bidang pemasarannya,” tandas John.
Tanpa dukungan industri kreatif yang terintegrasi dengan kebijakan berkesinambungan, John menilai bahwa potensi besar ekonomi kreatif tidak akan bisa dioptimalkan.
“Ekonomi kreatif tidak bisa menjawab sendiri, dia harus ditopang oleh sebuah industri kreatif yang (merupakan) sebuah ekosistem, mulai dari hulu sampai hilir sehingga satu pemasaran produk bisa mencapai tujuannya kepada user atau konsumen,” tambahnya.
Sekadar diketahui, forum diskusi tersebut diharapkan dapat menjadi ruang diskusi penting bagi para pemangku kepentingan dalam menyoroti tantangan, peluang, dan arah kebijakan ekonomi kreatif ke depan.
Sektor ekonomi kreatif sendiri belakangan kian menjadi andalan sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi nasional, yang berbasis pada inovasi dan kearifan lokal.