MAKLUMAT — Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Ma’mun Murod, menyatakan sikapnya tidak bersepakat atas usulan agar kampus diberikan hak untuk mengelola pertambangan. Menurutnya, hal itu tidak sesuai dengan spirit perguruan tinggi.
“Saya sebagai Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta berpandangan bahwa ikhtiar untuk memberikan pengelolaan tambang ke kampus saya kira tidak sejalan dengan spirit perguruan tinggi,” ujarnya, Sabtu (1/2/2025).
“Biarlah itu dilakukan oleh ahli-ahlinya di bidang pertambangan, yang selama ini sudah bergerak di bidang pertambangan,” sambung Ma’mun.
Ma’mun menyebut, tugas perguruan tinggi adalah untuk menyiapkan sumber daya manusia (SDM) dan generasi masa depan yang unggul. Berkaitan dengan pertambangan, maka tugas kampus adalah mencetak SDM yang kompeten dan siap untuk terjun dalam pengelolaan pertambangan, bukan kampusnya yang mengelola tambang.
“Tentu kampus itu tugasnya menyiapkan kalangan terdidik, terutama yang berkenaan dengan pertambangan, itu silakan itu nanti diberdayakan, tapi kalau kampus harus terlibat dalam pengelolaan itu rasanya terlalu riskan,” tandasnya.
Matinya Nalar Kritis Kampus
Lebih lanjut, Ma’mun mengaku khawatir jika kampus diberikan hak untuk mengelola tambang bakal berpotensi mematikan daya nalar kritis kampus sebagai institusi akademis. Utamanya ketika berkaitan dengan kebijakan-kebijakan pemerintah.
“Dan yang jauh lebih dari itu, saya kira yang sangat dikhawatirkan adalah akan matinya nalar kritis kampus, terutama dalam mendekati kebijakan-kebijakan pemerintah,” tegas pria yang juga menjabat Ketua Umum Koordinator Nasional (Kornas) Forum Keluarga Alumni Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (Fokal IMM) itu.
Menurut Ma’mun, kampus tidak memiliki kemampuan untuk bisa mengelola pertambangan, sebab dibutuhkan sumber daya dan berbagai hal yang sangat besar untuk mengelola tambang.
“Naif, mengelola tambang itu bukan persoalan yang kecil, dibutuhkan resources yang luar biasa banyak, dan kampus saya kira tidak akan punya kemampuan itu, kalau pada akhirnya kemudian kampus mendapat jatah tambang, tapi dalam praktiknya justru kemudian dijual-belikan kembali kepada pengelola tambang, itu tentu naif sekali,” sorotnya.
Ma’mun berharap, agar usulan kampus mengelola pertambangan itu tidak betul-betul diterapkan. Pemberian hak bagi ormas untuk bisa mengelola pertambangan menurut dia sudah cukup dan tidak perlu membawa kampus melakukan hal serupa.
“Maka, saya sekali lagi sebagai Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta, termasuk yang tidak bersepakat kalau kampus diberi hak untuk pengelolaan tambang. Sudah cukup Muhammadiyah, NU (Nahdlatul Ulama), dan ormas-ormas yang besar itu yang diberikan kesempatan mengelola tambang,” pungkas Ma’mun.