MAKLUMAT — Suasana Jalan Gembong Gang 5, Kapasan, Surabaya, Sabtu siang (23/8/2025), lebih ramai dari biasanya. Belasan pengusaha muda dan senior Muhammadiyah datang berkunjung. Mereka adalah rombongan Serikat Usaha Muhammadiyah (SUMU) Koordinator Daerah Surabaya yang menggelar company visit ke Finest Garment, sebuah rumah produksi pakaian yang kini tengah naik daun.
Kunjungan itu dipimpin langsung oleh Slamet Raharjo, Korda SUMU Surabaya. Ia juga dikenal sebagai pemilik Iffoods dan Ketua Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan (MEK) PCM Rungkut. “Agenda rutin SUMU ada dua: kopdar dan company visit. Saat ini anggota kami sudah tercatat 65 orang. Kami ingin terus belajar bersama,” jelas Slamet, membuka pertemuan.
Tuan rumah kali ini, Firdaus Nurfauzan, Direktur Finest Garment, menyambut hangat rombongan. Kisah bisnisnya membuat banyak tamu terinspirasi.
Firdaus memulai usahanya pada 2017, saat masih kuliah di Teknik Mesin ITS. Awalnya, ia hanya menjadi perantara pemesanan baju untuk event kampus dan organisasi. “Modalnya cuma relasi. Saya pesan ke orang lain, ambil margin sedikit. Lama-lama kepikiran bikin produksi sendiri,” katanya.
Dengan tiga karyawan dan tempat sewaan yang berpindah-pindah, ia memberanikan diri membuka produksi. Jalan itu tidak selalu mulus. Firdaus pernah membuka kantor di Bali dan Bandung, tapi akhirnya ditutup. Kini, ia memilih fokus di Surabaya dan Jakarta dengan sekitar 50 staf.
Kunci perkembangan usahanya ternyata ada di strategi pemasaran digital. “Sejak 2019, kami all out di Google Ads. Offline sudah tidak efektif lagi. B2B cocoknya di Google, sedangkan kalau makanan lebih tepat di Meta,” jelas Firdaus.
Hasilnya, pesanan berdatangan dari Jakarta, Surabaya, Palopo, hingga Kalimantan. Order minimal ditetapkan 36 potong. Untuk jaket, harga bisa tembus Rp250 ribu per potong.
Jika permintaan menumpuk, Firdaus melibatkan penjahit rumahan. “Sekitar 20 persen bahan juga impor. Harganya lebih murah, kualitas tetap oke,” tambahnya.
Raup Rp400 Juta Per Bulan
Kini, omzet rata-rata Finest Garment mencapai Rp400 juta per bulan. Mayoritas masih dari jasa produksi, meski Firdaus mengakui margin terbesar ada di penjualan brand.
“Ke depan, kami mau meluncurkan brand pakaian anak. Pasarnya besar dan terus tumbuh,” katanya penuh optimisme.
Permintaan biasanya melonjak menjelang akhir tahun, terutama dari instansi dan pabrik. Beberapa hari lalu, sebuah pabrik gula bahkan datang langsung ke workshop mereka.
Bagi SUMU, kunjungan ini lebih dari sekadar silaturahmi. Slamet Raharjo menekankan pentingnya saling belajar dari pengalaman nyata di lapangan.
“Harapan kami, company visit ini bisa jadi motivasi. Anggota bisa terinspirasi untuk mengembangkan usaha masing-masing, sekaligus memperkuat jejaring bisnis Muhammadiyah,” pungkasnya.
Di gang kecil Kapasan itu, cerita Firdaus menjadi bukti bahwa usaha besar bisa lahir dari langkah kecil. Dari makelar seragam kampus, kini ia memimpin bisnis garmen dengan omzet miliaran setahun. Sebuah kisah yang tentu memantik semangat para pengusaha muda Muhammadiyah untuk terus melangkah.***