Tekuni Rekayasa Fungsional Bahan Alam, Sigit Tri Wicaksono Bakal Dikukuhkan Jadi Guru Besar ke-222 ITS

Tekuni Rekayasa Fungsional Bahan Alam, Sigit Tri Wicaksono Bakal Dikukuhkan Jadi Guru Besar ke-222 ITS

MAKLUMAT — Dosen Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Sigit Tri Wicaksono, akan segera resmi menyandang status sebagai Guru Besar Teknik Material dan Metalurgi di bidang Rekayasa Fungsional Bahan Alam.

Ia akan menjadi Guru Besar ke-222 ITS, yang bakal dikukuhkan bersama empat orang profesor ITS lainnya, melalui Sidang Terbuka Dewan Profesor ITS pada Kamis, 14 Agustus 2025 mendatang, di Graha Sepuluh Nopember, Kampus ITS Sukolilo.

Sigit Tri Wicaksono
Sigit Tri Wicaksono

“Semoga ilmu saya yang telah, sedang, dan akan terus dikembangkan ini dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi diri, keluarga, ITS, bangsa, dan umat manusia,” ujar Sigit, dalam keterangan tertulis yang diterima Maklumat.id, Sabtu, (9/8/2025).

“Tentu saja, pencapaian ini tak lepas dari dukungan, semangat, dan doa dari para pimpinan dan kolega, terutama dukungan yang tiada tara dan doa dari ibunda dan ayahanda serta istri dan anak-anak tercinta, juga saudara dan sahabat semuanya,” sambungnya.

Kekayaan SDA Indonesia

Bagi Sigit, kekayaan sumber daya alam Indonesia adalah modal besar yang belum dimanfaatkan secara optimal. Ia menggambarkan luasnya wilayah NKRI, dari ujung timur ke ujung barat membutuhkan waktu terbang hampir setara perjalanan udara Surabaya-Tokyo. Wilayah yang luas itu menyimpan mineral beragam, hasil hayati melimpah, dan keanekaragaman hayati yang diakui dunia.

Ia mencontohkan mineral nikel. Data Kementerian ESDM tahun 2024 menunjukkan bijih nikel yang ditambang dan diolah dalam negeri hingga 31 Desember 2024 mencapai 176 juta ton. Cadangan nikel nasional tercatat 5,2 miliar ton bijih dan 55 juta ton logam. Produksi Indonesia pada 2024 mencapai 2,2 juta ton, setara 59,46 persen produksi global.

Baca Juga  PDIP Sebagai Medan Tempur Sesungguhnya bagi Ulama, Jangan Dijauhi

Mineral besi juga menyimpan potensi besar. Berdasarkan Neraca Sumber Daya Alam Indonesia tahun 2023, cadangannya mencapai 16 miliar ton bijih dan 3 miliar ton logam. Di luar itu, kekayaan hayati Indonesia menempatkan negara ini sebagai salah satu dari 17 negara “mega-diverse” di dunia, dengan dua dari 25 “biodiversity hotspots” dan 24 area burung endemik. Wilayah perairan Indonesia termasuk dalam “Coral Triangle” yang memiliki lebih dari 76 persen spesies karang dunia dan 37 persen spesies ikan karang global.

“Potensi pemanfaatan kekayaan alam Indonesia sangat besar baik secara langsung maupun direkayasa menjadi berbagai produk aplikasi teknis, dari yang sederhana hingga berteknologi tinggi. Namun sayangnya, pemanfaatan ini masih belum optimal,” kata pria yang juga menjabat Wakil Dekan Fakultas Teknologi Industri dan Rekayasa Sistem ITS itu.

Salah satu contoh peluang adalah serat alam. Statistik Ditjen Perkebunan 2022–2023 mencatat Indonesia masih mengimpor serat kenaf sekitar 30 ribu ton per tahun. Padahal, bahan ini bisa diproduksi di dalam negeri. Pemerintah juga tengah mendorong diversifikasi tekstil ke serat lokal seperti rami, serat nanas, dan bambu viscose untuk alasan keberlanjutan dan pengurangan impor.

