Soroti Ketimpangan di Daerah 3T, Anggota Baleg DPR: Implementasi Pancasila oleh Negara Masih Jauh

Soroti Ketimpangan di Daerah 3T, Anggota Baleg DPR: Implementasi Pancasila oleh Negara Masih Jauh

MAKLUMAT — Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Alimuddin Kolatlena, menyorot soal implementasi nilai-nilai Pancasila oleh negara, yang menurutnya masih belum menyentuh masyarakat di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) di Indonesia.

Hal itu ia sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Baleg DPR RI bersama Prof Jimly Asshiddiqie dan Lukman Hakim Saifuddin, dalam rangka penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU BPIP), di Ruang Rapat Baleg, Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (9/7/2025).

Ia mempertanyakan sejauh mana rakyat di akar rumput bisa merasakan Pancasila, jika kehidupan mereka selama ini masih belum dapat dilayani dengan baik oleh negara.

“Bagaimana rakyat bisa merasa Pancasila itu hadir, kalau mereka masih harus kehilangan nyawa karena akses kesehatan tidak tersedia? Di banyak daerah, orang sakit masih harus ditandu, naik gerobak, bahkan berenang menyeberangi sungai hanya untuk sampai ke tempat perawatan,” ujar Alimuddin, dilansir laman resmi DPR RI, Rabu (9/7/2025).

Ia secara khusus juga menyoroti pentingnya implementasi sila kedua Pancasila tentang kemanusiaan yang adil dan beradab, serta sila kelima tentang keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.

Menurut Alimuddin, kedua sila tersebut belum benar-benar diwujudkan dalam pelayanan dasar negara, seperti pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan, khususnya di daerah-daerah 3T

“Anak-anak usia sekolah di beberapa daerah mengalami lost generation karena tidak punya akses ke pendidikan. Ketika itu terjadi, mereka merasa bahwa Pancasila tidak hadir dalam hidup mereka,” tandas politisi Partai Gerindra tersebut.

Baca Juga  PDIP Apresiasi Usulan Prabowo Soal Presidential Club

Lebih lanjut, Alimuddin juga mengkritisi absennya negara dalam menyediakan layanan dasar bagi masyarakat di pelosok. Bahkan, ia secara lugas mempertanyakan makna bernegara jika rakyat masih hidup dalam ketertinggalan meski Indonesia sudah merdeka hampir 80 tahun.

Buat apa Pancasila, buat apa kita bernegara, jika rakyat di pelosok tak merasakan keadilan sosial dan hak dasar mereka?” sorotnya.

Dalam pembahasan RUU BPIP tersebut, Alimuddin mendorong agar BPIP tidak hanya menjalankan fungsi edukatif atau sekadar normatif. Ia mengusulkan agar BPIP diberikan kewenangan lebih besar, termasuk untuk bisa melakukan intervensi terhadap lembaga-lembaga negara lainnya, demi memastikan nilai-nilai Pancasila terintegrasi dalam setiap kebijakan dan praktik pelayanan publik.

“Saya beri penekanan, bisakah BPIP ini, melalui penguatan dalam RUU, diberikan kewenangan untuk mengintervensi lembaga-lembaga negara, agar implementasi Pancasila tak hanya berhenti di dokumen, tapi terasa dalam hidup masyarakat?” pungkas Alimuddin.

*) Penulis: Ubay NA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *