MAKLUMAT — Bekerjasama dengan Lazismu, Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah menggelar Sekolah Agraria: Bertindak Inklusif Liberatif (SABIL) di Universitas Muhammadiyah Sorong (Unamin). Pembukaan digelar hari ini, Jumat (26/9/2025), dan kegiatan bakal berlangsung hingga 30 September nanti.
Mengangkat tema “Eskalasi Perampasan Ruang Hidup Masyarakat,” kegiatan ini dirancang sebagai ruang belajar kolektif bagi masyarakat sipil, kader Muhammadiyah, akademisi, serta kelompok terdampak konflik agraria dan ekologi. Dukungan Lazismu menjadi bagian penting dalam menghadirkan inisiatif ini. Di sisi lain, Unamin Sorong membuka ruang akademik dan sosial bagi terlaksananya kegiatan secara inklusif.
Sekretaris LHKP PP Muhammadiyah, David Efendi, menyoroti fenomena konflik agraria di Indonesia yang belakangan semakin meningkat. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat ribuan kasus yang melibatkan jutaan hektar tanah dan jutaan rumah tangga. Perampasan ruang hidup, ekspansi pertambangan, perkebunan skala besar, hingga proyek infrastruktur seringkali menimbulkan dampak serius terhadap lingkungan, ekonomi, dan kehidupan sosial masyarakat. Tidak jarang, warga yang mempertahankan haknya harus berhadapan dengan kekerasan, kriminalisasi, hingga kehilangan akses terhadap sumber penghidupan.
“Dalam konteks inilah, Sekolah Agraria hadir sebagai ikhtiar Muhammadiyah untuk membangun kesadaran kritis, memperkuat daya tahan komunitas, serta menumbuhkan kader advokasi yang memiliki kemampuan teknis dan etis dalam memperjuangkan keadilan. SABIL menjadi ruang perjumpaan lintas pengalaman, tempat pengetahuan akademik, aktivisme, dan realitas warga dipertemukan dalam dialog dan pembelajaran kolektif,” ujarnya, dalam keterangan yang diterima Maklumat.id, Kamis (25/9/2025)
Di sisi lain, ia juga menegaskan bahwa peran Lazismu dalam penyelenggaraan SABIL tidak hanya terbatas pada pendanaan, tetapi juga komitmen untuk menghadirkan program-program pemberdayaan yang menyentuh kelompok rentan. Sinergi ini menegaskan bahwa kerja advokasi agraria dan ekologi tidak bisa berjalan sendiri, melainkan membutuhkan dukungan struktural, jaringan, serta solidaritas yang luas.
David menjelaskan, selama lima hari ke depan, sekitar 30 partisipan akan mengikuti rangkaian materi yang berlapis: dari sejarah studi agraria di Indonesia, struktur relasi lahan dan produksi, politik kebijakan ruang, hingga analisis tumpang tindih lahan. Dimensi sosial-ekonomi dan gender juga mendapat perhatian melalui materi agraria dan keadilan gender, politik agraria dan ketimpangan ekonomi, serta FPAR (Feminist Participatory Action Research) dengan perspektif perempuan dalam ekologi. Peserta juga akan diajak mendalami aspek teknis berupa pemetaan aktor, resolusi konflik, perencanaan kampanye advokasi, hingga keamanan digital.
“Rangkaian materi ini tidak hanya bersifat teoretis, tetapi juga praktis dengan menghadirkan simulasi dan juga studi kasus agar peserta dapat langsung mempraktikkan strategi advokasi di lapangan. Pendekatan partisipatif menjadi kunci agar setiap peserta tidak hanya menjadi penerima pengetahuan, tetapi juga aktor yang aktif dalam merumuskan solusi,” tandasnya.
Selain program SABIL, Lazismu dan LHKP PP Muhammadiyah sebelumnya juga telah menjalin kerja sama dalam program-program strategis lain, seperti Al-Ma’un Goes to Village di Banyuwangi dan Wadas. Program tersebut memadukan subsidi pendidikan, penguatan peternakan komunitas, hingga pelatihan advokasi berbasis komunitas bagi warga terdampak konflik agraria.
Dengan diselenggarakannya SABIL di Sorong, Papua Barat Daya, Muhammadiyah melalui LHKP dan Lazismu berharap dapat memperkuat basis kader advokasi agraria-ekologi di kawasan timur Indonesia. Program ini menjadi tonggak penting untuk membangun jaringan solidaritas, mempertemukan beragam pengalaman, serta memperjuangkan tata kelola sumber daya alam yang lebih adil dan berkelanjutan.