Riset Bahan Alam Mineral dan Hayati

Dalam risetnya, Sigit memanfaatkan bahan alam mineral dan hayati untuk menghasilkan produk yang aplikatif. Ia pernah mengembangkan serat kenaf yang dikombinasikan dengan kalsium karbonat menjadi komposit hybrid, bekerja sama dengan industri otomotif nasional untuk casing spion mobil pada 2018–2021. Ia juga memanfaatkan sekam padi sebagai bahan papan partikel, dengan limbah plastik sebagai pengikat.

Baca Juga  Bikin Jutaan Rekening Bank Dibekukan! Siapa Sangka, Ternyata Alumni Unej dan UGM Ini Dalangnya

Sejak 2022, ia mengembangkan metode ekstraksi pasir besi alam dari pantai selatan dan pegunungan Malang menjadi magnetite (Fe3O4). Ada dua metode yang ia gunakan: proses kimia ko-presipitasi dan proses elektrik elektrolisis. Pada metode ko-presipitasi, rasio ion Fe2+ dan Fe3+ harus tepat agar menghasilkan struktur spinel magnetite yang sesuai. Rasio ini dikontrol dengan menambahkan steel wool dalam jumlah tertentu.

Bidang keilmuan yang ia tekuni, rekayasa fungsional bahan alam, berperan di dua sisi. Pada hulu, bidang ini meningkatkan nilai tambah bahan baku dan membuka diversifikasi pemanfaatan. Misalnya, pasir besi yang biasa dijual per meter kubik dapat diolah menjadi produk bernilai jutaan kali lipat per gram. Di hilir, bidang ini memperbaiki sifat dan kualitas produk jadi melalui fungsionalisasi.

Ia menyebut contoh pemanfaatan hidroksiapatit dari tulang ternak yang direkayasa menjadi komposit Chitosan/Zinc-Doped HA sebagai bahan pengganti tulang manusia. Ada pula riset pemanfaatan Fe3O4 dari pasir besi alam yang difungsionalisasi untuk remediasi air, bekerja sama dengan Universiti Teknologi Petronas (UTP) Malaysia.

Penelitian lain yang dikerjakan bersama konsorsium universitas di Indonesia menghasilkan Fe3O4/carbon dots nanocomposites untuk aplikasi medis, seperti terapi kanker melalui induksi hyperthermia, serta sebagai material penyimpan energi panas.

“Kontribusi riil yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat antara lain pembuatan briket bahan bakar dari limbah desa seperti ranting, kayu, dan dedaunan. Pembuatan briket ini kami lakukan bersama Kementerian Desa dan PDT pada 2022 di Desa Buncitan, Kecamatan Sedati, Sidoarjo,” ujarnya.

Baca Juga  Mahawira Nitisara, Peraih Perunggu Piala Gubernur Jatim yang Jadi Lawan Tangguh Tim Militer

Kolaborasi lain ia lakukan dengan PT Arta Watu Natura, memanfaatkan mineral batu alam sebagai penguat komposit berbasis polimer sekaligus meningkatkan nilai estetik produk bathware dan sanitair. Bagi Sigit, ukuran keberhasilan ilmu tidak hanya dari sitasi di jurnal, tetapi dari penggunaannya untuk riset lanjutan, produk industri, atau kebijakan.

“Sehingga secara langsung maupun tidak langsung memberikan dampak pada peningkatan daya saing produk dalam negeri, yang jika hal ini dapat dilakukan secara masif bersama kontribusi para ilmuwan lain, maka akan menopang kemandirian bangsa menuju Indonesia Emas 2045,” tandas Sigit, yang merupakan dosen di Departemen Teknik Material ITS.

*) Penulis: M Habib Muzaki / Ubay NA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *