23.1 C
Malang
Minggu, Desember 22, 2024
KilasTanggapan Para Tokoh Soal Usulan Prabowo Kepala Daerah Dipilih DPRD

Tanggapan Para Tokoh Soal Usulan Prabowo Kepala Daerah Dipilih DPRD

Presiden RI Prabowo Subianto saat memberikan sambutan pada 60 tahun Golkar di SICC, Kamis (12/12/2024).
Presiden RI Prabowo Subianto saat memberikan sambutan pada 60 tahun Golkar di SICC, Kamis (12/12/2024).

MAKLUMAT – Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah Ridho Al-Hamdi menyebut demokrasi Indonesia bakal mengalami kemunduran, jika usulan Presiden Prabowo Subianto untuk pemilihan kepala daerah lewat DPRD betul-betul dilakukan.

Menurut Ridho, mengembalikan sistem Pilkada lewat DPRD justru semakin menutup ruang bagi partisipasi publik dalam menentukan siapa sosok yang tepat untuk bisa memimpin daerahnya.

“Usulan perubahan Pilkada kembali ke DPRD ini merupakan kemunduran demokrasi. Dengan kembali ke UUD asli, yakni 1945 ataupun 1959 setelah dekrit Presiden. Tentu kalau kembali ke UUD itu berarti Presiden seumur hidup, bukan lagi maksimal dua periode,” ujarnya kepada Maklumat.ID, Sabtu (14/12/2024).

“Pemilihan melalui DPRD itu semakin menutup besar ruang partisipasi publik dalam menentukan kepala daerahnya. Karena kepala daerah ini setidaknya kan ada kontribusi orang-orang yang dianggap terbaik di tingkat daerah,” sambung Ridho.

Permasalahan Bukan di Sistemnya

Ketua LHKP PP Muhammadiyah, Ridho Al-Hamdi. (Foto:IST)
Ketua LHKP PP Muhammadiyah, Ridho Al-Hamdi. (Foto:IST)

Ridho menilai, permasalahan sesungguhnya bukan berada pada sistem Pilkada yang buruk. Tetapi, ia menyorot perilaku para kontestan serta elit politik yang menurutnya harus lebih baik.

“Bukan berarti sistem Pilkada ini buruk. Memang sistem Pilkada ini tidak semuanya kemudian baik, tentu banyak hal yang harus kita kritisi, yang harus kita perbaiki. Tapi (solusinya) juga tidak hanya merevisi system,” kritiknya.

“Tetapi merevisi dan memperbaiki SDM orang-orang yang akan bertanding dalam Pilkada itu juga harus menjadi perhatian,” imbuh Ridho.

Menurut alumnus TU University Dortmund, Jerman itu, problem yang sering kali terjadi di Indonesia adalah bahwa sistemnya sudah baik, aturannya sudah ada, tetapi implementasi dari para pelakunya justru tidak sesuai dengan aturan tersebut.

Mereka inilah yang menurut Ridho justru merusak Pilkada, sehingga sistemnya menjadi buruk.

Indonesia Sudah Pernah Mencoba

Ridho menerangkan, Indonesia sudah pernah menerapkan pemilihan kepala daerah lewat DPRD, yang juga berakhir tidak baik.

Sebab itu, dia menegaskan mengembalikan dari Pilkada langsung ke Pilkada melalui DPRD bukanlah solusi yang bisa menyelesaikan segala persoalan dan evaluasi terkait pelaksanaan Pilkada.

“Kembali ke DPRD itu bukan kemajuan yang baik, tetapi kemunduran yang buruk, dan ini bukan solusi,” tandasnya.

“Kita sudah pernah mencoba lewat DPRD dan itu tidak baik, lalu masak kita mengulangi yang tidak baik itu,” tambah Ridho.

Keluhan Terhadap Paket UU Politik

Di sisi lain, Ketua LHKP Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, Muhammad Mirdasy menyebut belakangan wacana untuk melakukan revisi terhadap paket UU Politik, yakni UU Partai Politik, UU Pemilu dan UU Pilkada semakin menyeruak akibat biaya politik yang mahal (high cost politics).

Ketua LHKP PWM Jatim Muhammad Mirdasy. (Foto: Ubay/IST)
Ketua LHKP PWM Jatim Muhammad Mirdasy. (Foto: Ubay/IST)

“Memang sejak lama banyak kalangan yang menginginkan adanya perbaikan pada paket undang-undang politik di Indonesia, yaitu UU Partai Politik, UU Pemilu, dan UU Pilkada,” ujarnya kepada Maklumat.ID, Sabtu (14/12/2024).

Meski begitu, menurut Mirdasy, mengembalikan pemilihan kepala daerah lewat DPRD sebagaimana usulan Presiden Prabowo harus dikaji secara komprehensif dan tidak serta-merta diterapkan begitu saja.

“Kalau betul Presiden Prabowo dan para ketua parpol ingin membincang soal ini, ya harus dikaji secara komprehensif,” sebutnya.

Pria yang juga mantan Ketua DPW Partai Perindo Jawa Timur itu menyorot, selama ini yang menjadi permasalahan dari tinggi ongkos politik adalah praktik koruptif di lingkungan parpol, termasuk praktik-praktik mahar politik.

“Sebenarnya semua parpol itulah yang harus dikontrol korupsinya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa rata-rata partai politik di Indonesia itu mendapatkan pembiayaan itu dari rente terhadap para aktor yang menang dalam kontestasi, baik itu di Pilpres, Pileg, Pilgub, termasuk Pilbup dan Pilwali,” kritiknya.

“Oleh karena itu, ini memang harus diuji secara komprehensif,” tandas Mirdasy.

Demokrasi yang Terbaik

Lebih lanjut, Mirdasy menyebut, ongkos politik yang tinggi adalah konsekuensi dari demokrasi terbuka yang diterapkan Indonesia.

“Memang demokrasi secara terbuka seperti Indonesia ini adalah sebuah demokrasi yang sangat mahal dan membutuhkan anggaran yang sangat besar,” katanya.

Mirdasy menggarisbawahi poin utama dari usulan Prabowo adalah pada bagaimana membuat demokrasi yang efisien, yang menurutnya harus betul-betul dipikirkan dan dikaji.

“Bagaimana sistem politik itu berjalan secara efisien, jadi tidak meninggalkan demokrasinya, tetapi menjadi sebuah politik yang efisien, yang efektif di dalam mengatur kontestasi politik dari waktu ke waktu. Ini memang harus dipikirkan,” terangnya.

Mirdasy meyakini, saat ini demokrasi adalah cara terbaik untuk melakukan perubahan kepemimpinan, sekaligus memberikan ruang sebesar-besarnya bagi seluruh lapisan masyarakat untuk berpartisipasi.

Demokrasi lah barang kali salah satu cara kita melakukan perubahan kepemimpinan secara elegan dan memberikan ruang kepada semua lapisan masyarakat untuk bisa terlibat lebih jauh,” pungkas Mirdasy.

Prabowo Usul Kepala Daerah Dipilih Lewat DPRD

Sebelumnya, Presiden RI Prabowo Subianto ketika menyampaikan sambutan dalam HUT ke-60 Partai Golkar pada Kamis (12/12/2024) malam, mengutarakan keinginannya untuk mengubah sistem Pilkada ke depan.

Ia bermaksud untuk mengubah mekanisme Pilkada secara langsung menjadi Pilkada secara tidak langsung, dengan pemilihan lewat DPRD.

Salah satu yang menjadi sorotan Prabowo terkait hal itu lantaran biaya politik yang mahal, yang semestinya bisa dilakukan efisiensi anggaran untuk dimanfaatkan pada sektor-sektor lain yang kebermanfaatannya bisa lebih dirasakan oleh rakyat.

Dalam kesempatan tersebut, Prabowo juga menyebut beberapa negara yang menurutnya telah menerapkan sistem begitu dan menurutnya lebih baik serta efisien, dibandingkan dengan pelaksanaan di Indonesia.

Negara-negara yang ia maksud, antara lain seperti di Singapura dan India, yang menurutnya dengan sistem tersebut tidak menelan banyak biaya dalam penyelenggaraan pesta demokrasi.

spot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

Lihat Juga Tag :

Populer